🌱

Kini di ruangan putih ini hanya ada Khanza dan Raffa. Tadi Nisa—bundanya, Jefri—ayahnya dan Rey mengabari bahwa mereka dalam perjalanan.

Khanza kini berada dalam dekapan Raffa. Pelukan Raffa itu hangat dan nyaman, Khanza senang jika Raffa sudah memeluknya.

"Bahagia sama Devan?" tanya Raffa tiba-tiba.

Khanza menonggak, "Kenapa nanya itu tiba-tiba?" tanyanya.

"Gapapa, cuma keinget sama Devan aja tadi lembut banget ke kamu," balas Raffa tangannya memainkan rambut Khanza.

"Seminggu ini aku seneng sih. Kak Devan baik, asik juga, pengertian, kadang bikin aku ketawa. Ya sebelas dua belaslah sama Raffa," sahut Khanza.

"Gak mau disamain sama Devan, mau lebih tinggi," ucap Raffa langsung.

Khanza tertawa pelan, "Mana bisa? Pokonya kak Devan itu sama kaya Raffa. Ya, walau Raffa lebih bawel sih daripada dia."

"Kalo Devan macem-macem langsung bilang ya?" pinta Raffa.

Jujur walau ia menyetujui hubungan Devan dan Khanza, jauh di lubuk hatinya ia takut Devan melakukan hal yang tidak-tidak. Ia tidak mau hal itu sampai terjadi, karena selama bertahun-tahun ia menjaga Khanza maka ia tak pernah rela Khanza di sentuh oleh orang lain. Ia menerima Devan sebagai kekasih Khanza asalkan Devan tidak mempunyai niatan untuk merusak Khanza.

Ia juga tidak akan menerima atau bahkan langsung memberi pelajaran pada Devan jika lelaki itu memainkan Khanza. Intinya Raffa akan membalas semua perbuatan Devan jika Devan menyakiti Khanza.

"Iya Raffa."

"Jangan mau dipegang-pegang sama Devan kecuali tangan dan kepala," ucap Raffa.

"Iya Raffa."

"Jangan mau dicium-cium kecuali tangan dan kening. Pipi kamu juga gak boleh, masih kecil," ucap Raffa lagi membuat Khanza mendengus kesal.

"Raffa ngomong gitu seakan kak Devan anak nakal, dia ketua OSIS Raffa," sahut Khanza gemas.

"Jaga-jaga, aku gak mau kamu kenapa-napa Ca," balas Raffa santai.

"Aku gapapa selagi ada Raffa!" seru Khanza ceria.

Mendengar itu Raffa pun tertawa pelan.

"Bun, yah, pulang lagi aja deh!" seru Rey yang sedari tadi memperhatikan Raffa dan Khanza.

Raffa langsung bangkit dari duduknya, ia melihat Nisa dan Jefri gugup. Ia mulai merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa tidak menyadari kehadian keluarga Khanza.

"Gapapa Raffa lanjut aja pelukannya," ucap Nisa dengan kekehan pelan.

"Kamu udah lama sama kita aja masih suka gugup kalo kepergok," lanjut Jefri geli.

Raffa tersenyum kecil seraya menggaruk tekuk lehernya.

"Jangan-jangan Raffa ada rasa lagi," celetuk Rey membuat Khanza melebarkan matanya.

"Kakak jangan rese deh!" serunya langsung.

🌱

Ternyata ayah dan bunda Khanza hanya menjenguk karena besok pagi-pagi sekali ia ayahnya ada dinas keluar kota. Mau tak mau bundanya juga ikut pulang untuk membantu ayahnya bersiap besok.

Rey sudah terlelap di sofa, sedangkan Raffa masih duduk di bangkunya. Tatapannya memperhatikan Khanza yang masih belum memejamkan mata.

"Tidur Ca," suruh Raffa.

"Gak bisa ish!" balas Khanza.

"Aku harus gimana biar kamu tidur?" tanya Raffa.

"Peluk," pinta Khanza dengan senyum lebar.

"Udah punya pacar juga masih aja minta peluk," cibir Raffa namun ia tetap bangkit dan duduk di samping Khanza.

Langsung saja Khanza memeluk tubuh Raffa erat, menyenderkan pipinya di dada Raffa yang berdetak cepat.

"Raffa kok deg-degan sih?" tanya Khanza polos.

"Itu tandanya aku hidup Ca," balas Raffa malas, Khanza hanya manggut-manggut.

"Raffa kapan punya pacar lagi?" tanya Khanza membuat Raffa menunduk melihat wajah imut Khanza.

"Kalo kamu udah bahagia, mungkin," balasnya dengan santai.

"Lho kenapa gitu?" tanya Khanza bingung.

"Gapapa, untuk saat ini aku mau ada di deket kamu aja gak mau deket atau bahkan punya pacar. Aku gak mau kejadian Vio terulang lagi," jelas Raffa membuat Khanza terdiam.

Raffa sebaik itu padanya, sedangkan Khanza justru menyembunyikan kebenaran perihal apa yang membuat Khanza seperti tadi sepulang sekolah.

🌱

Gimanaaa?

Jangan lupa vote dan comen.

15des20

Aku publish setiap hari Senin sama hari Kamis ya!! Tapi gimana mood deng wkwk

Publish ulang, 21 mei 2022

RAFFA (END) Where stories live. Discover now