"Kita kenal berapa taun sih?" tanya Khanza langsung.

Raffa menoleh sekilas karena ia sedang berusaha fokus ke jalanan.

"Aku gapapa Ca," balas Raffa kali ini tangannya terulur untuk mengacak rambut Khanza.

"Yaudah gak mau cerita gapapa. Asal jangan terlalu lama dipendem," ucap Khanza dengan penuh pengertian.

Raffa menyinggungkan senyumnya dan mengangguk. Ia tetap bersikap seolah dirinya baik-baik saja dan untungnya Khanza mengerti walau Raffa sangat yakin Khanza tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Khanza memang selalu mengerti Raffa.

Setelah beberapa menit di perjalan, mobil Raffa sudah terparkir rapi di samping mobil Alvan. Keduanya pun turun lalu berjalan beriringan menuju kelas.

Tangan Raffa tak lepas dari tangan Khanza. Itu tidak lepas dari pandangan siswa-siswi yang masih ada di koridor. Banyak yang menatap keduanya iri, sinis, senang, tidak suka dan masih banyak lagi.

Raffa dan Khanza memang baru kelas X, baru beberapa bulan keduanya sekolah di sini namun sudah banyak yang menyukai keduanya. Banyak gadis yang menyukai Raffa dan Vio yang beruntung menjadi kekasih Raffa, walau tetap saja Vio masih jauh di bawah Khanza. Banyak juga yang menyukai Khanza, tapi Devanlah yang berhasil mengambil kesempatan. Iya, banyak yang sudah tau bahwa Khanza dan Devan dekat, walau Khanza hanya menganggapnya teman.

"Belajar yang bener," ucap Raffa tepat di depan kelas Khanza.

Khanza mengangguk semangat, "Udah sana masuk kelas sebelum anak cewe kelas aku kejang-kejang," usir Khanza membuat Raffa tertawa pelan.

Dan benar saja, gadis-gadis di dalam kelas Khanza langsung memekik kesenangan.

"Tuhkan, udah cepet sana!" usir Khamza lagi, kali ini ia mendorong lengan Raffa.

"Iya, iya. Istirahat tunggu ya?" Khanza mengangguk dan Raffa pun langsung berjalan menuju kelasnya yang ada tepat di samping kelas Khanza.

Khanza berjalan menuju bangkunya, tetapi bangkunya itu sedang diduduki oleh Alvan.

"Pagi-pagi udah ngebucin aja anjir," cibir Khanza membuat Adiba mendengus kesal.

"Ganggu mulu ih! Lo diem dulu deh Za! Ini Alvan lagi pakein gue kutek!" sahut Adiba sebal.

Memang benar, Alvan duduk di bangku Khanza dengan tangan fokus memberi warna pada kuku-kuku Adiba. Melihat itu Khanza menggeleng pelan.

"Bucin banget sih lo Van," ucapnya pada Alvan, namun tidak di dengar oleh lelaki itu.

"Iri bilang bos," balas Adiba dengan muka songongnya.

"Van sekalian dong kuku gue," pinta Khanza tanpa pedulikan Adiba.

"Eits! Gak bisa! Alvan cuma boleh kutekin gue! Lo minta aja sana sama Raffa!" sahut Adiba langsung.

"Najis banget Dib," cibir Khanza, lalu duduk di bangku kosong yang ada di depannya sambil menunggu Alvan menyelesaikan pekerjaannya.

Rasanya gelar cuek yang melekat dalam diri Alvan hilang entah kemana. Adiba seperti majikannya karena Alvan tidak pernah menolak apapun yang Adiba minta, ya sebelas-dua belas dengan Raffa.

🌱

Bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Adiba sudah pergi ke kantin bersama dengan Alvan, Edo dan Evan. Sedangkan Khanza masih diam di dalam kelas menunggu Raffa. Lelaki itu menyuruh Khanza untuk menunggunya, Evan pun berkata bahwa Raffa sedang ke ruang guru entah untuk apa.

Sudah 10 menit berlalu Raffa masih belum datang, Khanza yang kesal memutuskan untuk menyusul Adiba ke kantin. Baru saja ia keluar dari kelasnya langkahnya terhenti saat melihat Raffa sudah berdiri di sana.

Khanza menatap Raffa kesal, "Lama banget sih?! Gak tau apa orang lagi laper?! Malah disuruh nunggu! Mending kalo bentar taunya lama!" omel Khanza sebal.

Raffa tertawa pelan, lalu menarik tangan Khanza dan membawanya menuju rooftop.

"Raffa ish! Aku laper!" seru Khanza memberontak.

"Makan di rooftop aja," balas Raffa santai.

"Tap--," ucapan Khanza terhenti saat melihat kantung plastik yang Raffa tunjukan padanya.

Kini keduanya sudah duduk lesehan di rooftop. Sebelum itu Khanza sudah menyapunya hingga bersih, Khanza pun menggelar tikar untuknya dan Raffa.

Senyum Khanza semakin lebar saat Raffa membuka sebungkus nasi padang untuknya, Raffa menyodorkan sendok plastik padanya juga sebotol minum. Tidak hanya Khanza, Raffa pun membuka bungkus nasi padang untuknya.

"Kok bisa beli nasi padang sih? Emang boleh keluar ya?" tanya Khanza setelah ia menelan sesendok nasi padang miliknya.

Raffa mengangguk sambil mengunyah, "Apa sih yang gak aku bisa?" tanya Raffa setelah ia menelan makannya.

Khanza mendelik, "Sombong. Eh jangan suka gunain status buat kepentingan sendiri!"

"Kepentingan kita berdua," ralat Raffa dengan senyum lebar.

"Raffa ngapain ke ruang guru tadi?" tanya Khanza penasaran.

"Gak usah tau," balas Raffa, Khanza lagi-lagi mendelik dan Raffa hanya tertawa melihatnya.

🌱

Gimana? Ada yang penasaran ga?

Jangan lupa vote dan komen.

24nov20

RAFFA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang