BAB 57

81.8K 8.8K 2.5K
                                    

Happy Reading, Tanta Readers ^^

.

.

"Bapak ucapkan terima kasih pada Selatan dan Alana, karena mereka sekolah kita kembali mendapatkan juara satu dalam olimpiade matematika sepulau Jawa."

Selatan dan Alana berdiri memegang bersama piala juara mereka. Seruan dan tepukan dari murid-murid di lapangan utama bersahutan. Ada juga yang melempar ucapan selamat atau kata yang merujuk agar kedua remaja di depan sana untuk berpacaran. Keduanya sangat terlihat cocok saat disandingkan seperti sekarang.

Setelah upacara senin pagi dibubarkan, dilanjutkan dengan sesi pengambilan foto sebagai dokumentasi.

"Selatan, kita pegang sama-sama," kata Alana merapat di sebelahnya untuk berfoto.

Selatan mengangguk dan memegang sisi sebelah piala untuk pengambilan foto.

"Nico, ambil foto sekali lagi boleh?" tanya Alana sopan pada Nico—anak dokumentasi OSIS—yang mengangguk, lalu menaikan kembali kameranya.

"Emm, Selatan." Alana meraih lengan cowok itu, meletakkannya di atas bahu untuk merangkulnya. "Buat foto," kata Alana lagi dengan senyum manis pemikatnya.

Selatan kembali mengangguk, kemudian mengacungkan jempol pada Nico utuk mengambil foto.

Dan sebelum hitungan ke tiga, Alana melingkarkan sebelah tangannya di pinggang cowok itu. Bertepatan dengan adegan itu, Utara yang masih berada di lapangan melihat dengan jelas pemandangan itu di pagi harinya.

Beberapa murid yang merupakan shipper Selatan dan Alana memekik histeris saat melihat idola mereka berfoto bergandengan.

"Halah! Sok ngelarang orang deket sama si a, si b, dia aja bebas tuh deket sama cewek." Utara melepas topinya kasar, meninggalkan Erina untuk duluan ke kelas. Pemandangan pagi hari yang sungguh menyakitkan mata. Menyebalkan.

"Sana aja, Ta, sana sama Alana. Pacaran. Kalau perlu, nikah sekalian," Utara mendumel kesal.

"Lo cemburu?"

Utara melompat kaget saat Erina secara tiba-tiba ada di sebalahnya. Bukannya tadi Utara pergi duluan? Erina benar-benar meresahkan. "Apanya?" "Gue tau lo paham apa yang gue maksud." Gini amat punya temen cenayang.

"Jujur sama perasaan sendiri aja dulu, Ra. Disangkal terus malah buat sesak sendiri."

Gue cemburu? Selama ini gue cemburu dong? Kalau gitu gue ....

***

"Lo yakin?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Daffa setelah Utara duduk di kursi penumpang di sampingnya.

Memasang seat belt, Utara menoleh pada Daffa. "Buruan. Entar keliatan Selatan."

Mengangguk, Daffa menjalankan mobilnya. Hari ini Utara kembali pulang bersama Daffa. Masa bodo dengan Selatan yang terus melarangnya untuk berteman dengan Daffa. Toh, masalahnya di mereka berdua, kenapa ia yang harus memutuskan pertemanan? Lagian, Selatan juga siapa bisa ngatur seenaknya?

"Selatan pasti ngomong yang buruk tentang gue, ya?" Daffa melirik sekilas.

"Tentang apa?"

"Lo udah tau tentang Kiana, kan? Karena dia adik gue meninggal. Pasti dia juga udah cerita yang nggak-nggak tentang gue."

Utara menggeleng. "Nggak, Daff. Selatan nggak ada cerita yang buruk tentang lo. Dan, gue juga yakin kalau lo itu orang yang baik."

"Kenapa lo bisa yakin gue orang yang baik? Lo nggak takut gue punya niat jahat atau sesuatu yang membahayakan lo?" tanya Daffa.

Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang