BAB 2

129K 17.4K 2.1K
                                    

Sekali lagi, aku bilang refresh dulu ceritanya...

Challenge: Ramein tiap paragraf kuy😎 Happy Reading, Tanta.

Utara menstandar sepeda, mendorong pagar hitam setinggi satu setengah meter depan rumahnya, lalu kembali menghampiri sepedannya dan menuntun masuk.

"HAHAHAHAHAHA!" tawa Selatan itu menggema seperti setan saat melihat wajah Utara yang sudah seperti mayat berjalan, nelangsa bercampur horror.

Cowok itu tengah berduduk santai di kursi tamu teras rumah Utara dengan kaki yang selonjoran di atas meja. Selatan bahkan memarkirkan sepedanya dengan rapi di depan rumah Utara.

"Bangke! Pasti lo kan yang sengaja naroh paku-pakuan di jalan?!" tuding Utara langsung berkacak pinggang menghampiri Selatan, dadanya naik turun dengan kilat mata yang berapi-api.

"Ngapain juga gue naroh paku-paku, lo-nya aja yang nggak hati-hati. Makanya fokus tuh ke depan, bukan ke belakang, jangan noleh lihatin gue terus."

"Halah bacot! Ngaku aja pasti ini ulah lo."

“Dih, ngapain juga gue menang pake cara yang gak halall, gue bukan bang Toyib.”

“Lo kan selalu mau menang dengan cara apapun daru gue.”

"Bilang aja lo iri, karena Ata selalu menang dari Uta, begitu seterusnya."

"Kenapa ribut-ribut?" Lora—Mama Utara menyembul keluar disebalik pintu dengan sebuah nampan yang berisikan dua gelas minuman dingin.

Melihat kedatangan Lora, refleks Selatan langsung menurunkan kakinya dari meja, lalu bergerak menghampiri Lora. "Biar Ata yang bawain," kata Selatan membuat Utara berdecak jijik.

Sok baik di depan Mama.

"Ini satunya buat Ata, kan, Ma?" tanya Selatan memanggil Lora dengan sebutan Mama. Hubungan persahabatan antara Lora dan Maudy—Bunda Selatan sejak zaman putih abu-abu dengan topi petani saat MOS membuat Selatan memanggil Lora dengan sebutan Mama, dan Utara memanggil Maudy dengan sebutan Bunda saking dekatnya dua orangtua mereka. Padahal hubungan anak mereka sama seperti nama mereka yang bak dua kutub muka bumi yang saling berlawanan, tidak mungkin menyatu, dan kalau menyatupun bisa kiamat dunia.

Lora terkekeh. "Iya, buat Ata," jawabnya.

"Buat Ata dua-duanya aja, ya, Ma? Ata haus banget habis main sepeda." Selatan baru saja menandas habis satu gelas sirup jatahnya, lalu nego minta tambahan.

Mendengar itu Utara tidak bisa tinggal diam. "Enak aja, punya gue satunya!" sergah Utara cepat.

Tapi terlambat...

"ATA!!!" teriak Utara nyaring saat Selatan sethan dengan kurang ajarnya menandas minuman miliknya sampai tersisa separo.

"Nih," Selatan menyodorkan gelas itu. Tapi Utara membuang muka dengan tangan yang bersedekap. Selatan tertawa. Jelas lah Utara tidak mau, masa mendapat yang sisa, dari Selatan pula. Siapa yang mau coba bekas musuh sendiri?

"Mama buatkan lagi, ya?" Lora baru saja selangkah ingin masuk tapi Utara mencegatnya.

"Nggak usah, Ma, nanti Uta bisa buat sendiri minumannya," kata Utara dengan delikan tajam menatap Selatan. Karena ini semua salah Selatan.

"Emang lo bisa buat? Masak air aja lo kering sampe panci gosong."

Utara ingin menyangkal, tapi apa yang dikatakan Selatan itu benar adanya. Akibat kecerobohannya kemarin rumah mereka hampir terbakar. Padahal Utara hanya memasak air, tapi karena terlena main ponsel Utara hampir saja kehilangan rumahnya. Untung saja Mama ke dapur dan melihat panci yang sudah menghitam sempurna, belum meledak.

"Omong-omong ujian akhir semester kalian kapan?" tanya Mama.

"Awal desember."

"Tengah desember."

Jawab Utara dan Selatan serempak.

"Awal," kata Utara.

"Tengah," sahut Selatan.

“Dih, awal woi!”

“Apaanya awal, tengah. Te-ngah.”

"Telinga lo pasti congkekan, kepsek bilang kalau ujian awal desember."

"Gue Ketua OSIS di sekolah jadi gue lebih banyak tau dari lo."

"Tapi kepsek bilang awal Desember."

"Gue udah pegang jadwalnya mau apa lo?" Selatan tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membungkam saudari Utara. Lihat lah dia, wajahnya memerah kesal, tangan bersedekap dan membuang muka.

"Sudah-sudah," Lora melerai sebelum api perdebatan berubah menjadi bom atom kedua seperti yang menyerang Nagasaki dan Hiroshima.

"Mama jadi berangkat minggu depan. Ata, Mama titip Uta, ya."

Selatan menegakan punggungnya, lalu memberi hormat untuk Mama. "Siap, Ma. Apa aja akan Ata lakukan untuk Mama. Apa lagi menjaga anak Mama yang ceroboh, payah, dan mudah dibodohi ini."

Bhuk!

Utara menginjak kaki Selatan sampai membuat cowok itu menganduh kesakitan. Coba saja Utara laki-laki, maka Selatan akan membalasnya dengan hal serupa.

"Apa lo!” Utara mendelik tajam. “Ogah gue dijaga sama Bekantan macam lo," kata Utara galak.

"Uta nggak boleh gitu sama Ata. Nanti kalau Mama pergi ke Leiden, kamu bakal tinggal di rumah mereka."

“Tuh, dengerin. Jadi babu lo di rumah gue.”

Oh, tentu saja Utara menolak. Kali ini untuk yang ke 99 kalinya.

"Enggak! Uta ikut Mama."

Lora menggeleng, "Nggak boleh, Uta, kan nanti ketinggalan banyak pelajaran buat ujian akhir. Lagian ada Bunda Maudy, Ayah Hasan, ada Ata juga yang bakal jagain kamu."

Nenek Utara yang asli orang Leiden, Belanda, dan menetap di sana sedang sakit kata Mama. Sebagai anak tunggal dan ingin berbakti kepada orangtua, Lora harus berangkat ke Leiden hari Minggu ini. Utara yang juga anak tunggal dan sudah tidak mempunyai Papa sejak duduk di bangku kelas 3 SD membuat Lora mempercayakan Maudy untuk menjaga Utara dengan cara menitip Utara di rumah mereka.

"Nggak usah di rumah Ata, di rumah sendiri aja," kata Utara kembali membujuk Mama. Lagian Rumah Utara juga tidak kalah besar dari rumah Selatan walaupun tidak memiliki dua lantai. Dan Utara juga sudah 17 tahun, sudah besar, bukan anak kecil kemarin sore yang pakai popok.

Tentu saja itu adalah alternatif yang buruk mengingat Utara, putrinya itu sangat ceroboh membuat Lora melarang keras Utara untuk tinggal sendirian di rumah. Kemarin saja kompor hampir meledak, masak nasi di rice cooker tapi tidak dikatek, ditinggal sehari saat Lora dinas rumah tidak di kunci saat Selatan mengecek keberadaannya. Apalagi ditinggal berbulan-bulan. Bisa-bisa saat pulang nanti rumah mereka gosong tinggal kerangka.

"Dengerin kata Mama. Tinggal di rumah gue, jadi babu," kata Selatan membuat Utara mendelik tajam.

"Amit-amit! Pokoknya gue gak mau!" Utara menghentak kaki kesal, masuk ke rumah dan meninggalkan Mama dan Selatan.

"Tenang, Ma. Ata bakal jagain Uta yang ceroboh, jadi Mama nggak perlu cemas waktu berangkat ke Leiden nanti," kata Selatan sambil menyugar rambutnya.

Lora yang tadi murung, jadi dibuat tersenyum karena perkataan Selatan. "Bantu Mama bujuk dia supaya mau, ya."

“Anything, Ma.”

#timutara

#timselatan

Next? Next? Next?

Kalian yang beli novel, bakal dapat lebih banyak dari yang wattpad. So, jangan lupa ikutan PO yaaa

Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang