BAB 20

67.4K 10.2K 1.3K
                                    

^Happy Reading^

.

.

"Masya Allah, anak bunda kesambet dedemit kamar atas, ya?" Selatan yang lagi menyapu ruang tengah pun menoleh ke asal suara. Bunda tengah  berdiri dengan  ekspresi takjub  seolah  melihat kilauan  berlian  di antara kegelapan. 

"Ayah! Sini,  Yah! Liat anaknya lagi ngapain." seru bunda memanggil ayah yang lagi sibuk di ruang kerja. 

Ayah  langsung  keluar  ruang  kerja  dengan  tergesa-gesa  seperti  orang  yang panik gara-gara rumah kebakaran. "Astagfirullah ... masyaallah ... subhanallah .... alhamdulillah ...." Ayah menggeleng takjub. 

Gue serasa jadi setan, batin Selatan kesal. 

"Ada apa gerangan anak bunda tiba-tiba rajin tanpa perlu bunda suruh?" 

Ini semua karena Utara. Lebih tepatnya karena peraturan ke-6 yang sangat menyiksa, mengharuskan Selatan harus menyapu plus mengepel lantai. Kalau bukan, sekarang Selatan pasti selonjoran di depan  TV. Selatan sudah kasih usul buat  pasang  TV  di  kamar  atas,  tapi  bunda  menolak  dengan  alasan  agar  ia  bisa sering menghabiskan waktu bersama Utara di ruang keluarga—siapa tahu jadi akur.  TV di kamar Selatan sebelumnya juga sampai diputus supaya Utara tidak bisa menonton dari kamar. 

"Ata, besok mama ada pesanan dadakan buat kue di toko. Jadi kamu sama Uta aja yang belanja ke supermarket, bunda udah list  apa-apa aja yang perlu dibeli." 

Selatan, anak satu-satunya bunda, dan Selatan tidak menolak jika bunda minta ditemani ke supermarket, belanja, menyapau halaman depan.  Ya, semuanya tunggu disuruh dulu. Namun, kalau belanja sama Utara, Selatan harus berfikir 99 kali untuk mengatakan kata "iya". 

"Oke, Bunda!" Itu bukan Selatan yang menyahut, melainkan cewek dengan rambut kuncir kuda yang baru keluar dari kamarnya. 

Utara selalu seperti itu dari kecil—dikuncir terus, dan jenis ikat rambutnya pasti selalu sama, yaitu kepala kelinci warna abu-abu  yang  papanya  belikan  waktu  kecil.  Jarang-jarang  dia  menggerai  rambut panjangnya yang bergelombang. Padahal menurut Selatan, Utara lebih cantik saat rambutnya tergerai.  

Selatan pasti tidak normal kalau tidak mengakui wajah keturunan Eropa milik Utara itu cantik. Hanya saja, semuanya tertutup  oleh api permusuhan mereka, dan kegengsian Selatan untuk mengakuinya. 

"Belanja  apa, Bun? Biar Uta sama  Ata yang beli.  Iya, kan, Ata?" tanya  Utara dengan kerlingan penuh isyarat yang tidak Selatan pahami apa tujuan dibalik kalimatnya. 

"Lolipop atau uang bulanan jadi jaminan," bisik Utara berjinjit. 

Kampret! Kampret! 

"Gimana Ata? Mau, kan? Mau dooong ...." 

Wajah Selatan berubah datar. "Hmm." 

"Oke, besok pagi bunda langsung ke toko, ya. Kalian yang belanja." 

"Iya, Bunda." 

"Uta beliin ayah  nugget, ya," pesan Ayah. 

"Siap, delapan enam!" 

Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang