BAB 66

16.6K 1.9K 131
                                    

Eh, masih betah aja bacanya hehe

.

.

.

Maaf, ya, tapi aku nggak ingat kalian siapa," ucap Utara dengan wajah tertekuk.

Ribi menunduk lesu. Fahri di sisinya mengusap bahunya. Cowok itu tersenyum menguatkan Ribi, meski hatinya juga terasa sakit saat melihat sahabatnya sendiri tidak mengenalinya.

"Nanti kamu bakal ingat, kok," kata Fahri beralih menatap Utara.

Cewek itu mengangguk kikuk. "Makasih, Fahri."

"Aneh banget. Gue masih nggak percaya." Ribi menutup wajahnya. Ia menangis, merasa sangat tidak terima atas kecelakaan yang merenggut ingatan Utara. "Entar nggak ada yang kelahi sama gue lagi kalau lo nggak ingat siapa kita. Gue sedih ...." Ribi memalingkan wajahnya agar air matanya tidak terlihat.

Utara menatap penuh dengan raut tidak enak. Namun, ia sendiri benar-benar sama sekali tidak mengenali tiga remaja di hadapannya. "Maaf," ucapnya.

"Nggak apa-apa," sahut Erina tersenyum padanya seraya mengusap punggungnya pelan. "Cepat sembuh, Ra."

Setelah cukup lama berbincang, ketiga remaja itu pamit pulang. Mereka meninggalkan Utara seorang diri bersama keheningan. Kepala cewek itu bersandar dengan pikiran yang menerawang menatap langit-langit rumah sakit.

"Kenapa aku nggak bisa ingat sama mereka?"

"Ata? Fahri? Ribi? Erina? Dan ... aku?" Ia menghela napas sambil memejamkan mata.

"Uta." Bunda yang baru masuk, kembali dengan kantung plastik putih di tangannya. Wanita itu tersenyum hangat dan meletakkan kantung itu di atas nakas.

"Bunda, kenapa aku nggak ingat sama teman-teman? Kenapa aku juga nggak ingat sama Bunda? Sama diri aku juga? Apa yang terjadi?" tanya Utara. "Kenapa setiap aku coba ingat mereka, kepala aku sakit banget? Aku kenapa? Mereka pasti marah, ya, karena aku nggak kenal mereka?" Utara menutup wajahnya.

Bunda menatap Utara sendu. Ia menghampiri cewek itu dan menenangkannya. "Nggak apa-apa, kok, Sayang. Uta nanti pasti akan ingat lagi, kok. Kamu selamat dari kecelakaan itu saja, Bunda sudah sangat bersyukur," ujarnya seraya mengusap surai Utara.

"Ata juga jadi jarang jenguk ke sini lagi. Pasti dia marah, ya, Bunda?"

Bunda tersenyum, lalu menggeleng, "Nggak, kok. Dia sayang banget malah sama Uta."

"Serius? Dia ganteng banget bunda," kata Utara.

Andai Selatan ada di sini, pasti cowok itu akan langsung besar kepala. Tapi sayangnya, cowok itu tak ada dan Utara tidak mengingat Selatan serta tingkahtingkah dari musuhnya itu.

"Nanti pasti dia jenguk lagi, kok," kata bunda. Menurutnya, Selatan masih butuh waktu untuk sendiri setelah terkejut atas amnesia Utara. Cowok itu masih menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi.

Selain merasa bersalah, Selatan juga tidak sanggup melihat wajah Utara yang menatapnya penuh ekspresi asing dan terkadang mengeluh sakit kepala. Selatan juga tidak sanggup untuk terus mengorek kenangan mereka yang justru membuat Utara semakin sakit.

Pasti begitu berat, kenangan yang mereka ukir bersama sejak kecil harus terenggut begitu saja dari ingatan Utara seperti petir yang menyambar.

"Aduh, bunda lupa. Bunda harus tebus obat kamu, padahal tadi habis dari luar. Uta, Bunda keluar lagi ya," kata bunda yang Utara balas dengan anggukan. "Tunggu sebentar ya, Sayang."

Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang