51 - Ego

492 62 19
                                    

Trust me i've been broken before

Play | Ali Gatie - Its You |

* * *

Azahra mengalihkan atensinya dari layar kaca televisi saat pintu rumah diketuk. Kakinya segera bergerak mendekati suara ketukan yang masih terdengar itu.

Senyum Azahra mengembang, merasa senang saat kedatangan tamu. Namun, garis lengkung itu tiba-tiba kembali datar saat manik matanya bertemu dengan sosok tamu itu.

"Zahra." Vera tersenyum tipis melihat reaksi Azahra yang sesuai dengan ekspetasinya. Sepuluh tahun yang lalu ia bertemu dengan wanita itu. Sepuluh tahun yang lalu pula wanita itu menoreh kegelapan di kehidupannya.

Gelap, sebab wanita itu merengut kebahagian yang Tuhan berikan melalui anak yang lahir dari rahimnya.

Vera menarik napasnya perlahan, berusaha melupakan ingatan masa kelam itu. "Zahra, saya berterima kasih karena telah merawat Zira selama ini."

Luka itu kembali terbuka dari relung hati Azahra, ingatan masa lalu itu kembali terulang. Memori yang membuatnya menjadi sosok gelap kembali teringat jelas di ingatannya. Rasa sakit bercampur bersalah itu kembali terasa.

Azahra tak pernah lupa bagaimana hatinya begitu tangguh saat mengizinkan suaminya menikah lagi agar mempunyai keturunan. Tak luput ia pun pernah merasa bahagia ketika melihat wajah alm. suaminya begitu senang saat menggendong Zira yang baru lahir.

Delapan belas tahun ia merawat anak yang sudah ia anggap sebagai anak kandungnya sendiri. Rasa kepemilikan itu sudah tertanam kuat saat Zira kecil berada di gendongannya.

Azahra tersenyum kecut. "Anda mau ngambil Zira?"

Sakit rasanya saat ia harus menekan egonya dalam-dalam, ia tak seharusnya bersikap demikian. Ia seharusnya berterima kasih kepada Vera yang pernah membahagiakan alm. suaminya lewat kelahiran Zira.

Apa ia salah jika menganggap Zira sebagai anaknya sendiri?

Namun, keegoisan itu ada yang membentenginya. Rasa bersalah, itu yang membuat dirinya mengambang di antara rasa yang berkecamuk.

Kepala Vera menggeleng, ia tak tahu harus bagaimana mengekspresikan rasa yang sedang meliputi benaknya. Dulu ia bahagia menikah dengan Haris, sampai melahirkan seorang gadis cantik yang ia beri nama Zira.

Sebelum Vera menikah dengan Haris, ia tahu alm. suaminya telah mempunyai istri. Bukan Vera yang merebut pria itu dari Azahra, tapi Haris sendiri yang mendekatinya.

Vera mengusap air matanya, harusnya ia tak menerima pria itu. Apapun alasananya. Sesama wanita, harusnya ia bisa merasakan bagaimana jika ia berada diposisi Azahra.

"Maaf jika kedatangan aku membuat kamu gak nyaman. Aku ke sini bukan untuk membawa Zira, aku cuma pengen liat keadaan kalian. Aku bersyukur—"

Vera tak melanjutkan perkataannya saat tubuhnya tiba-tiba didekap oleh Azahra. Wanita paruh baya itu menangis di dalam pelukan Vera.

Rasa bersalah itu semakin menerobos relung hati Azahra saat ia memeluk wanita yang telah melahirkan Zira. Azahra tak tahu mengapa ia seperti ini. Rasa bersalah semakin membabi buta hingga punggungnya terasa berat dengan rasa bersalah itu.

"Vera, aku yang seharusnya meminta maaf. Aku yang udah membawa Zira kabur, tanpa sepengetahuanmu." Suara Azahra bergetar, rasa bersalahnya semakin menumpuk tatkala manik mata Vera yang sama-sama memancarkan rasa sakit yang tak kalah besar dengannya.

Azahra tertunduk, andai saja hari itu ia tak kabur dari Tasik. Karena keegoisannya, ia memisahkan seorang ibu dengan anak kandungnya.

Setangguh apapun Azahra akan kalah dengan ketangguhan Vera. Semua tekanannya dan rasa sakit itu tak seberapa dengan semua penderitaan Vera selama belasan tahun ini. Dia lebih menderita karena pisah putrinya sendiri.

CLASSIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang