45 - Rindu

594 72 26
                                    

We were far from perfect

But we were worth it

Play | Martin Garrix & David Guetta - So Far Away |

* * *

Sebuah motor astrea grand terparkir di pinggir jalan. Seorang gadis turun dari motornya, langkah kaki membawanya masuk ke dua lapang basket outdoor yang dikelilingi pohon-pohon beringin.

Sorakan ibu-ibu terdengar begitu bola basket masuk dengan sempurna ke ring. Salah satu anak mereka berhasil memasukkan bola ke ring.

Lapang kesatu saat ini sedang digunakan untuk pertandingan basket antarsekolah tingkat dasar. Senyum tipis tercetak dari bibir gadis itu, ia mengalihkan tatapannya menuju warung kecil yang ada di antara dua lapang itu.

Zira menghembuskan napasnya perlahan, ia dapat melihat ibunya yang kewalahan melayani para pembeli yang sedang kelaparan dan kehausan itu.

Tak ada setitik niat yang terbesit untuk membantu ibunya yang sedang kesusahan karena tujuan ia ke sini bukan untuk itu. Beberapa jam yang lalu adalah puncak dari masa stresnya selama mengikuti ujian nasional yang pusingnya minta digampar.

Zira sudah mengerahkan segala tenaga, waktu, dan doa agar hasil belajar selama tiga tahun ini tidak sia-sia. Ia berharap nilainya tak terlalu jatuh dan masih enak dipandang, walaupun selama tiga tahun ini ia tak pernah serius memperhatikan guru mengajar.

Dari tempatnya berpijak, Zira melihat segerombolan cewek yang berhamburan mengerumuni tiga cowok yang baru saja keluar dari garis lapang kedua. Ketiga cowok itu tampak risi, mereka berlari masuk ke dalam warung kecil milik ibunya. Keadaan sekitar warung sekarang menjadi ricuh, bak mengadakan pembagian sembako dadakan.

Zira terkekeh sendiri, nasib tiga cowok itu sama seperti Melvin, Kenny, dan Raihan saat mereka masih jadi the most wanted di lapangan. Di lapang ini terutama.

Semilir angin memberengut ekspresinya, setiap hempasan angin yang mengenai kulit Zira rasanya setiap kepingan memori itu terulang dengan sendirinya.

Ia sekarang berada di lapang basket taman kota yang menyegarkan mata, apalagi dengan wujud pohon beringin yang menjulang tinggi di setiap sudut lapang.

Di sini pula awal kisahnya dengan Melvin dimulai.

"Permisi, Kak ada yang cedera." Lamunan Zira terusik oleh suara seseorang dari belakangnya.

Membalikkan tubuh, lantas ia menepi ke pinggir agar beberapa orang yang sedang menggotong tandu itu bisa lewat. Melihat itu Zira segera berlari menuju warung ibunya untuk mengambil kotak P3K dan sekantong es.

Kerumunan yang tercipta dilingkupi isak tangis seorang gadis membuat rasa simpati Zira melambung. Setelah mengambil kotak P3K dan sekantong es, ia membelah kerumunan.

"Sstt, jangan nangis." Dibantu dengan tenaga medis yang seadanya, Zira perlahan mengobati luka di lutut anak cewek yang masih terbaring di tandu.

Peluh mulai berjatuhan di pelipis Zira, tapi ia lebih mementingkan keadaan anak cewek yang terjatuh di tengah pertandingan yang mendapatkan dukungan dari ibu-ibu. Zira menarik selembar tisu, lalu mengelapnya di pelipis anak cewek itu.

Setelah menangani masalah anak cewek itu, Zira beranjak dari tempatnya. Tas kecilnya kembali ia sampirkan di pundak, sembari mengusap dahinya yang berembun dengan keringat.

Manik biru gelapnya tak sengaja menangkap seseorang yang berdiri tak jauh darinya, rasa bingung sempat menggerogoti perasaannya karena mendapati sosok itu di sini. Kedua kaki Zira bergerak mendekati orang yang dari tadi menatapnya.

CLASSIC [END]On viuen les histories. Descobreix ara