46 - Senja di Monas

519 75 25
                                    

Kau membuat semuanya indah

Seolah takkan terpisah

Play | Lyodra - Mengapa Kita |

* * *

"Sampai kapan anda akan menyembunyikan ini semua dari Zira?"

Suara berat itu seakan-akan mengintrupsi langkah wanita berkepala empat itu. Hembusan angin menggiring daun-daun kering yang berjatuhan di pinggir lapang basket, membentuk sebuah pusaran kecil.

Azahra membalikkan tubuhnya, ia tersenyum tipis. "Itu bukan urusan anda."

"Jelas itu urusan saya." Hendra melangkah mendekati wanita itu. "Haris sahabat alm. istri saya, beliau juga menitipkan Zira kepada saya sebelum pergi."

Azahra terhenyak sesaat yang ia tutupi dengan senyuman. Dalam hati ia tak menyangka bahwa alm. istri pria penagih hutang itu adalah sahabat dari alm. suaminya sendiri.

"Soal hutang hari itu ...," ujar Hendra menggantung. "Haris tak pernah punya hutang kepada saya, itu hanya alibi agar Zira mau menerima perjodohan yang telah kami sepakati sejak dulu."

Azahra lagi-lagi dibuat kaget, kali ini senyumnya tak bisa menutup rasa keterkejutannya. Senyum itu memudar. Siapa yang tak kaget, ketika ada orang yang tiba-tiba menagih hutang mengatas namakan alm. suaminya. Azahra bahkan tak tahu pasti sebanyak apa hutang suaminya yang selama ini menjadi bebannya, susah payah Azahra mencari banyak uang agar Zira bisa terlepas dari gelar palsunya. Namun, sekarang si penagih hutang itu berkata bahwa selama ini suaminya tak punya hutang.

Azahra menatap ragu Hendra. "Apa perkataan anda bisa saya percaya?"

Hendra tampak merongoh saku jasnya, lalu mengeluarkan amplop lusuh. "Ini surat dari alm. suami anda, saya diamanahkan untuk memberikannya ketika waktunya sudah tepat." Hendra menyodorkan amplop lusuh itu kepada Azahra. "Dan ini adalah waktunya."

Azahra menerima amplop itu dengan tangan yang bergetar, perlahan ia membuka lipatan kertas kusam yang mungkin sudah termakan puluhan tahun. Detail setiap kata yang tertulis membuat mata Azahra memanas, itu tulisan tangan alm. suaminya.

"Jadi, kapan anda akan mengembalikan Zira kepada ibu kandungnya?" Hendra menajamkan tatapannya. "Lebih baik dijelaskan dari sekarang, daripada Zira tahu dari mulut orang lain."

* * *

Layar kaca persegi panjang itu menampilkan sepasang remaja yang sedang menumpaki motor. Salah satu remaja itu terlihat bahagia hingga lesung pipi kanannya terlihat jelas, berbanding terbalik dengan sosok gadis yang mengemudikan motor. Tampak tak mengontrol mukanya, hingga hanya tatapan menganga yang tertangkap.

"Abang pacaran sama kak Zira?"

Layar kaca itu tak lagi dilamuni oleh Gino, tatapannya tertuju kepada sosok cewek berambut cokelat-ungu yang sedang menatapnya dengan sendu.

"Kenapa?" tanya Gino.

Zeva melebarkan tangannya lalu melingkarkannya di perut Gino. "Dia udah ketemu."

Gino menunduk, memperhatikan sepupunya. "Dia siapa?"

Zeva menahan napasnya, lalu berkata, "Kakak Zeva."

CLASSIC [END]Where stories live. Discover now