35 - Special

716 87 44
                                    

Play | Ali Gatie - What If I Told You That I Love You |

If i tell you all my feelings. Would you believe me?

* * *

"Acaranya nanti malam." Zira menyerahkan black card yang pernah diberikan Hendra waktu itu.

Mata Azahra berbinar, ia tersenyum simpul. Salah satu kartu unlimited milik Hendra akhirnya menjadi miliknya. Dan nanti tak hanya kartu, melainkan semuanya harta pria itu jadi miliknya lebih tepatnya milik anaknya.

"Bentar lagi juga Melvin jemput Zira," ujar cewek dengan balutan kaus putih itu.

"Beraktinglah yang bagus, buat seakan-akan kamu menolak permintaan itu," sahut Azahra sembari memainkan black card di tangannya.

"I'm nice player, mom." Zira memainkan kukunya yang telah dicat berwarna hitam.

Azahra tersenyum, ia memang tak pernah meragukan kemampuan anaknya itu. Bahkan rencana ini dibuat oleh anaknya sendiri, ia hanya memberi arahan kepada anaknya.

Tak lama suara klakson mobil terdengar. Zira berdiri dari duduknya, ia tersenyum kepada ibunya yang dibalas anggukan oleh ibunya.

Dari jendela ruang tamu ia melihat seorang cowok berjersey putih biru dengan balutan jaket biru dongker.

Zira keluar rumah, mendekati cowok dengan bandana merah polos yang melingkar di dahinya. Rambut cowok itu berantakan hingga mata bermanik biru gelap sedari tadi tak berkedip sambil menatap sosok figur pria di hadapannya.
Satu bulir keringat mengucur dari pelipis cowok itu. Mata elangnya yang bermanik abu itu menatap dirinya. Penampilan Melvin memang acak-acakan, tapi sukses membuat Zira berdebar.

"Hai." Melvin tersenyum, membuat ketampanannya semakin keterlaluan.

"H-hai," balas Zira gugup. Zira mengerjap, sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya, lalu tertarik ke dunia nyata.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Zira ketus. Hampir saja ia melupakan dialog untuk berdrama di depan cowok itu.

"Jemput kamu." Melvin membukakan pintu samping kemudi.

"Kamu?!" Zira terbelalak, sejak kapan Melvin mengganti gaya bahasanya jadi aku-kamu?

"Iya kamu, yang ada di depan aku." Zira melonggo mendengarnya, ini Melvin bukan sih? Kenapa cowok itu ...

"Kepala lo kena bola basket ya tadi?" sewot Zira yang merasa geli mendengar gaya bahasa Melvin.

"Harus dibiasin pake aku-kamu, masa nanti malam pake lo-gue sih." Melvin terkekeh kecil.

"Nanti malam?" pancing Zira.

"Jangan pura-pura lupa, cepet masuk." Melvin mendorong Zira masuk ke dalam mobil.

"Mel, gue gak mau." Zira memelas, ia membuka pintu mobil, tapi terkunci.

"Gak masuk akal tau, siapa anaknya siapa yang nerusin perusahaannya." Zira mencebik, ia melipat tangannya di depan dada sambil menatap lurus ke depan.

"Siapa tunangan putranya, dia yang nerusin," balas Melvin sembari bersenandung kecil mengikuti irama lagu dari radio mobil.

Zira membungkukkan badannya, lalu menopang dagu dengan kedua tangannya. Sudahlah ia malas berdebat dengan cowok itu. Lagipula ia sama sekali tak menolak permintaan itu, malahan ia sudah sangat tak sabar.

CLASSIC [END]Where stories live. Discover now