25 - Gaze

833 115 40
                                    

Play| Melanie Martinez - Play Date |

Terkadang, tatapan mata lebih mampu menjelaskan apa yang sedang kita rasakan melebihi kata-kata.

* * *

"Ra." Bahu Zira ditepuk dari samping.

"Ah-Iya?" tanya Zira gelagapan.

"Ngedenger gak sih dari tadi owner ngomong?" Mauren berbisik lirih.

Zira mengerjapkan matanya, lalu menatap dua wanita yang ada di hadapannya. "Jadi berapa perbulannya kalo tiga orang?"

Ghea langsung menoleh kepada cewek itu. "Yee ni bocah! Barusan owner jelasin panjang lebar lo gak ngedengerin?"

Di sekolah tadi, mereka berdiskusi akan mengikuti bimbingan. Dan sekarang mereka bertiga sepakat akan mendaftar di sebuah lembaga kursus yang tadi berpromosi di sekolah. Mengingat ujian-ujian sekolah yang semakin dekat. Sudah saatnya mereka berhenti bermain-main dan fokus belajar.

Dua wanita muda berjilbab di hadapan mereka tersenyum maklum. "Rp 750.000 perorangnya, kalau kalian hanya mendaftar tiga orang."

Tangan Zira bergerak mengambil selembaran brosur yang ada di atas meja, ia membaca brosur tersebut dengan teliti.

"Makin banyak anggota grupnya, makin murah ya bayarannya," gumam Zira.

"Mau ngajak siapa lagi?" sahut Mauren. "Cepetan, Ra. Gue harus ke pasar nih."

"Nidya kenapa gak diajak? Lumayan tuh empat orang jadi Rp 500.000," ujar Zira.

"Siapapun kecuali cewek itu." Ghea membalas ucapan Zira.

"Ada masalah apasih sama Nidya? Dia sahabat kita 'kan?"

"Udah enggak."

Zira langsung mengerutkan alis. "Maksudnya? Kemarin gue gak sekolah ada masalah apasih?"

Mauren merogoh tasnya, lalu mengeluarkan dompet. Ia menyerah beberapa lembar uang berwarna merah di atas meja. "Saya bayar setengahnya dulu, besok sisanya."

Wanita berjilbab itu mengangguk, lalu menyodorkan selembar kertas HVS kepada Mauren. "Silakan diisi identitasnya."

Ghea pun mengeluarkan dompetnya, lalu menyelesaikan transaksi.

"Jadinya tiga orang? Grupnya mau atas nama siapa?" tanya salah satu wanita itu.

Lenggang sesaat.

Zira menatap dua cewek yang sedang mengisi biodata diri. Hanya dirinya yang belum melakukan transaksi. Ia merasa heran, sejak tadi di sekolah mengapa mereka berdua seakan-akan menghindari topik pembicaraan yang menyangkut Nidya.

"Oh-iya, nama grupnya bebas aja." Akhirnya Zira yang menjawab, ia merongoh tasnya untuk mengambil dompet.

Keadaan sangat hening, hingga suara lonceng dari pintu utama gedung terdengar, walaupun samar. Tempat kursus ini bernama Madera House, gabungan dari dua bahasa. Madera berasal dari bahasa Spanyol yang artinya kayu dan House dari bahasa Inggris yang artinya rumah.

Sudah dipastikan tempat bimbingan ini didesain dengan nuansa perkayuan yang minimalis dan kekinian, layaknya di cafe-cafe. Suasananya pun mendukung untuk kegiatan ngajar-mengajar. Sangat tenang.

"Ra kita duluan." Ghea dan Mauren bangkit dari duduknya setelah mereka berdua menyerahkan kertas HVS yang telah terisi biodata mereka.

Zira mengangguk, ia cukup mengerti dengan urusan yang dimiliki dua sahabatnya itu. Seperti Ghea yang mungkin ada latihan basket dan Mauren yang harus ke pasar buat persiapan dagang besok.

CLASSIC [END]Where stories live. Discover now