"Ayo, berangkat," sahut Utara yang tiba-tiba mendadak kaku.

"Nggak pake sandal?" tanya Selatan saat melihat Utara yang melangkah tanpa alas kaki.

Bodoh!

Wajah Utara langsung bersemu malu. Ia merutuki diri dalam hati, lantas kembali membuka pintu, dan mengambil sandal Mama.

Di mobil, keduanya hening. Mereka sangat berbeda. Mereka tidak seperti Utara dan Selatan biasanya yang akan berdebat. Keduanya mendadak canggung yang entah karena apa. Selatan fokus mengemudi menuju gedung resepsi dan Utara yang sibuk dengan pikiran sendiri sambil membuang wajah melihat jalanan melalui jendela.

"Kok kita nggak rusuh, ya?" tanya Selatan yang sudah sangat bosan dengan keheningan.

Utara menoleh. "Nggak tahu."

Selatan mengusap tengkuknya. Cowok itu kembali fokus pada jalanan dengan suasana yang kembali senyap. Selang dua puluh menit, gedung resepsi pernikahan Mbak Vira membentang kokoh di depan mereka. Utara yang tadinya melepas Peep toe heels, kini memasangnya kembali saat mobil sudah berhenti di area parkir.

Plak!

Mata Utara seketika melotot seperti bola pimpong. Heels-nya lepas. "Ata," panggilnya pelan.

"Kenapa?" Selatan yang baru saja melepas seat belt beralih menatapnya.

"Lepas." Utara menunjukan high heels-nya.

Moto Selatan: Ketawa dulu, baru nolongin Uta.

Bukannya ikutan cemas seperti Utara, Selatan malah tertawa kencang.

"Iiih, kok, lo malah ketawa, sih!" sungut Utara kesal.

"Mampus lo," sahut Selatan masih dengan tawanya.

"Terus gue gimana, dong? Masa gue nyeker? Nggak banget." Selatan mengedikan bahu. "Mau gimana lagi?" Ia kembali tertawa.

"Ish, lo tega banget."

"Terus lo mau gimana? Pinjam sepatu gue? Biar tenggelem kaki lo?" ujar Selatan diakhiri tawanya.

"Lo ketawa lagi, gue lempar pake ini," Utara menunjukkan sandal di tangannya.

Tawa Selatan perlahan reda. Ia berdeham kecil. "Terus gimana?" Utara menghela napas jengah. "Pulang ke rumah. Ambil sendal." "Ya kali," sergah Selatan cepat.

Utara memasang puppy eyes-nya dengan bibir yang cemberut.

Selatan menghela napas. "Iya-iya," pasrahnya.

Mendengar itu, senyum Utara mengembang. Selatan kembali menyalakan mesin mobilnya dan keluar dari area parkir gedung pernikahan. Kening Utara mengernyit saat mobil Selatan tiba-tiba bukan belok ke arah rumah melainkan berhenti di depan sebuah toko sandal. Matanya beralih melihat cowok di sebelahnya yang tengah melepas seat belt.

"Ke mana?" tanya Utara melihatnya.

"Kalo pulang kejauhan. Diam di sini, biar gue yang nyariin sandal."

"Gue mau ikut! Entar lo milihin yang bukan selera gue lagi," sahut Utara ingin beranjak.

Selatan menahan pergelangannya. "Nggak. Diam di sini aja," tegasnya menolak. "Entar banyak yang ngelirik lagi," sambungnya pelan.

"Ngelirik apa?" sahut Utara yang masih bisa mendengarnya samar-samar.

Selatan gelagapan, mampus. "Ngelirik kaki lo," jawabnya asal. "Udah. Lo diam di sini aja. Nomornya berapa? Mau yang gimana?"

Wajah Utara memberengut. "Tiga puluh delapan, flat shoes."

"Oke. Tunggu di sini."

Utara menunggu di mobil. Ia menopang dagu bertumpu pada bagian jendela sambil menatap ke arah toko sandal. Hingga beberapa menit berselang, Selatan keluar dengan paper bag di tangannya. Cowok itu terlihat gagah dengan tampangnya yang cool saat berpakaian rapi seperti itu. Apalagi saat Selatan melirik jam di pergelangan kirinya.

Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]Where stories live. Discover now