Chapter 69 Jebakan (II)

1.1K 65 13
                                    

Hawa dingin kental menembus hati orang-orang. Hawa ini langsung mengelilingi ruangan membuat bilik ini dingin bagaikan musim salju, walau sebenarnya saat ini adalah pertengahan musim panas. Kepala Huilan makin berdenyut, sekujur tubuhnya kedinginan. Ia tersenyum miris.

Mulanya, dirinya masih berharap nurani berkerja di hati wanita-wanita itu. Bagaimana pun mereka adalah seorang perempuan. Dimana bakal menjadi seorang ibu, atau pun telah menjadi ibu dari seseorang. Hancur sudah semua tipu diri yang dibangun Huilan selama ini. Baiklah, jika wanita-wanita ini bermaksud bermain kejam, maka ia akan mengikuti permainan mereka, Ia akan lebih kejam lagi .

"Apa ada sesuatu perubahan di sekitar anda?" Tanya Hua Yin lebih waspada.
Huilan menatap sekitarnya.

Benda-benda ditata rapi, semuanya sangat familiar baginya namun juga asing sarap akan bisa keji bernama muslihat. Anqiu dan Wanjun saling menatap, sama seperti dirinya, kedua wanita itu tertekan oleh kenyataan ini. Ruangan hening kembali.

Huilan memejamkan matanya berusaha menenangkan diri. Cengkraman di dadanya membuat ia sesak. Entah berapa menit berlalu, suara seorang wanita akhirnya memecahkan keheningan yang semakin kental.

"Minggu lalu bagian Urusan Rumah Tangga kerajaan membagikan wewangian jenis baru ke setiap istana," ungkap Anqiu terilhami.

Tabib Hua berbalik menatap Anqiu. " Bisa nona perlihatkan padaku?"
Sigap, Anqiu mengangguk. Sepasang sepatu hijau tapak pot miliknya berkolantang menuju luar ruangan.

orang-orang menyaksikan kepergiannya dan kembali terdiam. Saat gadis itu kembali, ditangannya telah terdapat sebuah wadah porselen mungil yang berlukis bunga empat musim. Anqiu meletakkan wadah tersebut ke telapak tangan terulur Tabib Hua.

Lelaki itu menuangkan bubuk kecoklatan tersebut ke telapak tangan dan mendekatkan bubuk itu ke hidungnya, kemudian menunduk mengingat-ingat nama kandungannya. Ruangan itu dipenuhi ketegangan seiring setiap gerakan Hua Yin. Huilan semakin sesak saja, entah kenapa wangi samar ini semakin membuatnya pusing dan sakit kepala. Huilan mengeratkan cengkraman pada siku kursi arahat.

Mendadak sang Tabib terlonjak, ia menuangkan kembali bubuk tersebut ke dalam wadah dan bergegas berdiri mendorong jendela berwarna merah hingga terbuka.

"Nona Anqiu, singkirkan benda ini sejauh mungkin dari ruangan dan buka semua jendela juga pintu, sebisa mungkin biarkan angin mengalir bebas dalam ruangan." ujarnya seraya menyerahkan wadah kecil itu.

Anqiu hanya mengangguk, menjalankan perintah sang tabib. Sang tabib kini menundukkan kepalannya tidak mengeluarkan sepatah kata pun seolah menunggu sesuatu terjadi. Menyadari maksud dari tindakannya, Huilan membuka mulut dengan lemas.

"Katakanlah Tabib Hua, mereka adalah kepercayaan ben gong," jelas Huilan.
"Bubuk wewangian itu mengandung ekstrak bunga Lily, melati Tongkeng, bunga Jepung dan Cinnamon." ucap Hua perlahan dengan nada serius yang lebih kelam.

"Kandungan di dalamnya memang tidak akan menyebabkan pengaruh buruk bagi orang-orang, tapi berbeda halnya jika menyangkut wanita hamil. Kondisi sakit kepala anda mungkin disebabkan wangi Lily yang dimana dihirup dalam jangka lama menyebabkan kegelisahan, apalagi ditambah melati Tongkeng bisa menghambat pertumbuhan janin. Mungkin orang yang memberi bubuk itu juga takut efek wewangian lily dan melati tidak berkerja dengan baik, ia menambahkan lagi ekstrak bunga bakung dan cinnanmon menambah kemungkinan keguguran anda." Hua mengakhir dengan helaan napas berat.

genggaman tangan Huilan pada sapu tangannya mengerat, kuku-kuku menusuk telapak. kemarahannya memuncak diubun-ubun. Ia belum melanjutkan aksi apapun sejak kejadian Ma changzai. Huilan menarik napas berusaha menjernihkan pikirannya. Dirinya harus tenang, kemarahan hanya akan menghancurkan segalanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cruel FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang