Bagian 4 : Bunga diiringi Hujan

20.9K 766 20
                                    

Paman Qi kembali ke dalam rumah, ia membawa cangkul kelihatannya sangat letih. Paman Qi menyapa semua anggota keluarga. Dia meletakkan cangkulnya kemudian makan malam bersama anggota keluarga yang lain.

"Liguang kemana?" tanya Dataguo pada istrinya.

"Dia sedang beristirahat, kakinya patah."

"Apa? Parah tidak? Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Dataguo bertubi.

"Sekarang sudah tidak apa-apa, tadi kami sudah memanggil tabib."

"kalau begitu sisakan sedikit nasi dan bayam untuknya."

"Iya tuan. . . uhuk . . . Uhuk . . .UHUK!"

Nyonya Zhu'ergen tiba-tiba batuk keras. Batuknya sangat keras, semuanya berhenti makan dan memandang nyonya Zhu'ergen. Mereka meletakkan mangkuk nasi, semua pandangan cemas tertuju pada nyonya Zhu'ergen. Yulan memberikan sapu tangannya pada nyonya Zhu'ergen. Wanita tengah baya itu buru-buru menutup mulutnya terbatuk-batuk lagi beberapa saat kemudian berhenti. Nyonya Zhu'ergen menjauhkan sapu tangan tersebut.

Sapu tangan putih itu mengandung secercah noda darah. Nyonya Zhu'ergen berkeringat dingin tetapi dia bersikap wajar saja seolah tak pernah terjadi.

"Aku tak apa-apa, ayo teruskan makan malam," nyonya Zhu'ergen membuat penegasan.

"Eme . . ." Yulan memanggil cemas.

"Yulan tenang saja, eme hanya panas dalam saja tak apa-apa, ayo lanjut makan semuanya," nyonya Zhu'ergen tersenyum seraya mengangkat mangkuk nasinya.

Yulan agak ragu dia sangat cemas kesehatan emenya. Atas paksaan nyonya Zhu'ergen, Yulan akhirnya mengangkat lagi mangkuk nasinya. Makan malam keluarga ini berlangsung hening tak ada percakapan apapun cuma rasa cemas tak tersampaikan dalam hati masing-masing.

Malam semakin larut Yulan dan Anqiu masih menyulam di depan lampu minyak remang-remang. Anqiu menguap letih ia mengusap sepasang matanya yang telah memerah. Anqiu meletakkan sulamannya lalu memotong sisa benangnya, dia mengambil sapu tangan lainnya menyusun satu per satu hasil yang telah jadi.

"Nona sudah larut malam, anda pergilah tidur, biarku selesaikan sisanya."

"Tidak, aku ingin menyelesaikan sendiri. Besok aku harus pergi ke kota," Yulan masih fokus menyelesaikan sulamannya.

"Biar Anqiu yang jualkan sulaman-sulaman ini, nona tinggal saja di rumah."

"Bukan itu saja, aku ke kota untuk mencari kerja."

"nona ingin bekerja? tapi nona . . ." Anqiu terlihat sedikit kaget

"kakak sedang sakit, keadaan eme juga . . ." Yulan menghela nafas "pokoknya sekarang aku sebagai satu-satunya anak yang mampu bekerja harus menanggung keluarga ini"

"nona . . ." Anqiu ingin mengatakan sesuatu tapi dibatalkannya

"kau pergi tidur saja, lihat matamu sudah merah. aku akan menyusul setelah menyelesaikan ini"

"baik" jawab Anqiu singkat

Anqiu meletakkan semua pekerjaannya pergi tidur, sebelum pergi ia masih menoleh menatap nonanya yang sedang tekun menyulam. Anqiu menguap lagi, kedua sudut matanya dipenuhi air mata, dia tak menghiraukannya. Di baringkannya tubuh letih itu di atas lantai mulai mengantuk.

Yulan dengan serius menyulam lagi, tubuhnya sudah kelelahan mulutnya juga terus menguap tapi tangannya tak berhenti menyulam, jarum munggil itu secara lincah bergerak cepat mengwarnai secarik sapu tangan putih, lambat laun tangan putih halus berubah menjadi lambat semakin lambat dan berhenti, pemilik tangan tersebut tertidur diatas meja.

Cruel FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang