Chapter 49 Titik Didih (III)

7.9K 541 134
                                    

Yulan menghirup dalam-dalam udara segara diluar kamarnya. 7 hari berdiam diri di dalam kamar sudah cukup membuatnya bosan. Ia menginginkan udara segar diluar sana. Lagi pula dirinya tak ingin berada di dalam kamar dan dimarahi terus-terusan oleh Jong. Demi membela Yulan, Mei sampai harus berkelahi dengan Jong. Akhirnya, kasim Ji mengamuk memerintahkan Yulan dan Mei berlutut semalam di depan kamar kekasihnya.

Yulan menuangkan isi keranjang sampahnya ke dalam pagoda pembakaran. Ia mengelap keringatnya menggunakan sapu tangannya, udara terasa begitu menyejukkan hatinya. Walau dirinya belum sepenuhnya pulih, Yulan bersih keras keluar mengerjakan tugasnya. Ia tak ingin membebankan Mei, menyebabkan gadis tak bersalah itu menanggu kemarahan Jong.

"Sedang apa kau disini?"

Suara yang terdengar begitu tak asing membuat Yulan terdiam. Wajahnya memerah dan jantungnya berdebar. Ia tahu pemilik suara tersebut adalah lelaki itu. Yulan merasa heran sendiri, kenapa jantungnya berdebar sedemikian rupa padahal sebelumnya tak seperti itu. Apakah dirinya. . . Yulan menggeleng pelan demi menghilangkan firasatnya itu. Hoshitai menyentuh pergelangan tangan Yulan yang masih terbalut qipao abu. Diputarnya tubuh Yulan hingga menghadap dirinya.

"Apa kau sudah baikan?" tanya Hoshitai khawatir nan lembut.

Yulan berusaha bersikap tenang saat menatap mata Hoshitai. Ia membungkuk bersikap sopan.

"Terima kasih atas kebaikan Jendral," Yulan menatap lantai kasar, "Hamba sudah baikan saat ini."

Hoshitai tersenyum lega, "Syukurlah. Aku mengkhawatirkan dirimu sepanjang saat," Hoshitai menatap Yulan lagi, "Apa Jong masih mempersulit dirimu? Aku akan menyuruh kasim Ji memindahkanmu kalau begitu"

Yulan menjawab sopan berusaha tak menatap mata kelam indah Hoshitai., “Hamba berterima kasih. Hamba masih betah berada di bawah binaan kasim Ji,” sahut Yulan sopan.

Senyum Hoshitai menghilang, lelaki itu menatap Yulan tak mengerti. Yulan merukuti dirinya dalam hati. Ada apa dengan dirinya hari ini hingga mengucapkan kata yang jelas saja membohongi diri sendiri bahkan Hoshitai sekali pun merasakan keanehannya. Yulan cepat-cepat tersenyum singkat dan mengambil keranjang kosongnya lalu gadis itu mengangkatnya, saat Yulan hampir memikul keranjang tersebut, Hoshitai menarik keranjang itu dan memikulnya. Yulan memprotes tetapi diabaikan Hoshitai. Lelaki itu terus berjalan tak memedulikan permintaan Yulan supaya mengembalikan keranjangnya.

Yulan hanya dapat mengikuti Hoshitai dengan menjaga jarak. Ia tak ingin menjadi topik pembicaraan ditempat ini. Benar, dirinya sepertinya perlu mengembalikan Mei ke majikan aslinya bagimana pun Yulan tak ingin menyaksikan Mei disiksa di sini. Yulan mempercepat langkahnya, menyejajarkan dirinya dengan posisi Hoshitai.

"Jendral. Hamba sungguh berterima kasih atas kebaikan Jendral. Hamba sudah mulai pulih saat ini, Sudah waktunya bagi Mei untuk di kebalikan ke posisinya semula" Yulan berjalan beriringan menyesuaikan langkah Hoshitai.

Hoshitai berhenti, ia berbalik menatap Yulan. Atasan biru pucat yang dikenakannya hari ini terliat sempurna memperlihatkan ketampanan dirinya. Nafas Hoshitai terdengar samar di telinga Yulan, mereka berada begitu dekat sampai Yulan sendiri pun merasa wajahnya memanas.

Hoshitai menggeleng, "Tidak. Sampai hari dirimu pulih sepenuhnya Mei akan tetap berada di sisimu, "Hoahitai menatap Yulan dengan pandangan mendalam, "Hari ini kau janggal sekali Yulan. Ada apa denganmu? Apa kau sakit lagi?"

Yulan tersenyum kaku, bahkan Hoshitai pun menyadari kejanggalannya. Yulan menggeleng pelan, ”Hamba sudah cukup berutang budi pada Mei. Biarlah hamba merawat diri sendiri” Yulan berlutut memohon.

Hoshitai terdiam cukup lama, sungguh gadis paling keras kepala yang pernah ditemuinya. Hoshitai tak memiliki pilihan, menolak tetap saja gadis itu akan mengembalikan Mei tanpa sepengetahuannya.

Cruel FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang