Chapter 64 Pergolakan dimulai

3K 218 39
                                    

Dua orang kasim dengan pakaian biru membuka pintu gerbang istana Jing Ren. Tangan yang menggenggam tangan Huilan membimbing perempuan itu melangkahi gerbang bercat merah. Cat merah masih menyala dan kelihatan sekali pintu istana ini juga keseluruhannya baru dibangun ulang.

Huilan mengangkat sedikit bawahan rok melangkahi gerbang tersebut. Ia langsung tersenyum senang menyaksikan pemandangan yang disuguhkan kehadapannya. Kaisar telah membangun gazebo kecil di halaman Istana Jing Ren juga pohon plum merah dibeberapa daerah. Pot-pot bunga belum mekar juga bersusun disekitar halaman. Para pelayan barunya telah berbaris rapi menunggu di depan halaman. Terdapat sekitar 4 orang dayang mengenakan busana kerajan biru tanpa sulaman, sanggulan mereka tertata rapi dihiasi jepitan bunga perak dan bunga kain bentuk mawar merah. Tiga orang kasim berseragam biru serupa menunduk memperlihatkan topi kerucut mereka. Salah satunya masih belia dan jauh lebih pendek daripada kasim-kasim lain. Huilan tebak usianya tidak lebih dari 16 tahun.

Melihat kedatangan keduanya, para dayang dan kasim ini langsung bersujud tidak mempedulikan keadaan lantai yang dingin awal memasuki musim semi.

"Hamba memberi hormat kepada Yang Mulia kaisar dan Sien fei" ungkap 7 orang tersebut secara bersamaan.

Yong Yen mengangguk kecil. "Berdirilah," perintah kaisar.

Lelaki itu kemudian berbalik menatap Huilan dari mata ke mata. Tatapannya begitu lembut penuh cinta, "Bagaimana? Apakah kau menyukai dekorasi istana ini? Jika kau tidak menyukainya, biar zhen perintahkan kepala urusan harem mengganti hingga kau senang dan juga para dayang beserta kasim ini," Yong Yen melanjutkan, "bagaimana pun kau sudah diranking fei, tentu membutuhkan lebih banyak dayang dan kasim selain 4 orang pelayan lamamu. Jika kau menemukan ketidak cocokan mereka denganmu, bilanglah ke zhen."

Huilan mengarah pada Yong Yen, ia meletakkan tangannya yang lain dan menggenggam tangan Yong Yen lainnya.Ia sangat berterima kasih pada Yong Yen. Tempat ini tidak terpencil layaknya Bilik Ming Yue dan jauh lebih besar juga mewah. Siapa yang tidak menyukai tempat seperti ini? walau mungkin nanti dirinya tak bakalan mendapatkan ketenangan seperti Bilik Ming Yue.

"Tidak perlu direnovasi lagi Yang Mulia. Chen qie sangat menyukai tempat ini." Huilan menekuk lutut menundukkan kepala dengan sepasang tangan disisi kanan pinggangnya, "chen qie berterima kasih atas pemberian Yang Mulia."

"Zhen senang mendengarnya." Yong Yen lantas mengajak Huilan menuju pintu masuk ruang utama istana Jing Ren.

------

Angin hangat membawa kelopak-kelopak bunga berwarna merah jambu berjatuhan di lantai menciptakan karpet merah jambu yang siapapun melihatnya pasti menyenangi pemandangan tersebut. lampiom-lampiom aneka rupa dan warna dipasang pada setiap penjuru istana memeriahkan festival Shang Yuan atau disebut Festival Lampiom.
Musik khusus istana mengalun memeriahkan jamuan malam angin sepoi-sepoi ini.

Lima puluhan meja dibentangkan dengan alas taplak merah. Pejabat, bangsawan, istri pejabat, pangeran, fujin dan putri tersebar dimana pun. Semuanya mengenakan pakaian formal termasuk pula para selir. Lautan satin berwarna-warni terdapat dimanapun jika dilihat dari jauh.

Huilan meneguk secangkir kecil anggur upeti negeri barat, cairannya berkilauan kemerahan dibawah lampiom-lampiom merah. Pelindung kuku emas di jari kelinkingnya bercorak tanaman anggur. Hari ini ia mengenakan ji fu merah dengan kerah melingkar berwarna kuning terbuat dari satin. tasbih kayu terjuntai dari leher hingga memanjang ke perutnya.

Para selir tengah asik memperhatikan tarian yang dibawakan para dayang penari kerajaan. Kegemulaian mereka tak heran dapat menarik perhatian seluruh hadirin. Mereka begitu bersinar berkat latihan selama berbulan-bulan. Kedua orang kaisar juga terhanyut di dalam tarian para penari ini. Permaisuri Wei duduk di samping kaisar agung, berlimpahan permata, emas dan perhiasan-perhiasan mewah lainnya pada sanggulan sayap besarnya.

Situasi ini mengingatkannya pada puisi karya Zhang Hu yang berjudul zhen Yue shi wu ye deng (lampion malam lima belas bulan satu)

Beribu rumah terbuka puluhan ribu lampiom menyala,
Awal bulan pertengahan, Ibu Kota bergetar,
Tiga ratus dayang lanjut bertari,
Suaranya lurus menuju istana langit

Huilan mengarahkan tatapannya pada Wenqi yang duduk 2 meja darinya dan menemukan Fu ping tengah menatapnya dengan pandangan janggal. Huilan menyunggingkan seulas senyuman pada perempuan yang ia jumpai ketika upacara penobatan. Ia berwajah bulat tampangnya masih belia. Namun dari informasi yang didengarnya dari Chun Hua, perempuan yang baru diangkat ke posisi ping ini bukan merupakan sosok yang dapat dipandang rendah. Buktinya, ia telah berhasil mencapai posisi utama dalam waktu cepat. Perempuan itu pasti memiliki trik dan dirinya jelas tidak boleh lengah.

Saat ini adalah waktu terpenting bagi Huilan menancapkan pengaruhnya di dalan harem. Mungkin saja perempuan itu akan berbalik menjadi kawannya ketimbang mengikuti Guilian. Walau baru sebulan dirinya kembali ke dalam istana, Huilan sudah cukup banyak mengumpulkan informasi-informasi lainnya yang sempat dirinya abaikan.

Huilan menuang anggur ke dalam cangkir porselen bercorak peoni. Perempuan itu menghindari sentuhan langsung cangkir warna merah tersebut dengan pelindung kukunya. Dirinya membalik tubuh mengangkat cangkirnya mengarah pada Yong Yen.

"Yang Mulia," panggil Huilan mengeraskan suaranya, " bersulang ."

Yong Yen juga mengangkat cangkir berwarna kuningnya dan menegak isinya bersama Huilan dalam sekali tegukan. Seorang dayang berbalut busana kerajaan warna merah jambu datang membawakan hidangan ikan ke hadapan Huilan lalu membungkuk kecil dan menjauh dari hadapannya. Warna busana dayang itu sangat cocok dengan perayaan musim semi hari ini. Huilan menatap isi dalam piring, ikan dengan rasa dan 3 warna berbeda. Patut diakui, sangat menggundah selera dengan warna kuning, merah dan hijau yang ikut merayakan musim semi.

Entah kenapa Huilan malah merasa perutnya bergejolak melihat bentuk juga aromanya. Ia menutupi hidungnya berpura-pura membenahi bedak pada hidungnya yang mancung. Haruskan dirinya memohon berjalan sebentar ke taman selagi para tamu menikmati hidangan? Saat memantapkan hati meminta perizinan pada Yong Yen, bunyi pentasan pun melenyapkan suaranya. Huilan mendongak dan menyaksikan bunga api di atas langit malam warna-warni menyala menerangi tempat jamuan, tiada lagi suara bincangan. Para tamu pun hanyut dalam keindahan kembang api tersebut. Berbagai rupa ditampilkan. Membuat Huilan melupakan rasa mualnya dan terkagum.

"Kelihatannya Sien fei sangat menikmati kembang api ini."

Suara seorang wanita yang tinggi membuat Huilan menghadap wanita yang duduk di sebelah kanannya. Fu ping melayangkan senyuman sombong pada Huilan. Bibir merah merekahnya tersungging bagai darah siap menetes. Walau merupakan model polesan terbaru ibu kota, anehnya warna merah pekat tersebut sungguh janggal pada wajah bulat masih belianya, layaknya seorang anak kecil yang mencuri pemoles ibundanya, warnanya terlalu tidak sesuai pada rona wajahnya.

"Benar Fu ping, sungguh suatu pemandangan yang sangat menyenangkan. Kembang api tahun ini pun sangat indah seperti dua tahun lalu." Balas Huilan menahan godaan mengungkapkan isi hatinya.

Perempuan itu tertawa nyaring bagai perkataan Huilan lebih lucu dari lawakan apapun. Fu menutupi bibir merahnya menggunakan sapu tangan satin berwarna mint. "ya . . . ya segalanya masih sama layaknya manusia hanya nama dan penampilan saja yang berbeda tapi sebenarnya tetaplah rendahan. Selamanya kotor tetaplah kotor," ucap perempuan itu begitu bangga.

Perkataan Fu sengaja ditunjukkan padanya dan Huilan sangat menyadarinya. Baru sebulan saja ia memasuki istana, para perempuan ini sudah tidak sabar menjeratnya dalam masalah. Ingin membuatnya disisihkan? Silakan saja. Ia bukan lagi Tuoheluo Yulan yang akan merendahkan diri dan menahan hinaan selir lain begitu saja. Sudah dirinya putuskan, darah dibalas darah.

To be Continue . . . . .

Cruel FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang