Chapter 54 Serangan I

6K 395 52
                                    

CATATAN :

Eme : ibu, bahasa Manchuria

Ama : ayah, bahasa Manchuria

Xiao : alat musik tiup serupa Flute

Fei : ranking selir ke 3

Ping : ranking selir ke 4

Sepasang sepatu kain warna biru pucat Yulan menjejaki salju yang memenuhi halaman luas sekitar pagoda pembakaran sampah. Ia berhenti melangkah saat dirinya mendapati sosok yang sangat dikenalnya itu berdiri membelakangi Gazebo. Hoshitai mengenakan mantel hitam berbulu. Lelaki itu memainkan xiao dengan sangat lihai. Alunan sedih bergema di malam nan sunyi ini.

Menyaksikan sosok lelaki ini berdiri sendirian dalam Gazebo entah kenapa membawa rasa masam dalam hati Yulan. Hoshitai salah menambatkan hatinya pada Yulan. Perempuan itu tak dapat menyerahkan apa yang diinginkan Hoshitai. Walau dirinya sempat terlena untuk memberi harapan tersebut.

Yulan menghela napas. Ia hanya dapat meminta maaf pada Hoshitai dalam hati. Ia harus menyimpan kembali hatinya demi tujuan yang harus dicapainya. Hari ini, Yulan harus memperjelas semuanya. Ia melangkah menuju Gazebo berbahan batu tersebut. langkahnya berhenti saat mencapai permukaan kasar lantai. Yulan mengeratkan kepalan tangannya menguatkan diri. alunan memilukan yang di mainkan Hoshitai berhasil mengurung niat awalnya. Biarlah lelaki itu menenangkan diri dalam alunan tersebut dan biarlah Yulan melihat sosok itu lebih lama lagi.

Hoshitai menurunkan xiao dari bibirnya. Lelaki itu mendesah menghasilkan uap hangat yang seketika menghilang bagai tak pernah ada. Hoshitai berbalik, tatapan keduanya bertemu. Hoshitai terdiam cukup lama. Matanya berkilau muram. Lelaki itu mendesah. Matanya sayu. Ia mengaitkan xiao yang tadi di mainkannya ke tali pinggang berwarna hitam. Lelaki itu mengenakan pakaian berwarna biru pucat yang semakin menambah ketampanannya. Hati Yulan bergetar dalam alunan menyayat . Ia sangat menyadari mungkin setelah malam ini, dirinya tak akan pernah bertemu lagi dengan Hoshitai dan sudut hatinya tak ingin ini terjadi.

"Kau sudah datang rupanya," Hoshitai tersenyum samar, "ku kira kau tak mau bertemu lagi denganku," Hoshitai mendesah lagi, "syukurlah. Kau sudah pulih. Selama beberapa hari ini aku mengkhawatirkan kesehatanmu dan aku . . . " suara Hoshitai mengecil serak, "merindukanmu."

Tubuh Yulan bergetar menahan isak dan air mata. Mata perempuan itu memerah. Cairan-cairan bening bergumpalan disudut matanya. Yulan menelan ludah berusaha menelan kesedihannya. Sungguh lelaki itu terlalu baik. Yulan tak pantas mendapatkan perhatiannya. Dirinya sendiri berstatus selir buangan sama sekali tak pantas disandingkan di sisi lelaki ini. Oh, andai waktu berputar balik, mungkin dirinya akan memutuskan bersama lelaki ini kalau saja keluarganya tak mengalami masalah seperti itu. Yulan mendongak menatap lurus pada mata sayu Hoshitai.

""Berhenti Hoshitai! Jangan mengatakan apapun lagi . . . " ucap Yulan menahan isakannya.

Keduanya terdiam lagi. Salju mulai berjatuhan tanpa suara di luar Gazebo. Hoshitai mendekati Yulan. Lelaki itu menatap wajah menunduk Yulan lekat-lekat. Jantung Yulan berdetak kencang merasakan harum maskulin lelaki itu menembus indra penciumannya. Mantel bulu hitam setumit Hoshitai memasuki penglihatannya dan tak lagi bergerak.

"Yulan," panggil Hoshitai lembut, "Kenapa kau memilih kembali lagi ke dalam air keruh itu?" Yulan tak menjawab dan memilih diam. "ku mohon, tetaplah disini bersama ku. ...ku mohon tataplah diriku, Yulan. . . .panggil namaku," pinta Hoshitai dengan nada memohon.

Yulan tetap terdiam seribu bahasa dengan tatapan tertuju ke bawah lantai kasar Gazebo. Dirinya tak ingin mrnatap pria itu. ia tahu dirinya akan goyah dan hancur apabila menatap mata kelam bagai lautan malam itu, semua pertahanan yang dibuatnya selama ini akan hancur pula. Tak tahan dengan kebisuan ini, Hoshitai meletakkan kedua tangannya di bahu Yulan. Lelaki itu mengguncang bahu Yulan cukup kuat.

Cruel FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang