Ristretto (45)

1.8K 144 9
                                    

Bandara Internasional Soekarno-Hatta menjadi tujuan private jet yang ditumpangi Sean dan keluarga kekasihnya. Mereka baru saja mendarat 45 menit yang lalu dan sedang menunggu mobil jemputan untuk membawanya kembali ke apartement milik Sean.

Yah.. sejauh ini, itu yang terpikirkan oleh pria itu. Sean akan membawa ayah dan Ibunya yang tengah mengandung calon adiknya itu untuk tinggal di apartement nya, begitupun Naka yang akan diboyong Darren serta Alicia untuk tinggal di apartement milik wanita itu yang berada tepat berhadapan dengan milik Sean.

"Kamu mau tinggal sama Mommy kamu?" Bisik Sean pada Vanila yang nampak memejamkan mata dalam dekapannya.

Sean tau ini berat untuk kekasihnya, itulah sebabnya kondisi kesehatan gadis itu juga mengalami penurunan tiba-tiba meski tak ada yang mengetahui selain dirinya.

Vanila mengangguk pelan, kepalanya berdenyut tak lama sejak private jet yang ditumpanginya lepas landas meninggalkan Schipol International Airport, Amsterdam. Gadis itu tak beranjak dari sisi Sean sedikitpun, ah bukan.. pria itulah yang tak pernah mau meninggalkan kekasihnya seorang diri meski Sean tau, Vanila tak benar-benar sendiri disana.

"Ale kenapa?" Sean mendongak, nampak Darren berdiri di hadapannya dengan wajah yang cemas.

Pria itu nampak lelah, bahkan selama perjalanan Darren tak henti menenangkan kedua wanita yang sangat berarti di hidupnya. Sean juga memaklumi jika baru kali ini Darren menanyakan kondisi Vanila setelah mendengar berita yang membuat geger seluruh penghuni penthouse nya di Lisse.

"Tidak apa-apa, hanya kelelahan dan sedikit terkejut. Dimana Alice?"

Darren mengangguk pelan meski merasa tak puas dengan jawaban Sean. Apalagi saat ini Darren dapat melihat jelas bagaimana Vanila nampak tak memiliki energi dan wajahnya yang memucat. "Ada, Alice sudah di mobil bersama Mandy."

Sean terkejut, "sudah datang?"

Darren mengangguk namun tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya saat melihat Sean yang dengan sigap membopong adiknya ala bridal style. "Kenapa?" Tanya nya cemas.

Sean terkekeh sebelum mulai melangkahkan kakinya yang diikuti Darren, "kamu tega bangunin adik kamu yang tidur?"

Darren menggeleng pelan, "tenang aja, Vanila baik-baik saja."

Darren diam, menghembuskan nafasnya kasar sembari menerawang tak tentu arah. "Gimana bisa baik-baik aja, Ale sayang banget sama Daddy."

Sean mengangguk, ia juga tau bagaimana kekasihnya itu sangat menyayangi sang Ayah meski dengan semua yang terjadi beberapa bulan terakhir cukup menggores luka di hati Vanila. Namun Sean tau pasti, jauh di lubuk hatinya Vanila sedang sama hancurnya dengan sang Kakak. Atau mungkin— lebih, mengingat kedekatannya dengan Gandha selama ini.

"Dunia itu lucu ya Bang?" Sean menoleh namun tetap bungkam.

"Sedikit pun gak pernah terbayang bahwa keluarga ku akan sehancur ini. Apalagi ngeliat Ale sekarang— Al semakin ngerasa gagal. Sejak kecil kami terpisah, bahkan setelah ditemukan pun Ale memilih untuk tetap tinggal jauh dari kami. Sekarang, saat Ale mendapatkan kebahagiaannya.. takdir bermain dengan seenaknya, menarik paksa bukan hanya kebahagiaan Ale tapi juga kami semua. Entah karma apa yang kami hadapi sekarang." Lanjut Darren.

Sean tak menjawab, ia hanya tersenyum lembut kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. "Al.. kamu tau, seperti apa Alicia dan Vanila memandang kamu dan juga Daddy mu?"

Darren menggeleng pelan. Ia tak mengetahui jawabannya.

"Bagi seorang putri, sosok ayah adalah cinta pertamanya. Tapi bagi seorang adik, sosok kakak pria adalah idola dan juga panutannya. Kau tau seperti apa dua wanita itu begitu mengagumi dan membanggakan kalian?" Darren menggeleng meski tetap setia mengikuti langkah Sean yang terasa semakin melambat.

"Vanila pernah bercerita, bahwa ia sangat memimpikan suami seperti ayah mu. Begitu pula Alicia yang bermimpi mempunyai suami seperti ayah dan kakaknya."

Darren bungkam, tak berniat mengikuti kaki Sean yang melangkahkan kakinya lebar meninggalkan Darren dibelakang.

Jika mimpi kedua adiknya adalah suami seperti Gandha, lalu.. apa minpi nya tetap sama meski dengan Gandha yang saat ini bahkan tak diketahui bagaimana keadaannya.

- ☕️ -

"Kamu sudah bangun?" Tanya Darren lembut mengecup puncak kepala istrinya.

Alicia yang masih mengerjapkan matanya beberapa kalo hanya bisa mengangguk perlahan, seingatnya tadi mereka masih di dalam mobil. Ah tidak.. Alicia yang tertidur di dalam mobil sedangkan suaminya menjemput Sean dan Vanila ke dalam lounge. Tapi saat ini, Alicia justru terbangun diatas ranjang yang empuk. Di tempat yang sangat dikenalinya.

"Sayang?" Alicia kembali mengerjap saat ujung hidungnya di gigit pelan oleh Darren.

Wanita itu mendelik sebal. "Usil."

Darren mengendik acuh. Setelah membantu istrinya duduk bersandar pada headboard, Darren ikut mendudukkan dirinya berhadapan dengan sang istri di tepi ranjang.

"Kamu mau kemana?" Tanya Alicia pelan. Ia enggan berkata jika tubuhnya sudah kembali sehat, namun ia juga tak ingin membuat Darren khawatir.

Darren menghembuskan nafasnya berat. "Aku harus ke rumah sakit buat liat kondisi Daddy."

Alicia mencekal pergelangan tangan Darren yang semula mengusap pipinya lembut, "aku ikut."

Darren menggeleng tegas. "Jangan ngaco, kamu baru aja pulang dari rumah sakit. Aku udah cukup khawatir karena penerbangan kita ya, jangan macem-macem."

Alicia mencebik kesal. Ia yang baru saja beberapa jam keluar dari rumah sakit, menambah kepanikan semua orang mengingat mereka akan melakukan penerbangan panjang dari Amsterdam ke Indonesia. Kondisi kacau karena skandal sang ayah dan calon ibu muda itu yang belum stabil merupakan perpaduan pas untuk membuat seorang Darrendra Putra menjadi gila.

"Mas.." rengek Alicia yang tetap diberi gelengan tegas suaminya.

"No! Kamu disini aja, stay di apartement sama Ale dan Mommy. Kalo emang kondisi kamu udah memungkinkan, kita lihat Daddy besok. Oke?"

Alicia menghembuskan nafasnya pasrah, membantah suami dosa kan?

"Kalo gitu aku pergi dulu, assalamualaikum.." pamit Darren mengecup kening istrinya setelah Alicia mencium punggung tangannya.

Bahunya merosot setelah berhasil keluar dari apartement dan memastikan ketiga wanita paling berharga dalam hidupnya tengah beristirahat.

"Al.." Darren terlonjak saat merasakan tepukan di bahunya.

"Uncle," gumamnya saat mendapati Max dan Sean yang sudah berdiri di hadapannya.

"Everything okay?" Darren mengangguk.

"Ya sudah, kita harus segera ke rumah sakit sekarang." Darren mengangguk, menegakkan tubuhnya mengikuti Max yang sudah berjalan di depannya, menyisakan Sean yang hanya diam berjalan disampingnya.

Suasana begitu hening saat tak ada satu pun diantara ketiganya yang membuka suara, namun Darren bisa memperkirakan jika ketiga nya tengah memikirkan hal yang sama.

"Tuan Argandha masuk ke rumah sakit dengan kondisi kritis dan babak belur. Tuan Argandha juga membutuhkan banyak transfusi darah, mengingat stok rumah sakit dan juga PMI yang habis, saat ini kami tengah nencarinya pendonornya."

Darren mengepalkan tangannya menggeram, tidak ada kata baik untuk semuanya  dan Darren tau hidupnya akan semakin kacau setelah ini.

• ☕️ •

RISTRETTOWhere stories live. Discover now