Ristretto (18)

1K 99 13
                                    

Alicia membeku di tempatnya. Pikirannya kacau dan berlari entah kemana tak tentu arah. Bagaimana ia bisa melanjutkan hidupnya jika seperti ini? Ia sudah tak memiliki muka untuk bertemu orang-orang, ditambah lagi dengan penuturan Sean yang semakin membuatnya kehilangan nyali. Apa kata pria itu? Menikah? Sean pikir jika ia menikah itu akan menyelesaikan semuanya? Jelas tidak. Yang ada hanya akan memperkeruh suasana antara dirinya dan Darren belum lagi Vanila nantinya.

"Bang, jangan gila." Ucap Alicia lirih.

"Kamu yang gila. Ini bukan masalah main-main," sentak Sean membuat Alicia tertunduk.

"Kamu cukup diam dan ikuti semua perintah Abang." Sambung Sean tegas membuat Alicia mendongak.

"Abang jangan bercanda. Konsekuensinya lebih berat, kasihan Ale." Ucap Alicia mencoba merayu Sean namun dihadiahi gelengan tegas pria itu.

"Mengenai Ale itu urusan Abang, kamu gak perlu pusing. Yang jelas, kamu cukup mempersiapkan diri kamu." Ucap Sean lalu pergi meninggalkan Alicia yang masih membeku di tempatnya.

- ☕️ -

"Al, dimana?" Pertanyaan tanpa basa-basi Sean cukup membuat Darren mengernyit.

"Di rumah ngurusin ratu abang yang lagi ngambek. Kenapa?" Sahut Darren menyindir Vanila yang cemberut di sampingnya.

"Aku mau ketemu, tapi jangan bawa Vanila. Kamu sendiri aja, dateng ke apartement ku." Balas Sean.

"Apaan sih? Tiba-tiba gitu," Ucap Darren menolak lantaran merasa aneh dengan nada tegas Sean yang diyakini Darren tengah menahan emosi.

"Abang gak bercanda Al. Cepet kesini dan jangan kasih tau Vanila kalo kamu gak mau nyesel karena kehilangan Alice." Balas Sean.

"Al kesana." Dan Sean tersenyum miring setelah mendengar suara Darren sebelum memutuskan panggilannya. Sudah ia duga akan seperti ini.

Setidaknya membutuhkan waktu 45 menit untuk Darren bisa sampai di apartement milik calon adik iparnya. Dengan dahi berpeluh, Darren menggedor pintu apartement Sean membuat Sean berdecak sebal saat membukakan pintu. "Kamu punya sopan santun gak sih?" Keluh Sean yang ditanggapi acuh oleh Darren.

Pria itu bahkan langsung memasuki apartement Sean dan menjatuhkan diri di sofa empuk milik Sean. "Mana Alice?" Tanya nya tak sabar dengan mata berkeliling mencari keberadaan gadisnya.

Sean kembali berdecak sebelum akhirnya ikut mendudukkan diri di sofa seberang Darren, "gak ada disini."

Darren mendelik? Jika seperti itu, untuk apa ia berlarian dari lantai dasar sampai kemari. "Abang nipu Al?"

Sean menggeleng santai, "aku gak pernah bilang ada Alicia disini."

Sial, Sean benar dan Darren menyadari kebodohannya. "Terus?" Sahut Darren menyenderkan tubuhnya pada punggung sofa.

"Abang mau nikah," ucap Sean.

"Ya nikah aja, kalo Ale mau." Sahut Darren santai.

"Bukan sama Ale, tapi Alicia."

'Bugg..
Hantaman dari pria yang duduk dihadapan Sean itu terlalu cepat membuat Sean tak sempat menghindar bahkan ia tak memprediksi ini sama sekali.

"Abang kalo mau gila jangan sama adik Al, apalagi nyentuh punya Alen." Desis Darren dengan mata memerah menatap Sean tajam. Namun bukannya merasa takut, Sean justru tersenyum miring melihatnya.

- ☕️ -

"Masuk.." suara teriakan Alicia terdengar di penjuru kamar milik gadis itu.

Alicia dibuat mengernyit saat mendapati Arthur lah yang memasuki kamarnya dengan beberapa orang mengekor di belakangnya. "Selamat siang Nona," sapa Arthur membuat Alicia mengangguk canggung.

"Siang Arthur, ini—– ini ada apa ya?" Tanya Alicia tak mengerti.

Arthur tersenyum tipis lalu memberi ruang untuk tiga orang wanita dan seorang pria yang mengekor di belakangnya memasuki kamar Alicia. "Saya diperintahkan Tuan Sean untuk membawa mereka kemari Nona."

Alicia mengangguk, "aku mengerti tapi untuk apa, dan siapa mereka?"

"Mereka adalah MUA yang ditunjuk Tuan Sean untuk mendandani anda Nona. Akad nikah anda akan dilangsungkan dua jam lagi." Alicia membulatkan matanya mendengar penuturan Arthur.

"Arthur kau gila?" Pekik Alicia terkejut.

Arthur menggeleng pasti, "saya hanya menjalankan perintah Nona."

Alicia memijit pangkal hidungnya perlahan, "panggilkan Tuan mu itu." Perintahnya yang diberi gelengan kepala oleh Arthur.

"Tuan sedang bersiap Nona. Anda pun harus melakukan hal yang sama." Sial, apa-apaan ini. Alicia sungguh tak bisa mencerna apa yang terjadi. Otaknya buntu saat ini. Benar-benar sulit diajak berfikir.

"Mari Nona.." belum juga ia sempat bernafas, salah satu wanita dari 4 orang asing yang memasuki kamarnya sudah menariknya bangkit dari ranjang dan membuatnya pasrah mengikuti wanita itu yang kini membawa nya duduk di depan meja rias dengan segala peralatan make up yang sudah terbuka di depannya.

Butuh waktu setidaknya satu setengah jam untuk menyiapkan Alicia dan segala riasan serta kebaya yang sudah terpasang cantik di tubuhnya. Sampai saat ini Alicia belum juga berfikir jernih dan masih berusaha mencerna apa yang terjadi padanya.

"Mari ikut saya Nona.." suara Arthur kembali membuyarkan lamunannya. Pria yang dikenalnya sebagai tangan kanan Sean itu sudah berganti pakaian dengan jas yang lebih formal berbeda dengan tadi yang hanya mengenakan kemeja dengan lengan dilipat sesiku.

"Arthur, bisa kau minta Sean untuk membatalkan semuanya?" Pinta Alicia yang sayangnya hanya bisa diberi gelengan kepala oleh Arthur membuat gadis itu hanya bisa pasrah dengan apa yang dihadapinya.

Alicia pasrah begitu saja mengikuti Arthur yang menuntunnya dan membawa gadis itu memasuki apartement milik Sean yang sudah ditata sedemikian rupa dengan berbagai dekorasi bunga dan kain di bagian ruang tamunya, sederhana.. namun indah.

"Lice.." suara itu membuat Alicia membeku di tempatnya. Dapat dilihatnya gadis cantik yang mengenakan midi dress berbahan brokat peach itu berjalan ke hadapannya dengan mata yang sembab dan riasan yang nampak berantakan.

Belum juga Alicia membuka suara, pipi nya sudah terlebih dulu merasakan panas dan perih secara bersamaan dengan wajahnya yang tertoleh ke samping. Gadis itu menamparnya, Vanila menamparnya.

"Gue gak tau kalo loe tega ngelakuin ini sama gue." Ucap Vanila masih dengan isak tangisnya yang kembali berurai.

- ☕️ -

Semua terjadi begitu cepat, ya.. benar-benar cepat. Alicia bahkan belum bisa untuk mencerna semuanya. Namun yang ia tahu saat ini adalah satu, statusnya sudah berubah. Ia bukan lagi seorang wanita lajang yang bebas kesana kemari semaunya sendiri. Ia sudah menjadi seorang istri. Ya.. tepat lima menit yang lalu statusnya sudah berganti menjadi seorang istri.

"Setelah ini, tidak perlu ada yang berubah. Lice, kamu bisa menjalankan hidupmu seperti semula sebelum kejadian laknat itu terjadi dan jangan menakutkan apapun. Tapi ingat satu hal, untuk apapun yang kita lakukan saat ini cukup kita yang mengetahuinya. Jangan biarkan orang lain tau, cukup simpan dan rahasiakan pernikahan ini dengan baik. Kau mengerti?" Alicia mengangguk kaku mendengar penuturan tegas dari Sean.

Pandangannya lalu beralih pada Vanila yang masih belum berhenti menangis disudut ruangan. Hatinya sakit melihat saudarinya itu menangis karena ulahnya, namun apa mau dikata. Alicia pun sebenarnya enggan, tapi takdir Tuhan yang menyeretnya pada hubungan rumit ini.

"Mengenai pertunangan yang sudah dirancang, kau tak perlu membatalkannya. Cukup jalani dan ikuti alurnya. Aku tidak akan membiarkan mu menikah dengan siapapun karena diri mu sudah bukan lagi seorang wanita lajang." Alicia hanya bisa mengangguk kaku, apalagi ini Tuhan.. jeritnya dalam hati.

• ☕️ •

RISTRETTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang