Ristretto (05)

1.4K 120 9
                                    

Gandha kembali mengernyitkan keningnya saat mendapati pagi yang sunyi sama seperti kemarin. Bahkan kali ini lebih parah, dimana ia bisa dengan jelas melihat kondisi kedua anaknya yang sama berantakannya. Darren yang duduk hanya berbalut boxer dan kaos fit body berwarna putih, dengan lingkar mata hitam yang sangat kentara dan rambut acak-acakan. Serta Alicia yang meski berbalut short dress berbahan katun lembut dan make up tipis yang senantiasa menempel pada dirinya tak bisa menutupi matanya yang sembab.

"Kalian baik-baik aja?" Tanya Gandha membuka suara. Mulutnya sudah gatal sekali ingin bertanya pada mereka namun ia bingung harus memulai dari mana.

Darren yang duduk tepat di sisi kiri Gandha memalingkan wajahnya menatap Gandha dengan kening yang mengernyit.

"Baik. Kenapa Dad?" Tanya nya santai.

Gandha menggeleng sebagai balasan lalu beralih menatap Alicia yang sedari tadi hanya memainkan pisau dan garpu diatas piring kosong yang ada di hadapannya.

"Alice.. gimana kencannya kemarin?"

Alicia yang merasa namanya di panggil lalu menoleh dan tersenyum lebar pada Gandha. "Lancar Dad. Zidan orangnya baik, asyik lagi."

Gandha tersenyum menanggapi putrinya yang berujar penuh semangat.

"Syukurlah, kalo begitu kalian bisa semakin dekat." Alicia hanya mengangguk dengan senyum melihatnya.

"Kamu suka sama Zidan?" Tanya Naka yang baru saja datang dari dapur dengan membawa pirinh terakhir berisi salad milik putrinya.

Alicia mengernyit sesaat sebelum kembali menormalkan wajahnya. "Kenapa Mom?" Tanya nya.

Naka menggeleng, "nggak. Kalo kamu memang suka Mommy setuju."

Alicia memasang senyum yang semakin lebar. Zidan adalah sosok pria yang baik, dan bahkan dirinya nyaman di pertemuan pertama mereka sebagai teman. Ya.. dirinya dan Zidan memutuskan untuk menjalin pertemanan sejauh ini.

"Al masuk dulu, mau istirahat," ucap Darren tiba-tiba bersamaan dengan suara derit kursi yang terdengar nyaring.

"Loh itu sarapan kamu belum habis Kak," heran Naka saat mendapati piring Darren yang masih berisi cukup banyak makanan. Hal yang sangat jarang sekali terjadi karena Darren terbiasa menghabiskan makanannya atau bahkan bisa menambah untuk dua kali.

"Udah kenyang Mom," sahut Darren berniat beranjak sebelum suara seseorang menahannya.

"Kak Alen sakit? Mukanya pucet," Darren menegang sesaat ditempatnya sebelum memutuskan menggeleng pelan sembari menatap wajah cantik yang tengah menatapnya khawatir.

"Engga, tenang aja." Sahut Darren lalu melangkah meninggalkan seluruh orang di ruang tamu.

"Alen ada masalah?" Kali ini Naka menghadap suaminya dan menatapnya penuh tanya setelah mendapati wajah lesu dan berantakan putranya pagi ini.

Gandha mengendikkan bahunya, jangankan istrinya–— dirinya saja tak mengerti apa yang terjadi pada putranya itu. Gandha beralih menatap Alicia yang berada di samping Naka dengan tatapan penuh selidik.

Gadis itu bahkan tak menyadarinya lantaran terlalu asyik mengamati setiap gerak sang kakak yang sudah menghilang dari jangkauannya. Gandha berdehem sesaat, "Lice.."

Alicia yang merasa namanya dipanggil pun mengerjap pelan lalu menatap Sang Ayah. "Yes Dad.."

"Kalian ada masalah?" Tanya Gandha langsung.

Alicia mengernyit, "siapa?"

"Kamu sama Al." Sahut Gandha cepat.

Alicia menggeleng, "kita gak ada masalah Dad." Gandha mengangguk mendengarnya. Mungkin memang putra nya itu sedang tidak enak badan.

- ☕️ -

"Hai.." Alicia tersenyum mendengar seruan hangat dari pria yang baru saja memasuki cafe miliknya.

"Udah lama?" Tanya pria itu setelah bercipika-cipiki dengan Alicia dan memeluknya sesaat.

Alicia terkekeh sesaat, "kamu lupa ini cafe punya aku?"

Pria itu menepuk keningnya pelan lalu menyengir menatap Alicia. "Lupa."

Alicia hanya tersenyum lalu mengangguk mendengarnya. "Gak sibuk?"

Pria itu menggeleng. "Pengusaha mah bebas. Kamu gak ada jadwal?"

Alicia memilih bungkam dan hanya menggeleng sebagai jawaban membuat Zidan mengangguk faham. "Ada masalah?" Tanya pria itu.

Alicia menatap Zidan sesaat. "Keliatan?" Zidan mengangguk membuat Alicia menghembuskan nafasnya berat.

"Kamu terlalu ekspresif jadi orang," sahut Zidan membuat Alicia terkekeh paksa.

"Kak Alen ngediemin aku sejak semalem," sahut Alicia tanpa memandang Zidan.

Ia justru tengah asyik memandangi lalu lalang kendaraan bermotor dan pejalan kaki dari balik jendela cafe. Zidan mengangguk mendengarnya.

"Aku harus gimana?" Tanya Alicia terdengar frustasi.

"Gara-gara kita pergi semalam? Aku bisa berbicara pada kakak mu dan meminta maaf?" Tanya Zidan membuat Alicia mengalihkan pandangannya pada pria itu sepenuhnya.

"Tidak perlu, kau tau Kak Al memang se-posesif itu pada ku," sahut Alicia cepat.

Zidan mengendikkan bahunya acuh. "Baiklah kalo begitu."

"Dia semalem cemburu kan?" Alicia menatap Zidan tak suka.

"Jangan bercanda. Untuk apa kakak ku cemburu pada mu? Sudahlah, Kak Al memang selalu seperti itu padaku."

Zidan menggeleng,"aku seorang pria Lice dan aku tau tatapan seperti apa yang diberikan kakak mu semalam. Dia cemburu pada ku."

Alicia menggelengkan kepalanya pelan. Tidak ada alasan bagi Darren untuk mencemburui Zidan. Ini adalah hal biasa yang selalu Alicia dapati saat ada seorang pria yang mencoba mendekatinya. Hanya Darren sang kakak yang terlalu posesif bukan karena cemburu seperti yang Zidan katakan.

"Lice," panggil Zidan membuat gadis itu tersentak.

"Ya?" Tanyanya menatap Zidan.

"Are you okay?" Alicia tersenyum tipis lalu mengangguk samar.

Baik-baik saja? Alicia mulai meragu akan dirinya. Entah kenapa, namun hatinya berdebar hanya karena praduga tak beralasan milik Zidan.

• ☕️ •

RISTRETTOWhere stories live. Discover now