Ristretto (46)

1.7K 136 10
                                    

"Bagaimana?" Tanya Darren pada Sean yang baru saja kembali.

Sean mengangguk mantap, "setidaknya dua atau tiga hari lagi. Itu yang tercepat."

Darren menghembuskan nafasnya berat. "Mengenai Ayasha?"

Max berdehem, "sekretaris ayah mu itu sedang cuti untuk sementara. Trauma karena sikap bar-bar pria sialan yang ada di dalam ICU itu."

Darren tak menyahut, beban di pundaknya sudah terlalu berat dan ia tak berniat menambahnya.

"Besok juga kita bisa mendapatkan semua data yang kita butuhkan," lanjut Sean membuat Darren mendongak.

"Sejak kapan Abang menyelidiki nya?"

"Beberapa hari yang lalu, saat Andreas Hermawan menghubungi ku."

"Andreas Hermawan?" Tanya Darren tak percaya.

Sean mengangguk, "bujang tua itu sudah merasakan banyak kejanggalan dari ayah mu dan kami memutuskan untuk menyelidikinya."

Darren membulatkan matanya tak percaya, "menyelidiki pria tua tidak tau diri yang berada di dalam ICU itu tanpa persetujuan ku? What the hell!"

"Al, tenangkan dirimu." Sahut Max merangkul Darren.

"Bagaimana bisa Pap? Sean memutuskan segala sesuatunya sendiri. Ini keluarga ku jika dia lupa! Kenapa dia bertindak seolah aku adalah orang bodoh disini."

Max mengusap punggung Darren pelan, – emosi selalu berhasil mengambil alih akal sehat dan menyisakan penyesalan setelahnya – setidaknya itu yang selalu Max pahami.

Darren tersinggung akan sikap putranya, namun Darren tak memahami setiap tindakan yang dilakukan Sean pasti beralasan. "Al, Papa faham.. biarkan Sean menjelaskan."

"Bisa kau lakukan semuanya jika hubungan mu dengan Alicia baik-baik saja Al. Tapi saat itu kau bahkan hanya bisa melihat Alicia dari jauh, apa yang bisa kau lakukan?"

Darren termenung ditempatnya. Sean benar, dirinya sudah memiliki masalah rumah tangga nya sendiri dan untuk memikirkan Gandha— rasanya sedikitpun tak pernah terlintas.

Darren terduduk tanpa melepas cengkraman kedua tangannya di kepala. Sean berjalan mendekat dan mengusap punggung tegak yang nampak rapuh itu pelan.

"Kita bisa lewatin semuanya sama-sama Al. Maafkan Abang jika bersikap lancang, Abang hanya ingin membantu kalian. Bagaimana pun, kalian juga keluarga ku."

Darren menghembuskan nafasnya kasar, "maaf."

Sean tersenyum tipis mendengar gumaman Darren, lalu mengangguk.

Tak lama, suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian ketiga nya. Nampak seorang pria muda yang mungkin seusia Sean tengah berdiri di ambang pintu ruang ICU.

"Keluarga tuan Argandha?" Pertanyaan itu refleks membuat ketiganya mengangguk, namun Max bergerak cepat mengambil alih atensi dokter tersebut.

"Bagaimana keadaan saudara saya?"

"Tuan Argandha baik-baik saja, hanya saja kehilangan cukup banyak darah karena tidak segera dibawa ke rumah sakit kemarin. Sampai saat ini kondisi pasien stabil." Max mengangguk lalu mengucap terima kasih sebelum dokter itu beranjak.

"Harusnya aku tak menyeret istri ku pulang hanya karena tingkah konyol pria tua itu," desis Darren.

"Jangan seperti itu Al, bagaimana pun ia tetap ayah mu." Sahut Max membuat Darren tersenyum miring.

"Aku tak merasa memiliki ayah sepertinya." Ucap Darren beranjak bangkit dari posisinya.

"Kau mau kemana?" Tanya Sean ikut bangkit.

"Pulang," sahut Darren acuh.

"Al.. tapi, diri mu bahkan belum melihat kondisi ayah mu."

Darren mengendik acuh mendengar ucapan Max, ia lebih memilih berjalan keluar area rumah sakit dan segera pulang bertemu istrinya di apartemen.

"Sean," desis Max saat melihat putranya beranjak melangkahkan kaki.

"Ayolah Dad, aku juga lelah. Lebih baik aku beristirahat. Toh kondisi entah siapa pria sialan di dalam itu tidak parah."

Max hanya bisa menghembuskan nafasnya, pasrah. Ia tau bagaimana watak kedua pria muda yang sudah meninggalkannya itu.

"Aku juga lelah, tapi aku tidak terlalu tega meninggalkan bajingan itu sendirian. Ah sial.. harusnya aku bisa memeluk Naura dan menggoda perut buncitnya saat ini," gumam Max kesal.

- ☕️ -

"Eungh.." Alicia melenguh saat merasakan ada yang mengusiknya.

"Ouh.. apa aku membangunkan mu?" Tanya Darren menatap tak enak pada Alicia.

Alicia tersenyum tipis, menggeleng dengan tangan terulur ke arah Darren yang tengah asyik menciumi perut buncitnya. "Baru pulang Mas?"

Darren mengangguk acuh karena sibuk terkekeh setelah berhasil menciumi perut buncit Alicia saat ini secara langsung, yaa.. pria itu tadi sempat menyingkap kaos kebesaran istrinya sampai sukses menampilkan perut bucit istrinya yang menggemaskan.

"Aws.."

Darren terkejut, tubuhnya membeku. Kepalanya mendongak menatap Alicia yang tadi sempat meringis. "Aku tak percaya, tapi—"

Alicia tersenyum semakin lebar, "jagoan kita menyambut Ayah nya, hm?"

Darren terkekeh dengan mata berkaca-kaca dan mengangguk. "Tendang lagi jagoan, ayo.. Papa menunggu mu."

Dan benar saja, tendangan kedua itu datang pada titik yang sama. Tepat dimana Darren meletakkan pipinya diatas perut Alicia.

"Ah.. Papa mencintai kalian berdua," ucap Darren mengecupi seluruh sisi perut Alicia yang berhasil membuat wanita itu terkekeh.

"Mas.."

"Hm."

"Bagaimana keadaan Daddy?"

Darren beranjak, ia mendudukkan dirinya tegap setelah berhasil mendaratkan kecupan yang lama pada puncak perut sang istri.

"Apa yang kau harapkan? Pria tua sialan itu berhak mendapatkan balasannya Lice."

Alicia menggeleng tegas, dengan bantuan Darren ia mendudukkan dirinya bersandar pada headboard. "Tapi dia tetap orang tua kita."

Darren hanya mengendik acuh. "Lupakan saja, kamu masih butuh banyak istirahat."

"Mas," rengek Alicia meraih tangan Darren yang hendak beranjak.

"Apa aku tak memiliki hak mengetahuinya karena aku bukan anak kandung Daddy?"

"ALICIA!"

Meski berucap lirih tapi Darren bisa mendengarnya, dan ia tak menyukainya. Pria tampan yang akan menjadi seorang ayah itu menghembuskan nafasnya kasar.

"Istirahatlah. Aku harus mandi." Ucap Darren melepas belitan tangan istrinya dan berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

Alicia bungkam, menatap nanar suaminya sejenak sebelum akhirnya memilih beringsut kembali masuk ke dalam selimut dan memejamkan mata, membiarkan air matanya mengalir begitu saja.

...

Hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk Darren menyelesaikan mandi yang sekaligus mendinginkan isi kepalanya.

Darren tersenyum tipis saat mendekat ke arah Alicia yang sudah meringkuk di balik selimut, sedikit meringis saat mengingat bahwa wanita cantik itu juga tengah mengandung. Tangannya tergerak begitu saja untuk menyingkirkan helai rambut yang menutup wajah cantiknya.

Darren merendahkan tubuhnya lalu mengecup pelipis istrinya lembut, "maaf.. tapi aku terlalu mencintai mu dan aku menolak semua hal yang bisa membuat mu terluka. Termasuk fakta jika kau bukan putri kandung ayah ku, bagaimana pun kau tetap putri mereka sejak dulu sampai kapan pun. Maafkan aku."

• ☕️ •

RISTRETTOOù les histoires vivent. Découvrez maintenant