Ristretto (42)

1.2K 142 6
                                    

"Amanda," sapa Naka lembut pada Amanda yang nampak sibuk menyiapkan makanan diatas meja makan.

Wanita itu mengangguk dengan senyum sopannya menyapa Naka. "Selamat Malam Nyonya."

Naka terkekeh menepuk punggung wanita itu pelan, "panggil Naka saja. Kita tidak terlalu jauh. Lagipula aku bukan majikan mu."

Amanda awalnya ragu, namun melihat sikap Naka yang bersahabat dan binar matanya yang tulus membuat Amanda mengangguk. "Iya, Naka."

Naka tersenyum. Pandangannya mengedar ke penjuru meja makan. "Kau memasaknya seorang diri?"

Naka bertanya takjub. Diatas meja makan terdapat beberapa jenis makanan Indonesia seperti oseng kangkung, ayam goreng, sambel terasi, telur balado, dan banyak lainnya.

Amanda mengangguk. "Sean berkata merindukan makanan Indonesia. Sudah enam bulan ini ia belum kembali kesana, jadi aku memutuskan memasaknya."

"Apa mudah mencari bahannya, maksudku.. kau tau seperti— kangkung?"

Amanda terkekeh lalu mengangguk, "Belanda tidak akan membuat mu sulit beradaptasi, percayalah. Belanda memiliki banyak tempat makan dan juga toko yang menjual makanan Indonesia. Hanya saja yah.. harganya akan mencekik mu jika kau bandingkan dengan Indonesia."

Naka dan Amanda tertawa mendengarnya. "Sepertinya menyenangkan. Boleh aku tinggal disini?" Tanya Naka membuat Amanda terkejut.

"Kau bercanda?" Naka menggeleng.

"Yah.. setidaknya untuk sementara waktu. Kau tau kan, anak-anak ku berada disini semuanya. Sangat membosankan tinggal di Jakarta seorang diri." Jelas Naka.

Amanda mengangguk faham. Perihal tinggal seorang diri tak perlu ditanya, Amanda sudah menjalaninya lebih dari separuh umurnya dan ia tau betapa menyedihkannya itu. "Tinggalah disini, lagipula rumah ini milik calon menantu mu."

Naka menggeleng mendudukan dirinya di meja makan, "duduklah."

Amanda mengangguk dan menurut, "putra putri ku menganggap mu seperti ibunya sendiri, itu artinya kau ini saudara ku. Jadi jangan pernah sungkan kepada kami, apalagi diri mu lah merawat Alicia selama ini. Amanda, jika kau merasa kesepian karena mungkin Alicia dan Al akan kembali ke Indonesia nanti.. datanglah ke rumah ku. Kita bisa tinggal bersama sebagai seorang saudara dan menghabiskan waktu untuk membicarakan banyak hal."

Amanda tersenyum lembut. Naka adalah wanita baik yang tulus, betapa beruntungnya ia memiliki ketiga anak yang baik dan juga calon menantu yang sama baiknya. "Kau terlalu baik Naka."

Naka tersenyum simpul enggan menanggapi.

"Wah.. banyak sekali, kau memasaknya Amanda?" Tanya Sean yang baru saja sampai di meja makan dengan pakaian santainya.

Amanda mengangguk membiarkan Sean duduk di hadapannya dan membuka piring miliknya paling awal. "Boleh Sean duluan Mom?"

Naka terkekeh mengangguk cepat, "makan saja Sean astaga. Kamu kira apa harus nunggu Mommy."

Sean ikut terkekeh sejenak sebelum akhirnya beralih mengambil nasi dan beberapa lauk pauk.

"Boleh Mommy ngomong sama kamu?" Tanya Naka memperhatikan Sean yang sibuk makan.

Naka tersenyum tipis. Sean ini sama seperti anak-anaknya yang lain. Sejak kecil pria yang akan menjadi menantunya ini hidup pula dengannya. Setiap datang ke Indonesia, Sean tidak pernah absen mengunjunginya.

"Boleh Mom."

"Nanti ya, kamu makan aja dulu." Sean mengangguk.

Malam ini ia ditemani dengan Naka dan Amanda di rumah. Vanila kembali merengek menemani kedua kakaknya tadi. Lagipula, Sean ingin memberikan mereka bertiga waktu bersama.

Tak terasa makan malam terasa begitu hangat dengan obrolan-obrolan ringan dari Naka dan Amanda. Sean tersenyum tipis melihatnya.

"Perlu ku bantu?" Tawar Naka pada Amanda yang diberi gelengan oleh wanita itu.

"Tidak perlu, ku rasa kalian perlu istirahat."

Naka mengangguk, mengajak Sean untuk memasuki kamarnya.

"Mommy mau kamu jujur," ucap Naka membalikkan badan setelah mendengar pintu kamarnya tertutup.

Sean mengernyit, menunggu kalimat selanjutnya dari calon mertuanya itu. "Siapa Amanda?"

Sean terhenyak namun secepat itu pula ia mempertahankan mimik wajahnya, "maksud Mommy? Dia karyawan Mama di butik."

Naka menggeleng mendudukan badannya angkuh, "kamu kira kamu bisa nipu Mommy? Amanda gak mungkin sekedar karyawan biasa. Siapa Amanda sebenarnya dan apa hubungannya sama Alice?"

Sean kali ini tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Tubuh yang semula bersandar pada daun pintu bahkan kini sudah berdiri tegak, "apa yang Mommy tau?"

Naka tersenyum miring, "Mommy tau apa yang Alicia harus tau."

Sean menghembuskan nafasnya, memilih melangkah dan bersimpuh di depan Naka. Ia juga lelah menyimpan segala sesuatunya.

Naka tersenyum lembut membawa kepala Sean untuk berada diatas pangkuannya dan mengusap kepala pria itu lembut. Sejak awal Sean sudah menjadi anak bagi Naka. Bahkan Naka lebih banyak menghabiskan waktu bersama Sean saat Darren masih bayi. "Cerita sama Mommy."

"Mommy tau alasan Alicia pergi, mengenai ucapan Gandha soal ibu kandungnya. Mommy yakin kamu tau." Sean mengangguk pelan dengan mata terpejam.

"Amanda?" Tanya Naka pelan, namun tersenyum saat Sean menganggukkan kepalanya meski tetap bungkam.

Sean mendongak, menatap Alicia yang tersenyum lembut padanya. "Mommy tau darimana?"

"Perasaan seorang ibu." Sahut Naka membuat Sean hanya mengangguk.

"Masuklah Amanda, aku tau kau mendengarnya."

Selain Sean, Amanda yang memang sedari tadi berdiri di depan pintu kamar Naka pun merasakan hal yang sama. Ia tadi hanya ingin membawakan secangkir teh hijau untuk Naka namun ternyata ia mendengar sesuatu yang sukses membuat dadanya bergemuruh.

Amanda mendongak saat mendengar suara pintu terbuka. Di hadapannya tengah berdiri dengan anggunnya wanita yang saat ini ia ketahui sebagai ibu dari putri kandungnya. Putri yang ternyata sudah 6 bulan lamanya ia rawat.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Naka lembut membuat Amanda mengangguk kaku.

"Sean, ku rasa kau perlu menjelaskannya kembali pada Amanda." Ucap Naka membuat Sean yang berdiri di belakang tubuh wanita itu menghembuskan nafasnya berat.

"Maafkan aku Amanda, tapi yaa.. Alicia adalah putri mu."

- ☕️ -

"Kalian akan kembali ke Indonesia?" Tanya Vanila terkejut.

Darren mengangguk, "ya ada beberapa hal yang tak bisa kita selesaikan jika kita terus disini Le."

Vanila mendengus tak suka, "apa? Bisnis? Alah persetan sama semuanya."

Alicia tersenyum maklum, "Le.."

Vanila memicing, "Mommy pengen pisah sama Daddy."

"APA?!" Pekik Vanila terkejut.

Darren mengangguk, "itu alasan kenapa kita harus ke Indonesia Le. Bukan cuma kakak sama Alice, kamu juga."

Vanila mendesah, "kenapa gitu? Ale gak mau sakit hati sama Daddy lagi."

Darren tersenyum lembut mengusap adiknya yang duduk tepat di samping brankar istrinya, "kamu mau mereka pisah?"

Vanila menggeleng pelan. "Itu poinnya, kita harus buat Daddy kembali seperti dulu dan buat Mommy membatalkan niatnya."

Bahu Vanila merosot. "oke," lirihnya.

• ☕️ •

RISTRETTOWhere stories live. Discover now