Ristretto (13)

1.1K 111 4
                                    

"Ya Dad.." gumam Darren dengan mata terpejam menyahuti panggilan dari ayahnya.

"Kau belum bangun Son?" Pekik Gandha membuat Darren berdecak. Oh yang benar saja, kenapa dirinya selalu berhadapan dengan orang-orang yang gemar memekik. Darren hanya bergumam sebagai jawaban. Kepalanya bahkan masih berdenyut merasakan jet lag ditambah sisa alcohol yang diminumnya semalam di salah satu pub.

"Bergegaslah bangun, ini bahkan sudah sore. Daddy dan Mommy menunggu mu di rumah." Sambung Gandha.

"Aku tidak merasa memiliki janji dengan kalian Dad."

Gandha berdecak, "kau kira seorang anak hanya akan menemui orang tuanya saat memiliki sebuah janji? Dimana akal sehat mu." Sahut Gandha tajam.

"Cepat mandi dan datang kemari. Jika dalam satu jam kau tak sampai di rumah, maka jangan harap nama mu tetap berada di kartu keluarga ku," Darren mendelik bertepatan dengan Gandha yang mematikan panggilannya. Apa-apaan ini? Dirinya diancam oleh Ayahnya?

Darren tak habis fikir. Dengan menyibakkan selimut kasar, ia beranjak menuju kamar mandi dan menuruti permintaan Ayahnya sebelum namanya benar-benar di hapus dari kartu keluarga seorang Muhammad Argandha Putra dan Nantika Senja Pradipta.

- ☕️ -

"Kaakk.." suara pekikan kencang membuat Darren mengernyit sembari menghentikan langkahnya. Tak lama pun ia merasakan seseorang menabrak tubuhnya membuat Darren sedikit oleng dan nyaris terjatuh.

"Ale.." gumamnya saat membuka mata dan mendapati Vanila dalam pelukannya. Bagaimana bisa gadis itu ada dipelukannya saat ini?

"Apa? Tak berniat menyambut ku heh?" Ketus Vanila membuat Darren menggeleng pelan meski dengan kening berkerut. Darren membalas pelukan Vanila sama eratnya bahkan meletakkan dagunya diatas kepala gadis itu.

"Bagaimana bisa kau sudah sampai disini?" Bisik Darren membuat Vanila semakin mengeratkan pelukannya.

"Mabuk heh? Aroma mu masih menyengat, bahkan kau sampai lupa hari sampai tak menyadari ini jadwal kedatangan ku bersama Sean." Sahut Vanila ikut berbisik.

Melonggarkan dekapannya, Darren kini semakin mengerut menunduk memandanga gadis itu. Benarkah? Apa ia semabuk itu sampai tak menyadari waktu dan bahkan sebanyak apa ia meminum alcohol sialan itu sampai adiknya ini mampu mencium alcohol dari dirinya. Pertanyaannya, berapa lama ia tertidur?

"Kau yakin selama itu?" Vanila mengangguk mendengar bisikan Darren.

"Kau benar-benar melupakannya Kak?" Vanila memekik tertahan menatap Darren tajam.

"Berapa gelas kau habiskan?" Sambungnya menggeram membuat Darren memejamkan matanya mencoba mengingat. Namun bukannya mengingat, Darren justru mengumpat saat mendapati tak ada satu pun yang berhasil diingatnya selain justru rasa pusing yang menderanya.

"Le, katakan pada ku tanggal berapa saat ini?" Sahut Darren setelah membuka matanya.

"Tanggal dua puluh satu." Balas Vanila cepat.

"Shit!" Umpat Darren sembari melepaskan pelukannya membuat Vanila lakukan.

"Kau ini apa-apaan Kak?" Sentak Vanila tak terima akan umpatan Darren.

Darren menatap memelas pada adiknya itu, "ku rasa aku tertidur lebih dari dua puluh empat jam Le." Cicitnya pelan mengacak rambutnya frustasi.

"APA? JANGAN BILANG KAU MEMINUM LEBIH DARI SATU BOTOL KAK??" Pekik Vanila tak percaya membuat Darren mendelik. Tak lama Darren dibuat mendengus kasar melihat kedua orang tuanya dan Sean datang tergopoh pasti karena pekikan Vanila.

"Apa ini? Kalian kenapa? Apanya yang satu botol Le?" Kali ini Darren mendelik tajam pada Vanila mendengar pertanyaan bertubi dari Naka dan tatapan penuh tanya dari kekasih Adiknya. Sedangkan Vanila, bukannya takut gadis itu justru membalas menatap Darren tak kalah tajam.

"Tidak Mom, putri mu ini meminta ku membawanya ke pabrik yogurt kesukaannya itu dan meminta lebih dari satu botol terbesar untuk ku belikan." Sahut Darren mengalihkan pandangannya pada Naka.

"Benarkah? Ayolah Sayang, harusnya kau mengatakannya pada Mommy." Sahut Naka membuat Vanila hanya bisa menyengir kaku. Lihat saja kakaknya itu, Vanila akan memberikan hukuman untuknya. Ia memejamkan matanya sesaat saat rasa pusing tiba-tiba menderanya. Entah kekacauan apa yang dibuat oleh kakaknya itu lusa kemarin saat sampai di Indonesia.

"Al.." Darren menoleh saat mendengar suara Gandha memanggil namanya.

"Yes Dad," sahutnya menatap Gandha.

"Bisa kita bicara? Ada yang ingin ku bicarakan berdua dengan mu." Darren mengangguk mendengarnya.

"Apa kalian akan membicarakan bisnis disaat putri ku baru saja pulang?" Suara Naka berhasil menahan langkah kedua Ayah dan anak itu.

Gandha mengusap punggung istrinya pelan. "Kami tidak membicarakan bisnis sayang, tenanglah. Ini hanya pembicaraan diantara sesama lelaki dan ku rasa kau pun memahaminya." Naka mengangguk dengan senyum mendengarnya.

"Baiklah, tapi pastikan kalian tak akan lama." Gandha mengangguk lalu mengecup kening istrinya sebelum melangkah menuju ruangannya dengan diikuti Darren di belakangnya.

"Kalian, beristirahatlah." Ujar Naka menggandeng Vanila dan Sean di kanan-kirinya.

"Aku akan ke apartemen Aunty." Naka mendelik lalu memukul bahu Sean pelan mendengarnya.

"Apa-apaan kau ini? Tak menganggapku Ibu mu heh?" Sahut Naka membuat Vanila terkikik pelan.

Sean meringis, bukan karena sakit tapi ia terkejut melihat sikap spontan dan bar-bar calon mertuanya yang tak pernah hilang. "Bukan seperti itu. Ayolah Aunty, apa kau ingin putri mu itu selalu membuntuti ku jika aku ada disini?" Kali ini Vanila mendelik dan menyempatkan tangannya untuk mencubit pinggang Sean membuat pria itu merintih kesakitan.

"Argh.. kalian ini, kenapa senang sekali menyiksa ku?" Keluhnya.

"Salah sendiri bibir mu itu mengucap seenaknya." Sahut Vanila kesal.

"Aku hanya mengucapkan fakta Sayang. Lagipula bukankah kau kemari untuk menghabiskan waktu dengan orang tua dan kakak-kakak mu? Aku hanya memberi mu ruang. Apartemen ku pun tak jauh dari sini hanya lima belas menit." Jelas Sean.

Vanila mendengus. "Sudahlah terserah, beristirahatlah dulu. Setelah makan malam kau bisa pergi tapi sementara tetaplah disini. Aku ingin mengenalkan kalian pada calon tunangan Alen." Akhirnya Sean hanya bisa mengangguk tanpa berniat kembali membantah.

- ☕️ -

"Apa maksud mu Dad?" Tanya Darren bingung.

"Daddy serius Al, adik mu itu tiba-tiba saja menelfon Daddy subuh-subuh dan mengatakan harus pergi ke Thailand untuk pemotretan mendadak. Dan sampai saat ini Daddy tak mendapatkan kabar darinya." Jelas Gandha membuat Darren memijit pangkal hidungnya pelan.

Apalagi ini, apa yang Darren lewatkan selama tak sadarkan diri akibat mabuk dan jet lag tempo hari. Oh Tuhan.. rasanya Darren ingin berteriak dan merutuki kebodohannya.

"Daddy sudah melacak ponselnya?" Tanya Darren saat sebuah solusi terlintas di kepalanya.

Gandha mengangguk. "Jangankan melacak ponselnya, bahkan Daddy dibuat terkejut saat menelfon Mika dan pria itu mengatakan bahwa Alicia tak memiliki jadwal apapun dua minggu ini karena permintaan Ale." Apalagi ini? Darren mendesah.

"Dad, ku rasa kita membutuhkan bantuan Sean." Ucap Darren.

"Maksud mu?" Tanya Gandha tak mengerti.

"Kau tau, pria itu adalah orang tergila yang bisa melakukan apapun. Ku rasa kita bisa memintanya untuk membantu kita." Jawab Darren.

"Kau yakin?" Tanya Gandha yang diangguki Darren mantap. Tidak ada pilihan. Baik Gandha dan dirinya tidka bisa melakukan apapun disituasi penuh kepanikan seperti ini.

Alice loe dimana, batin Darren.

• ☕️ •

RISTRETTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang