Ristretto (34)

1.2K 147 15
                                    

"Shit," umpat Sean saat mendapati seseorang sudah duduk diatas meja kerja ruangannya.

"Kau? Oh Tuhan.. apa yang kau lakukan di kantor ku Al, God." Gerutu Sean.

"Berisik bang," sahut Darren acuh.

Sean berdecak mengalah, pria itu memilih segera duduk ditempatnya dan memperhatikan Darren yang sudah melompat turun dari mejanya lalu memilih duduk di hadapan Sean.

"Kenapa?"

Darren mengernyit tak mengerti. "Apa?"

"Ya kenapa kamu kesini? Abang gak tau kamu mau ke Amsterdam."

Darren mengangguk, "Al juga gak tau kalo Al mau ke Amsterdam."

Sean berdecih. Harusnya ia tak bertanya apapun pada pria gila di hadapannya itu.

"Ale mana?"

Sean mengernyit, "kuliah."

Darren menggeleng, "gak ada."

"Iya?" Tanya Sean terkejut.

Darren mengangguk, "tadi Al dari sana tapi ternyata gak ada. Nunggu tiga jam sampe kosong."

"Dia gak bilang mau kemana," sahut Sean.

"Selingkuh kali, capek sama Abang."

Sean melemparkan bolpoin yang dipegangnya begitu saja, "mulut kamu."

Darren terkekeh tipis, sangat tipis yang sukses membuat Sean miris. Sudah enam bulan berlalu dan Darren berubah begitu drastisnya. Tak ada lagi sikap konyol milik pria itu, yang ada hanya wajah datar tanpa ekspresi bahkan tak jarang Sean menemukan tatapan kosong itu dimatanya.

"Al," panggil Sean pelan membuat Darren berdehem.

"Kamu kenapa ke Amsterdam sampe nyari Vanila dan gak ngabarin Abang?"

"Alen cuma kangen sama adik Al bang."

"Tapi Aunty Senja?"

"Mommy lagi kerumah Oma." Sahut Darren.

Sean mengangguk faham, "udah telfon Vanila?"

Darren menggeleng sembari sibuk memainkan ponselnya, "gak diangkat."

Sean berdecak lalu segera mengambil ponsel di saku jas nya. Setelah mendapatkan nama gadisnya, Sean pun segera menyambungkan panggilannya. Panggilan pertama tak terjawab dan hal tersebut sukses membuat Sean membulatkan matanya.

Tak berhenti sampai disitu, Sean pun kembali mencoba dan kali ini berhasil. Pada dering kedua, Vanila sudah mengangkat panggilannya.

"Ha—"

"Abang.." suara wanita itu memekik riang menyapa indera pendengaran Sean membuat senyum dibibirnya terkembang.

"Abang nanti kesini? Tadi kata Alice abang yang mau jemput dia kesini nanti."

Sean tersenyum miris mendengarnya. "Iya kesana, tapi gak sekarang—"

Sean menggantungkan kalimatnya, kali ini matanya bergerak cepat memperhatikan Darren yang nampak tengah menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat.

"—ada Darren disini," lanjutnya pelan.

- ☕️ -

"—ada Darren disini," Alicia tak mampu lagi membuka mulutnya saat mendengar lanjutan kalimat dari Sean tadi.

Jantungnya bahkan berdetak sangat cepat dan mengambil alih kesadarannya. Darren disana, di Amsterdam? Itu Darrennya kan? Kakak yang juga suami tersayangnya?

RISTRETTOOnde histórias criam vida. Descubra agora