Ristretto (17)

1.1K 124 6
                                    

"Abang.." gumam Alicia sesaat setelah membuka mata dan menemukan sosok pria yang sangat dikenalinya tengah duduk tertidur di sofa kamarnya, Sean.

Pria itu nampak lelah, sangat lelah. Namun bukan itu masalahnya. Yang menjadi pertanyaan dibenak Alicia adalah bagaimana caranya pria itu bisa menemukan dan memasuki apartement miliknya. Bahkan Alicia sendiri yakin, keluarganya tak ada yang mengetahui bahwa dirinya memiliki satu unit apartement disini.

Alicia bangkit dari posisinya dengan perlahan, sedikit bersusah payah dan meringis saat merasakan kepalanya yang berdenyut ngilu. Seingatnya ia tak meminum alcohol sedikitpun, tetapi memang dirinya menangis tergugu semalaman. Sungguh ia tak ingin berkaca saat ini, namun sialnya.. cermin berada nyaris di seluruh sudut kamarnya. Hal yang kali ini ia sesali, kebodohannya yang terlalu mencintai cermin.
Lihat saja, matanya yang bengkak serta wajah dan rambut tak beraturan. Tidak ada Alicia Swan, si model cantik kebanggaan Indonesia. Yang ada hanyalah Alicia Aleira—— putri angkat keluarga Argandha Putra.

"Kau sudah bangun?" Tanya suara berat yang terdengar serak di telinga Alicia membuat gadis itu menoleh ke arah asal suara.

"Bang Sean.." gumam Alicia pelan. Sean mengangguk pelan lalu bangkit dari duduknya.

"Apa aku melewatkan sesuatu, hm?" Tanya nya berjalan ke arah ranjang Alicia. Alicia tak menjawab, ia justru menunduk berniat menyembunyikan wajahnya dari jangkauan Sean namun sayang—— baru saja ia menunduk, sebuah tangan tertahan di dagunya dan membuat gadis itu kembali mendongak.

"Lice, aku bertanya sekali lagi. Apa aku melewatkan sesuatu?" Tanya Sean ulang, kali ini lebih lembut namun penuh penekanan.

Alicia memilih bungkam, namun air mata yang kembali mengalir di pipinya menjadi pertanda bahwa gadis itu tidak baik-baik saja dan Sean mengetahuinya.

"Alice, jawab Abang." Kali ini Sean bertutur lembut bahkan memajukan wajahnya menatap Alicia.

Alicia mendongak dan tanpa kata ia menubrukkan tubuhnya dalam pelukan hangat Sean. Kembali menangis tergugu disana.

- ☕️ -

"Le.." Merasa namanya dipanggil, Vanila yang semula asyik membaca novel pun mendongakkan kepalanya dan berdecak saat mendapati Darren tengah berdiri di ambang pintu.

"Kamu gak mempersilahkan Kakak masuk?" Tanya Darren pelan saat menyadari wajah murung adiknya.

"Gak di suruh juga udah masuk kan," sinis Vanila yang membuat Darren mengangguk lalu berjalan mendekati ranjang milik Vanila dan duduk tepat di hadapannya.

"Kakak mau ngomong.. boleh?" Tanya Darren berhati-hati. Vanila sedang dalam mode terburuk. Salah sedikit saja pasti akan berujung panjang. Dan sialnya, pagi tadi Darren tidak berhasil menarik pawang gadis itu untuk datang. Padahal Darren yakin jika Sean berada disini, adiknya itu pasti sudah bersikap baik dan manis seperti semula.

"Dari tadi emangnya Kakak ngapain kalo gak ngomong? Pake minta ijin segala, telat." Darren hanya mampu menelan salivanya kasar mendengar ucapan sarkas milik adiknya. Vanila dan mulutnya yang pedas adalah satu kesatuan. Sangat sulit di pisahkan.

"Le.." rengek Darren dengan puppy eyes nya membuat Vanila berdecak.

"Apasi kak, ah." Kesal Vanila. Jika percakapan diantara mereka berdua sudah berubah menjadi gue-loe, hanya ada 2 kemungkinan nya. Pertama, salah satu diantara mereka tengah kesal pada yang lainnya dan kedua, salah satu diantara mereka tengah murka pada lainnya. Dan kali ini, Vanila sedang ada di posisi pertama.

Darren memberikan cengiran khas nya. Percayalah, jika Vanila sudah sulit diajak bicara dan tak ada Sean di dekatnya—– Darren hanya perlu merengek dengan memasang wajah memelas atau puppy eyes andalannya dan valaa.. Vanila pasti akan kembali luluh seketika. Lihat saja yang terjadi saat ini.

"Kakak mau minta maaf elah Le." Sahut Darren memelas.

Vanila berdecih, "cih, minta maaf kata nya. Basi Kak elah."

"Gitu amat si Le. Kan Kakak serius." Sahut Darren.

"Apaan sih Kak?" Geram Vanila membuat Darren menyengir dan menggaruk tengguknya yang tak gatal.

"Kakak serius Le. Kak Al minta maaf soal Daddy semalem." Ucap Darren serius.

Vanila menghembuskan nafasnya berat, "yang salah Daddy kenapa kakakyang minta maaf."

"Ya kakak kan gak mau kalian ribut gara-gara kak Al," ucap Darren tak enak.

Vanila kembali berdecak. Sial sekali dirinya harus berhadapan dengan Darren yang bodoh pagi ini. "Sadar kalo kakak biangnya? Tanggung jawab dong." Sahut Vanila sewot.

Darren mengernyitkan keningnya, "kakak mesti tanggung jawab kaya gimana?"

"Kak Al tuh bego nya kebangetan Kak, astaga. Kak Al lupa empat hari yang lalu kamu kaya orang gila dengan tiba-tiba terbang ke Amsterdam cuma buat curhat ke Ale trus tinggal disana selama dua jam doang dan pulang katanya mau berjuang. Ini yang kata kakak berjuang? Bullshit Alen!" Seru Vanila kesal di akhir.

"Ya gimanaa.. kakak juga bingung Le." Ujar Darren menghempaskan tubuhnya ke queensize milik Vanila.

"Kak Al serius gak sih sama Alice?" Tanya Vanila geram.

"Ya serius lah menurut kamu kakak main-main?" Sahut Darren dengan mata terpejam.

"Ya kalo serius harusnya Kak Al gak gitu lah Kak. Ini ngomong serius tapi kamu nya nerima dijodohin sama orang lain. Gila," desis Vanila.

"Salahin Alice dong kenapa mau-maunya dijodohin sama beruk kaya Zidan?" Balas Darren tak terima.

"Ya kamu dong Kak yang gentle jadi cowok. Kalo kak Al aja gak bisa ngeyakinin diri kakak sendiri, gimana bisa ngeyakinin Mommy sama Daddy?" Darren tertegun mendengarnya. Vanila benar. Jika ia saja tak bisa meyakinkan dirinya sendiri, bagaimana caranya ia bisa meyakinkan kedua orang tuanya.

- ☕️ -

"APA?" Pekikkan itu terdengar ditengah isak tangis Alicia.

"Ulang Lice, coba ulang," desak Sean masih berusaha mencerna ucapan adiknya itu.

Alicia tak menjawab. Ia hanya menangis tersedu dengan wajah tertunduk dalam. Sean menjambak rambutnya kasar bahkan erangan pria itu mampu membuat Alicia semakin menciut. Sean marah.. Alicia tau itu. Pria yang masih dicintai nya itu sedang marah besar saat ini.

"Abang urus semua," ucap Sean membuat Alicia mendongak dan menggeleng cepat.

"Ja-jangan.." ucap Alicia terbata.

Sean mendelik, "kamu bilang jangan? Ini udah keterlaluan Alicia." Balas Sean keras.

"Jangan Bang, tolong.." pinta Alicia. Membuat Sean mendesah pelan. Ia kini sudah kembali menjatuhkan dirinya terduduk di atas ranjang tepat di hadapan Alicia.

"Terus Abang harus gimana?" Tanya nya frustasi. Bukannya menjawab Alicia justru kembali terisak dalam. Hidupnya sudah hancur, hanya itu yang terus di pikirkan olehnya.

"Kita urus pernikahan, Abang tanggung jawab." Dan Alicia hanya bisa membulatkan matanya mendengar penuturan Sean tiba-tiba.

• ☕️ •

RISTRETTOWhere stories live. Discover now