37

2.3K 78 0
                                    

Langkah kaki Sia berhenti di tengah-tengah anak tangga teratas, ia mengumpulkan udara, napasnya kemudian berembus dengan kencang, bersamaan itu juga matanya yang semula terpejam membuka kembali sebelum akhirnya ia berbalik badan, menyorot penuh amarah kepada seseorang yang sejak tadi mengikuti ke mana pun dirinya pergi.

"Kak please, jangan gangguin aku terus. Aku udah nggak suka kak Elgo, kita juga udah putus. Urus aja kehidupan kak Elgo sendiri, aku nggak suka diganggu." Sia berkata tegas, sorot matanya berkobar api kemarahan, ia jelas terusik. Sejak pulang sekolah tadi, ke mana pun dirinya pergi, di belakangnya selalu ada Elgo, itu membuat Sia kesal bukan main, seolah-olah tindakan yang akan dirinya lakukan begitu buruk dan ada kaitannya dengan Elgo.

"Beri aku waktu lima menit untuk bicara sama kamu, tolong Sia."

Tangan Sia terkepal kuat, ia sudah berada di ambang batas, entah kenapa perasaannya sejak pagi tadi sungguh tidak keruan, kesal terhadap sesuatu, termasuk kali ini. Melihat wajah Elgo membuat Sia bertambah muak.

"Mau ngomong apa lagi sih?! Udahlah, lo sekarang pergi aja dari hadapan gue! Nggak penting tahu nggak?!" ucap Sia dengan bentakan yang begitu kental, suaranya bergetar ditelinga Elgo, bahkan cowok itu menahan napasnya waktu Sia bicara. Elgo menatap Sia dengan sorot mata nanar penuh luka. Bahkan rahangnya ikut bereaksi dengan kencang ketika Sia berkata kasar seperti tadi. Kata gue elo yang digunakan cewek itu mengakibatkan Elgo menahan amarah.

"Aku janji, setelah ini aku nggak bakal nemuin kamu lagi, ini untuk terakhir kalinya, beri aku kesempatan. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu," ujar Elgo dengan nada suara lirih dan sedikit bergetar, menyiratkan banyak sekali luka yang sedang menampung di tubuhnya.

Elgo menatap sorot mata Sia, memegang lengan tangan ramping gadis dihadapannya ini meskipun Sia sudah meronta minta di lepaskan. Elgo ingin bicara empat mata dengan gadis itu, ia memang ingin menyerah. Sia bukan takdirnya, tapi bukan cara seperti ini perpisahan yang ia inginkan.

"Lepasin tangan gue nggak?! Kak Elgo yang gue kenal nggak main kasar seperti ini. Lepasin!" Sia berontak, memukul lengan Elgo.

Setelah berhasil, Sia menatap cowok itu dengan emosi yang sudah mengambil alih semua tubuhnya. Refleks, dengan kedua tangannya, Sia mendorong dada Elgo dengan kencang dan kuat. Elgo awalnya mencoba untuk menyeimbangkan tubuhnya agar tetap berdiri di undakan tangga, namun usahanya tidak berhasil, dorongan yang Sia lakukan begitu kasar dan kencang.

Kejadian itu berlangsung begitu cepat, Elgo tumbang dan jatuh menggelinding dari atas tangga. Sia memekik kencang, matanya mengerjap karena tidak percaya apa yang sudah ia lakukan. Napasnya berubah memburu, kedua tangannya terangkat ke udara. Sia menelan ludah, ia menatap kedua telapak tangannya, tidak percaya apa yang sudah ia lakukan.

"KAK ELGO!"

Sia langsung menuruni undakan tangga dengan buru-buru, ia langsung mendekati tubuh Elgo yang begitu sekarat. Tubuhnya penuh luka, banyak darah yang mengalir di pelipisnya. Samar-samar, cowok itu menatap Sia, tersenyum tipis, tangannya terangkat meskipun begitu lambat, Elgo menyentuh pipi Sia yang sudah terisak di sampingnya.

"Maaf," ucap Elgo pelan sebelum akhirnya menutup matanya, cowok itu tidak sadarkan diri sehingga tangis Sia semakin histeris.

"Kak Elgo bangun! Aku nggak sengaja, maafin aku kak. Please bangun kak, aku nggak bermaksud seperti ini." Sia menangis, mengguncangkan tubuh Elgo, air matanya turun dengan deras, hingga cairan itu jatuh di seragam Elgo yang tidak putih lagi. Tapi usaha yang ia kerahkan tidak membuat dengan mudah bagi Elgo untuk kembali membuka matanya, dengan napas yang terdengar teratur, satu bulir air mata turun dari sudut matanya yang terpejam.

Beberapa jam kemudian.

Sia menunduk di depan ruangan Elgo yang sedang di periksa oleh dokter, gadis itu menyandarkan tubuhnya di dinding, sesekali menengadah wajahnya ke atas agar air matanya tidak tumpah. Ia tidak menyangka jika akan berakhir serumit ini.

If I Don't Hurt You (END)Where stories live. Discover now