17

3.3K 147 0
                                    

Sia agaknya memang harus cerita, lagipula Elgo sudah menolongnya, bukan masalah besar sebenarnya, sebelum mengangguk mengiyakan, Sia sempat mendengkus seraya meringis sesaat. Lalu, ia langsung menepis tangan Elgo yang masih membaluti lengannya.

"Iya, tapi kak Elgo harus janji setelah cerita, aku diijinkan balik," ujar Sia dengan tatapan memohon, bersama dengan kata-kata yang keluar dari bibir mungilnya, gadis itu segera memosisikan bokongnya seperti menit yang lalu. Sia terduduk di sofa, kali ini lebih condong mengarah ke arah Elgo agar dirinya bisa bercerita dengan nyaman.

"Iya, gue janji, buruan cerita. Kenapa lo pingsan di depan toilet dan pipi lo kenapa merah-merah kayak gitu?" ucap Elgo begitu serius, tanpa sadar tangannya terulur dan hendak menyentuh pipi Sia. Namun, belum juga tangan kekarnya mendarat di sana, Sia segera menghindar, ia tidak mengijinkan cowok disampingnya ini melakukan hal seperti itu.

Sia segera memutar otaknya, mencari sebuah alasan yang masuk akal, untung saja pikirannya masih jernih, jadi secepat mungkin Sia menemukan ide dan langsung mengutarakan semuanya.

"Emm ... Tadi di toilet banyak nyamuk, terus ada yang hinggap di pipi aku, terus aku tampar pipi aku sendiri, jadi aku nggak sadar kalo tamparan aku sendiri sangat kuat, jadinya merah deh, hehehe ...."

Sia terkekeh diakhir kalimatnya, setelah itu kepalanya ia miringkan ke arah lain dengan mata yang terpejam lengkap dengan bibir yang dipilin secara perlahan

Semoga saja kak Elgo percaya dan nggak semakin curiga, batin Sia.

Sia kembali menatap Elgo dengan sepasang sudut bibir yang tertarik ke atas, sebisa mungkin ia menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba masuk dan menempel di hatinya bagikan benalu. Semoga Elgo tidak curiga jika dirinya tengah berbohong.

Masih dalam diam, Elgo menatap Sia dengan dahi yang berkerut dengan jelas, sorot matanya menyipit, mencoba menemukan celah dari perkataan Sia. Elgo sendiri sungguh merasa curiga dan tidak puas akan jawaban Sia yang terlontar beberapa detik yang lalu. Jawaban darinya masih terdengar aneh, apalagi ditambah ucapan Sia yang ragu-ragu.

"Oke, terus lo bisa jelasin kenapa rambut lo berantakan kayak gitu? Lo jangan coba bohongin gue, ya?!" Tatapan Elgo semakin menajam, ia segera mempersempit jarak antara dirinya dan Sia, Elgo menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan gadis itu.

Sia merasa terpojok, tubuhnya sudah mencapai diujung sofa, oleh sebab itu ia tidak bisa ke mana-mana lagi. Sia sungguh tak nyaman berada sedekat ini dengan Elgo, terlalu canggung.

"Kak, bisa geser sedikit?" ujar Sia dengan ragu, ekor matanya melirik Elgo sekilas, jari-jemarinya asik bergerak ke sana kemari, berharap dengan cara seperti itulah rasa gugupnya segera menghilang dan digantikan dengan perasan lega.

Entah kerasukan setan apa, Elgo segera mengangguk setuju, menuruti permintaan Sia dan segera menggeser tubuhnya agar sedikit renggang. Setelahnya, Elgo kembali menatap Sia dengan sorot mata yang penuh dengan tanda tanya. Elgo sangat yakin, semakin lama gadis itu berdiam diri, semakin besar pula kemungkinan gadis itu tengah menyembunyikan sesuatu darinya. Dan Elgo tidak suka akan itu.

Elgo segera merotasikan sepasang bola matanya ketika mendapati Sia tidak mengatakan apa-apa. Elgo sungguh kesal, tetapi ia sendiri juga tidak bisa apa-apa, kalau Sia tidak mau bercerita, lantas dirinya harus bagaimana?

"Terserah elo deh kalo nggak mau cerita, nggak penting juga bagi gue," celetuk Elgo, ia melipat kedua tangannya diatas dada, lalu menyandarkan punggung lebarnya di sandaran sofa empuk itu.

Berulang kali Sia mengedipkan matanya, dirinya yakin telinganya masih bisa berfungsi dengan baik, tidak mungkin ia salah dengar. Merasa lega, Sia langsung menyunggingkan senyum tipis, Elgo juga tidak menyadari senyuman itu.

If I Don't Hurt You (END)Where stories live. Discover now