14

3K 66 0
                                    

"Kak, jangan nyelah dong. Kan, aku dulu yang sampai di sini."

Elgo kembali menengadah kepalanya, mencari seseorang yang sudah berbicara tadi, lalu tatapan Elgo berhenti pada anak kecil berwajah imut dengan rambut yang dikuncir ekor kuda yang terlihat sedang menarik-narik seragamnya, wajahnya terlihat cemberut dengan pipi yang menggelembung.

Elgo tersenyum sesaat, lalu ia mencubit pipi gadis kecil itu, tak lama setelah itu ia berkata, "dengar ya anak kecil tapi jelek kayak pantat kuda, kamu itu harus ngalah sama kakak. Kamu nggak tau kalo kakak punya senjata pedang dengan api yang nyala-nyala. Kamu mau kakak siksa kamu pake itu?" Elgo mencoba menakut-nakuti anak kecil itu, matanya berkobar nyalang, hal itu dia lakukan untuk membuat anak itu nangis dan mengalah pada dirinya.

"Seharusnya kak Elgo yang harus ngalah sama dia, orang dia yang udah sampe sini duluan kok. Udah gede malu dikit lah kak," ucap Sia sambil melipat kedua tangannya di atas dadanya, sorot matanya menatap Elgo tidak suka.

Elgo menghela napas berat seraya mengerlingkan matanya menatap Sia dengan pandangan remeh. Beraninya gadis itu menasihati dirinya macam itu.

"Nggak bisa, kamu itu cuma anak kecil. Lagian kamu juga beli satu, kan?"

Gadis kecil itu mengangguk kecil, sementara Elgo tersenyum dengan lebar. Elgo benar-benar tidak berperikemanusiaan, lihat saja kelakuannya itu. Bagaimana Indonesia mau maju kalau rakyatnya tidak bisa mengantri macam Elgo itu?

"Tunggu kakak dulu, baru kamu. Ingat, harus nurut sama kakak kalo kamu nggak mau kakak setrum pake listrik."

Merasa takut, gadis kecil itu hanya mengangguk patuh. Wajahnya sudah merah, menahan takut akan ucapan Elgo. Sia yang melihat itu menggeram frustrasi, bisa-bisanya Elgo membohongi anak kecil dengan menakut-nakuti seperti itu. Seharusnya Elgo ngalah, tidak boleh bersikap kasar pada anak kecil. Apalagi harus mengancam segala.

Setelah Elgo tersenyum, lalu ekor matanya beralih pada penjual es krim itu. Dilihatnya bapak tua yang sedang menyerahkan es krim ke pembeli lainnya. Dan kini hanya tersisa dirinya, Sia, dan gadis imut tadi.

"Mana pesanan saya pak?"

Elgo menodongkan tangannya, lalu ia beringsut mendekat agar lebih mudah mengambil es krim itu. Penjual es krim tadi nampak menunjukkan dahi berkerut. Elgo jadi bingung sendiri, padahal dirinya sudah menyebut pesanannya, bukan?

"Bapak jangan bilang kalo es krim yang dijual udah abis. Nggak kan, pak?"

Elgo sudah membulatkan matanya dengan lebar, lalu sedetik setelah itu ia mengeluarkan napas lewat mulut dan hidungnya secara bersamaan. Ia lega, jawaban dari tukang es krim itu adalah gelengan kepala. Dan itu artinya es krim yang dijual belum habis.

"Tadi kamu pesan rasa apa?"

"Dasar bapak ini, pelupa banget loh," ucap Elgo dengan senyuman masam.

"Ya maaf mas, maklum saya sudah tua. Jadi mau pesen rasa apa jadinya?" tanya penjual es krim itu.

Sia yang melihat Elgo sungguh merasa heran sekali, Elgo sudah tidak sopan dengan penjual itu. Bersikap lebih sopan sedikit bisa, kan? Kenapa Elgo malah menyebut bapak itu pelupa segala? Sia tidak suka dengan Elgo yang kasar seperti tadi.

Bapak penjual es krim hanya diam, ia hanya menganggap ucapan Elgo tidak serius. Bapak penjual es krim itu juga tidak menegurnya. Dia tidak bisa melakukan itu semua.

"Es krim rasa ubi sama keju. Gitu aja lupa sih pak." Elgo melipat kedua tangannya, namun sorot matanya sama sekali tidak berpindah dari orang tua dihadapannya ini.

Jadi, apa susahnya cuma mengambil pesanan, lalu membayar itu dengan uang pas. Selesai, kan? Tapi kenapa pak tua itu malah kerepotan dan kebingungan sendiri. Menyebalkan sekali.

If I Don't Hurt You (END)Where stories live. Discover now