16

3.4K 151 3
                                    

Sia masih mematung sambil memilin bibir tipisnya, sekarang ia tidak bisa ke mana-mana lagi, kepungan dari ketiga cewek dihadapannya ini menyulitkan dirinya untuk kabur. Tatapannya yang begitu tajam dari Sashi seolah lebih kejam  ketimbang tindakan pembulian yang kerap kali dirinya lihat.

"OI, GUE TANYA SAMA LO CEWEK GATEL, KEMARIN KENAPA LO MAU DIANTER SAMA ELGO PULANG? MAU CAPER?"

Jelas sudah tak diragukan lagi suara Sashi terdengar seperti apa, yang jelas dan pasti, telinga Sia sungguh sakit ketika menangkap gelegar suara dari cewek dihadapannya ini. Apalagi ditambah jambakan rambutnya yang ditarik Rena kuat-kuat membuat kepala Sia ikut tertarik mengikuti arah jambakan tersebut. Sia meringis menahan sakit, ia mengerjap berulang kali, kepalanya mendadak merasa pening, tarikan yang sungguh kuat penyebab rasa pusing itu bersarang di sana, rambut Sia seolah adalah seutas tambang yang begitu kebal dan kokoh.

"S-sakit kak," adu Sia dengan suara pelan, sedikit tersendat karena Rena malah menarinya lebih kencang. Rasanya rambut Sia hampir lepas dari kepalanya. Tak kuasa menahannya lagi, ia memejamkan matanya bersamaan dengan satu bulir cairan bening yang lolos membasahi pipinya yang mulus.

"Oh sakit? Lo berani bilang sakit setelah caper ke pacar gue? Dasar nggak tahu malu!"

Sia masih tetap memejamkan matanya, bahkan kali ini lebih rapat, setelah itu pendengarannya disumpal dengan suara lebih mencengkam dari Sashi. Cewek kejam itu berteriak tepat di telinga Sia. Jelas saja tidak ada yang mendengar ucapannya karena toilet ini jarang di kunjungi oleh siswa maupun siswi lantaran tempatnya yang agak jauh dari koridor kelas. Dan Sia memilih tempat ini untuk buang air kecil karena ia tidak mau mengantri, lagipula Elin sudah memberinya waktu sepuluh menit saja.

Sia tidak menyangkal perkataan sarkas dari Sashi, ia sungguh kehabisan energi karena sudah terkuras untuk menahan tarikan rambutnya. Ini sangat sakit bila dirasakan, Rena sungguh kejam bertindak seperti itu. Bagaimana Sia mau membalas perkataan dari Sashi jika rambutnya saja semakin ditarik lebih kasar dan kencang?

Sudah jelas Sia harus menahan dan menguatkan diri. Membalas ucapan Sashi bukanlah hal penting bagi dirinya untuk saat ini.

Merasa sudah geram dan tidak sabar lagi, Sashi mendengkus kasar dan sedetik setelahnya ia melayangkan pukulan maut begitu keras, Sia yang masih susah payah menahan rasa sakit akibat jambakan Rena yang masih belum terlepas, seketika langsung mendapati tamparan dari Sashi.

Wajah gadis itu sampai ikut terlempar ke arah samping, telapak tangan Sashi yang bersentuhan dengan pipi Sia yang masih dibanjiri linangan air mata menimbulkan suara tamparan yang begitu keras. Sashi benar-benar cewek yang kejam, diperlakukan seperti sedemikan rupa membuat batin Sia terasa diremas dan remuk dalam satu waktu. Cewek itu sungguh merasakan sakit, maupun itu di raganya, atau perasaannya.

"Itu akibat yang akan lo terima kalo lo berani macem-macem sama gue," kata Sashi sinis sembari melipat kedua tangannya di atas dada, Selly dan Rena tertawa senang diatas penderitanya Sia, senyuman remeh dan remeh sudah jelas terpancar di kedua sudut bibir mereka masing-masing.

Sia masih mendengar, hanya saja ia lebih memprioritaskan tubuhnya yang seolah begitu remuk tak berdaya, pipinya masih saja terasa panas dan nyeri, dengan tangan yang bergetar menahan rasa takut, Sia langsung menyentuh pipinya dengan gerakan perlahan.

Lagi dan lagi Sashi tidak memberi jeda bagi Sia untuk bernapas, baru beberapa detik dia menyiksanya, detik berikutnya lagi Sashi sudah mengecamnya begitu kejam. Secepat kilat, dengan sepasang mata yang nyala dengan kobaran api, Sashi mengeratkan jari jemarinya didagu Sia, mencengkram dengan kekuatan tinggi, tentu saja Sia merasa rasa sakit yang lebih menggila, tak ayal jika bibirnya nyaris membentuk huruf 'O'. Sia mau tak mau menatap sepasang manik mata Sashi, sebelumnya, ia menenggak ludahnya sendiri yang terasa sangat getir.

If I Don't Hurt You (END)Where stories live. Discover now