31

2.2K 107 0
                                    

Kepalanya ia angkat ke atas, menengadah sambil mengerjapkan matanya beberapa saat, Sia sudah berusaha semaksimal mungkin agar air matanya tidak lagi turun. Tetapi itu tidak segampang yang dibayangkan, seolah cairan itu terus saja ingin mengeluarkan dirinya dari pelupuk mata gadis itu.

Merasa sudah bosan karena dirinya terduduk di bawah pohon hampir dua puluh menit. Akhirnya Sia memutuskan untuk bangkit dari tempat itu. Ia harus segera masuk ke dalam kelas, mungkin ini sudah waktunya pelajaran baru dimulai setelah istirahat barusan. Di tempat ini, Sia juga tak mendengar bel masuk, bukan karena area taman belakang sekolah ini letaknya jauh dari kawasan bel sekolah. Namun, Sia sendiri yang menang tak mendengarkannya. Sibuk menangis adalah alasan yang tepat untuk mendeskripsikan akan hal itu.

Setelah berdiri beberapa detik, Sia mengusap-usap roknya agar tidak kotor. Selepasnya tubuh mungil itu mulai menjauh dari sana. Langkahnya pelan, menyiratkan bahwa gadis itu sangat lemas. Energinya sudah terkuras untuk menangisi hatinya yang terasa sakit dan ngilu. Bagi Sia, Elgo sangat berarti bagi dirinya, walaupun Elgi masih unggul dari cowok itu.

"GUE SAYANG SAMA LO."

Langkah kaki Sia yang masih saja terayun lemas seketika langsung terinterupsi oleh suara seseorang yang terdengar sangat keras. Suaranya yang tegas sangat familier ketika teriakan itu menyumpal ditelinganya. Sia tidak mungkin salah dengar, jelas sekali bahwa itu suara Elgo.

Sia memiringkan wajahnya, mencari keberadaan cowok yang sedang berteriak itu, ia tidak tahu Elgo berkata sama siapa, tetapi hati Sia mendadak kembali remuk. Sampai pada detik berikutnya, sosok Elgo dapat Sia lihat tengah memunggungi dirinya dengan jarak beberapa meter dari tempat Sia berdiri.

Sia mulai melangkah mendekat, kali ini ia mempercepat tungkai kakinya seolah sudah mendapatkan suntikan energi begitu besar. Ia memangkas jarak dengan cepat. Hingga tubuh tegap Elgo dapat Sia tangkap sangat jelas dengan jarak dua meter dari dirinya berpijak pada tanah.

Senyuman getir Sia terukir, ia tidak berani melangkah mendekat lagi karena ekor matanya tidak sengaja menemukan Sashi yang berdiri tepat di depan Elgo. Sangat dekat, hingga jantung Sia kembali dilanda sakit yang tiada ujungnya. Ribuan pisau yang menusuk diulu hatinya, kini terasa begitu nyata.

Sia tidak mau melihat ini, pernyataan Elgo barusan yang terdengar begitu lantang bahwa cowok itu menyayangi cewek dihadapannya ini sungguh mengoyak batin Sia. Mencabik-cabik hatinya begitu dalam, luka yang belum sempat mengering, kini sudah bertambah lagi. Hingga menganga semakin lebar.

Sia berjalan menjauh, langkahnya semakin cepat. Sia tidak mau jika tiba-tiba saja Elgo angkat bicara lagi, yang pasti membuat perasaannya hancur. Sia pergi, sampai tubuh mungilnya tidak terlihat. Elgo tidak menyadari kedatangan Sia, tatapannya masih saja tajam, menatap Sashi penuh kebencian.

"Puas lo?!"

Elgo berkata sarkastik. Yang dibalas anggukan kepala dari Sashi, bersamaan dengan bibirnya yang melengkung ke atas.

"Banget, kamu bisa ulangi lagi nggak Go?" Sashi tersenyum jail, hingga Elgo berdecak kasar.

"NGGAK!" tukas Elgo keras, lalu kalimatnya langsung tersambung, "sekarang, sesuai perjanjian karena gue udah nurutin kemauan lo untuk berteriak kayak gitu, gue minta lo pergi dari hadapan gue saat ini juga!"

Sashi kembali terkekeh kecil, karena mood Elgo terlihat sangat buruk, alhasil Sashi menurut saja. "Tapi, gue anggap teriakan kamu itu benar-benar terjadi. Sampai ketemu lagi, aku juga sayang sama kamu."

Sashi mundur beberapa langkah, sampai akhirnya ia berbalik badan, mengayun langkah untuk mengendurkan jarak dari Elgo. Sementara Elgo sudah berdecak sebal. Tanpa bisa Elgo sadari, ada hati yang patah dan remuk karena sudah salah paham akan kesalahan itu.

If I Don't Hurt You (END)Where stories live. Discover now