34

1.9K 97 0
                                    

Sesampainya di rumah, pikiran Sia tidak bisa tenang, ia terlalu gelisah untuk menerima kenyataan bahwa Elgi berada tidak jauh darinya. Namun, apa yang ada dipikiran cowok itu? Kenapa Elgi meninggalkan dirinya selama satu tahun? Ada banyak sekali pertanyaan lainnya yang bercabang di otak Sia.

Kesadaran Sia yang lambat sudah mengelabui dirinya, ia begitu bodoh. Helaan napasnya terdengar berat, kenyataan yang diterimanya sungguh mendadak. Wajah Elgo dan Elgi sungguh mirip. Tapi kenapa ia baru menyadari itu sekarang?

Sia menggeleng kepalanya pelan sebelum akhirnya air matanya menetes turun, ia menangis dalam diam. Hatinya bimbang, sementara perasaannya tidak tenang. Kalau boleh jujur, ia masih menyayangi Elgi, bahkan rasa sayangnya masih belum bisa surut, tapi kenapa ketika ia sudah mengetahui bahwa Elgi udah ada di depan mata, justru hatinya tidak merasa lega? Rongga dada Sia menganga lebar.

Sia ingin berdamai dengan masa lalu, ingin Elgi kembali ke pelukannya, namun keberadaan Elgo saat ini sungguh mengguncang bahu Sia. Meskipun Sia sudah menyatakan tidak ada hubungan apapun dengan cowok itu lagi atau bisa dibilang putus, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya Sia masih ingin berada di dekatnya. Elgo sudah membuatnya nyaman, cowok itulah yang selalu menemani dirinya. Bahkan sosok Elgi pelan-pelan melebur selagi Sia bersama Elgo.

Tapi untuk sekarang ini keadaannya sudah berbeda, Elgi muncul kembali. Dari kepingan hati yang paling dalam, kepergian Elgi satu tahun yang lalu masih Sia ingat dengan jelas, kepergian itu tidak memberikan secuil harapan bagi Sia. Elgi tidak memberikan Sia petunjuk kenapa dirinya pergi.

Sia merenung di balik selimut tipisnya, meneteskan air mata. Hatinya bimbang, tidak tahu harus berlabuh ke arah mana. Sampai ketukan di pintu terdengar, awalnya Sia tidak menghiraukannya, ia pikir itu hanya halusinasinya. Namun, semakin lama ketukan di pintu terdengar lagi, dan kali ini lebih keras. Sia beringsut dari kasurnya.

Sebelumnya ia menyempatkan diri untuk merapikan penampilannya, ia usap air matanya yang masih tersisa di pipi, rambutnya yang sedikit acak-acakan sekarang sudah rapi.

Sia membuka pintu yang sudah reyot, ia kemudian mendesah berat sebelum raut mukanya berubah tegang. Tenggorakan Sia tersekat penuh, sementara bola matanya melebar. Tidak ada waktu lagi, Sia hendak menutup pintu kembali, namun pergerakan itu kalah cepat oleh Elgo yang mencegahnya. Sia menyerah, ia kalah oleh kekuatan Elgo.

"Sia, ada sesuatu yang harus aku jelasin ke kamu, beri aku kesempatan satu kali ini aja."

Sia mencoba tidak mendengarkan ucapan Elgo, ia sudah tidak ada hubungan apa-apa dengan cowok itu, kembali Sia memberontak, mencoba menutup pintu. Tapi sial, cengkeraman tangan Elgo di pintu membuat Sia mendesah panjang. Ia pun mengangguk pelan, itulah pilihan satu-satunya.

Berjalan pelan, Sia akhirnya mendudukkan bokongnya di kursi kayu di teras rumahnya, Elgo pun mengikuti pergerakan Sia. Keheningan sudah tercipta beberapa menit yang lalu, dan ini terasa tidak mengenakkan. Sia melirik Elgo sekilas, dan apa yang Sia lakukan membuat dirinya menahan napas. Di saat bersamaan, Elgo juga mematri tatapan ke arahnya, pandangan mata mereka saling beradu.

"Aku mau jelasin tentang hubungan ki—"

"Kita udah putus!" potong Sia ketus, tatapannya terpatri ke arah depan. Setelah itu terdengar helaan napas Elgo yang begitu berat.

"Aku nggak mau, aku sayang kamu."

Sia memalingkan wajahnya, menatap Elgo dalam, alis kirinya menukik tajam, "sayang? Rasa sayang timbul jika ada cinta, kak Elgo cinta kak Sashi, jadi sayangnya kak Elgo juga ada di diri kak Sashi, bukan aku!"

"Aku nggak bohong, Sashi bukan pacar aku, aku nggak suka dia, yang aku mau itu cuma kamu, nggak ada orang lain."

Sia menunduk, mengisi paru-parunya dengan udara lagi, ia mendadak kehilangan kosa kata, ia bungkam, bingung mengambil kalimat respons seperti apa lagi.

If I Don't Hurt You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang