51👿

1K 96 11
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak ya readers. Sebagai bentuk apresiasi sebagai penulis :)). Ngevomment gak akan bikin kuota kalian tiba-tiba mendadak sekarat kok :) . Kan nggak sampai 5 menit.

Pisau perak, bermotif mawar
👿👿👿👿

Alena menatap wajah Fahmi dengan senyuman miring, membuat lelaki itu segera mendorong tubuh Alena yang ada di pangkuannya.

" Tsk. Tadi aku di peluk. Sekarang malah di dorong. Gimana sih," ucap Alena menggeleng sambil membersihkan baju nya yang terkena debu. " Dasar, lelaki jaman sekarang emang gitu semua ya. Habis manis, sepah di buang."

Fahmi terdiam, tak membalas ucapan Alena sama sekali. Hati nya masih tak rela, bahwa jiwa kekasih nya pergi meninggalkan Ia untuk selamanya. Sedangkan, raga Alena masih ada di hadapannya dengan memperlihatkan senyuman manis namun dengan jiwa milik orang lain, dan bukannya Alena Shafira.

Tak seucap kata kini bisa menggambarkan apa yang Fahmi derita saat ini. Namun, yang jelas, kala melihat Alena di depannya kini, Fahmi merasa seolah dunia sedang menertawakan takdir yang begitu ironis untuk dirinya. Takdir yang seolah berkata, " Apa kamu kini benar-benar paham perasaan kehilangan? Maaf, tapi semua nya sudah terlambat."

" Jangan kebanyakan mikir," dengus Alena seraya menyentil dahi Fahmi pelan secara tiba-tiba saat melihat Fahmi menatap dirinya dengan lamunan kesedihan.

" Bukan urusan kamu," ucap Fahmi sesaat kemudian.

" Iya emang sih bukan urusan ku, tapi, sekarang raga si Fira milikku sepenuh nya tuh. Gimana?" Tanya Alena yang kini berubah memancing Fahmi agar lelaki itu menghentikkan gerak tubuhnya yang ingin berlalu dari hadapan Alena.

Fahmi menatap Alena tepat di netra matanya dengan pandangan tak suka kala mendengar kalimat tersebut, " Jujur saja, apa keinginanmu? Bukan kah kamu sekarang sudah puas mengambil kebahagiaanku?" Ucapnya ketus.

" Entah yaaa," jawab Alena dengan nada menggantung sambil mengambil sesuatu dari saku celana nya. Menatap sebuah benda tersebut sejenak lalu meraih tangan Fahmi.

" Untuk apa benda ini?" Tanya Fahmi sambil menatap sebuah pisau lipat yang terbuat dari perak murni dan mempunyai ukiran bunga mawar di ujung nya.

" Tusuk jantung ku sekarang," ucap Alena sambil melangkah mendekat.

" Apa?" Fahmi menatap gadis di hadapannya tak percaya.

" Kamu benci aku kan? Karena menganggap aku lah penyebab kematian si Fira. Kalau begitu, tusuk jantung ku saja." Ucap Alena menantang dengan senyuman miring.

Fahmi menatap pisau lipat yang ada di genggamannya lalu melihat ke arah Alena lagi. " Jadi benda ini dapat membunuh mu yang seorang vampir?"

Alena terdiam. Tak menjawab. Sebaliknya Ia kini menyedekapkan tangannya dan menantang Fahmi. " Ayo, cepat lakukan. Balaskan rasa sakit hatimu."

Fahmi yang mendengar ucapan  Alena dan melihat sikap gadis itu pun menggeleng tak percaya. " Dasar gadis tak waras. Sana pergi." Ucap nya sambil meraih tangan Alena, berniat mengembalikan pisau lipat tersebut.

" You have a big mouth! Aku sudah benar-benar bersabar sejak tadi, tapi kamu malah mengatai ku tak waras." Ucap Alena kesal dan segera menarik Fahmi mendekat.

Ia segera memeluk tubuh Fahmi lalu menancapkan taring nya di kulit permukaan leher Fahmi, tepat dimana aliran darah mengalir dengan deras.

" Arghhhh!" Teriak Fahmi merasa kesakitan saat sepasang taring tajam menembus permukaan kulit nya.

Alena mengabaikan teriakan Fahmi, Ia masih terus dengan ganas nya menghisap darah Fahmi dan terlebih lagi kini taring Alena semakin menembus kulit permukaan Fahmi semakin dalam.

Fahmi telah mencoba mendorong badan Alena untuk menjauh, namun sayang, usaha nya itu sia-sia. Gadis itu tak bergerak menjauh meskipun se-inci. Dengan terpaksa, Fahmi pun mendekap bibirnya sendiri. Menahan teriakan kesakitan akibat perbuatan Alena, agar suara nya tersebut tak sampai membangun kan keluarga Fahmi yang kini sedang tertidur lelap.

Alena menahan tubuh Fahmi yang hampir kehilangan keseimbangan karena Ia banyak menghisap darah lelaki tersebut. " Bukan kah sudah ku peringatkan, perhatikan kata-kata mu kepadaku,hmm?" Ucap Alena sambil menarik taring nya dari kulit leher Fahmi.

" Jangan kamu ulangi lagi, mengerti?" Imbuh Alena sambil memegang rahang Fahmi agar menghadap ke arah mata nya. Mata yang bewarna merah pekat yang entah mengapa kini Fahmi tak merasakan getaran ketakutan sama sekali, dan malah terhanyut ke dalam mata tersebut.

" Oh ya, simpan ini. Anggap sebagai hadiah dari ku," ucap Alena menaruh kembali pisau lipat ke dalam genggaman tangan Fahmi.

" Kenapa?" Tanya Fahmi lemah.

" Kenapa kamu memberikan benda ini? Padahal benda ini bisa membunuh mu." Ucap Fahmi melanjutkan sambil memegang bahu nya yang terasa nyeri, efek dari gigitan Alena pada lehernya.

Mendengar ucapan tersebut, membuat Alena tertawa seketika. " Haha. Benda ini? Bisa membunuh ku? Haha. Tentu saja tidak."

" Lalu, kenapa kamu...tadi menyuruhku untuk menusuk jantung mu?" Tanya Fahmi penasaran.

" Ya gak papa. Kali aja kamu pengen nikam aku pakai pisau. Jadi aku kasih kamu kesempatan untuk melakukan nya," jawab Alena enteng.

" Eh tapi, mungkin itu nggak ada efek sama sekali untukku. Tapi, bagi Vampire Newbie atau Vampir campuran yang baru lahir kurang dari seratus tahun akan ada efek nya." Imbuh Alena yang membuat Fahmi seketika merengut kan alis nya.

" Kurang dari seratus tahun?" Ulang Fahmi.

" Ya." Alena menatap ke arah bulan berdarah.

" Berarti, bukannya seharusnya kamu---" ucap Fahmi menggantung.

" Ya, memang, aku vampir reinkarnasi. Tapi, tetap saja. Aku adalah Vampir berdarah murni. Golongan Vampir terkuat dan dihormati. Ku jelaskan pun, mungkin kamu tetap tak akan mengerti kenapa bisa begitu," ucap Alena sambil melirik ke arah jendela kamar nya yang ada di seberang jalan--- menampakkan siluet Alaric yang sedang berdiri.

" Yaudah lah, sana buruan masuk ke dalam rumah," ucap Alena sambil kembali melirik ke arah Fahmi yang semakin lemas.

" O--oke," jawab Fahmi sambil tertatih bangkit berdiri.

Tepat setelah mengatakan hal tersebut, Alena pun melesat pergi meninggalkan Fahmi tanpa berkata apa-apa lagi. Gadis itu tampak berdiri di tengah jalan sambil berteriak ke arah balkon kamar miliknya.

" Alaric! Cepetan turun. Mau sampai kapan ngintai di situ," teriak Alena yang di dengar Fahmi yang sedang tertatih berjalan menuju rumahnya. Karena entah kenapa, semenjak kepergian Alena dari hadapannya, Fahmi tak merasakan lagi perasaan 'Aman dan merasa dilindungi'.

Justru yang Fahmi yang rasakan saat ini adalah suasana dingin yang membuat nya bergudik ngeri dan rasa ketakutan yang memberi alarm peringatan bahwa Fahmi harus segera masuk ke dalam rumah secepatnya.


👿👿👿

See You Next Chapter

Sudahkah anda meninggalkan jejak di cerita ini?

31 Agustus 2018

Follow ig ku allifaaa99

Author Sangat menerima kritik dan saran yang membangun :)

Terimakasih




Pure Blood (COMPLETE)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin