26👿

1.3K 112 22
                                    

Pio
👩👩👩

Alena tersenyum senang sambil memperlihatkan taringnya yang tampak begitu jelas di mata Pio, membuat gadis itu membekap mulutnya seketika, menatap Alena dengan raut ketakutan kala Ia semakin mendekat.

Alam bawah sadar Pio mengingatkan bahwa ada hal buruk yang akan menimpanya jika Ia tak secepatnya meninggalkan area perpustakaan. Namun, Ia----Pio, entah kenapa tak bisa melangkah kan kaki sedikit pun meski pikirannya menyuruh untuk segera berlari dari sana.

" A---lena... Itu apa? Di gigi kamu..." ucap Pio sambil memundurkan langkahnya hingga membentur rak buku, matanya berair menatap gadis dihadapannya yang tersenyum layaknya psikopat yang menikmati setiap detik kesenangan saat melihat Pio gemetar ketakutan.

" Ini?" Tanya Alena sambil menggerakkan lidahnya menunjuk  taring yang mencuat miliknya. " Ini namanya gigi taring Pio. Fungsinya buat ditancapkan di leher kamu,"

Mata Pio membulat, menatap mata Alena yang berubah menjadi warna merah darah saat mengucapkan seutas kalimat yang membuatnya ingin berteriak detik itu juga.

" Eh. Mau kemana kamu?" Tanya Alena sambil mencengkram lengan kanan Pio cepat saat gadis itu mencoba memberi jarak dengan Alena dan hendak pergi dari sana.

" Lepasin!" Teriak Pio kencang saat suara nya yang tergagap tadi karena ketakutan kini kembali seperti semula.

" Diem." Ucap Alena marah, Ia membekap mulut Pio dengan cengkraman kuat sambil membenturkannya ke arah rak buku dibelakang gadis itu.

Pio meringis kesakitan, tangannya berusaha melepas cengkraman tangan Alena pada mulutnya. Namun sayang nya tak bisa, cengkraman gadis itu sangat kuat.

" Siapa kamu, hem? Bisa ngomong sopan nggak. Aku tuh nggak tuli. Jadi nggak usah teriak," desis Alena marah sambil menatap tajam Pio.

" Gak akan teriak kan kalo aku lepasin." Ucap Alena yang dijawab anggukan Pio dengan cepat.

Melihat hal tersebut. Alena tersenyum dan segera menarik tangannya, melepaskan bekapannya pada mulut Pio.

" Jadi, kenapa kamu buntutin aku?" Tanya Alena sambil menatap Pio.

Pio terdiam. Tak menjawab pertanyaan Alena. Namun, satu hal yang Pio ketahui. Jika ini permainan Alena. Sungguh, gadis dihadapannya ini tidak tau telah bermain-main dengan siapa.

" Aku nggak ngikutin kamu." Ucap Pio berkilah.

" Oh, bohong dia," batin Alena menatap dingin Pio.

" Hmm. Gitu," ucap Alena pada akhirnya sambil membelakangi Pio, memasukkan kembali taring nya kembali ke dalam serta merubah warna matanya menjadi cokelat terang lagi.

" Alena. Kali ini kamu akan aku maafin karena bertindak tak jelas dengan mempermainkan aku dengan cara menakut-nakuti ku seperti tadi, bahkan entah kontak lensa apa yang kamu pakai hingga bisa berubah warna nya seperti itu." Ucap Pio penuh peringatan, seolah peringatan alam bawah sadar nya tadi adalah hal tak masuk ke dalam logika yang ada.

" Kalau dipikir-pikir kenapa aku takut sama nih cewek cupu? Ugh. Ngeselin. Berani benar dia nipu aku pakek taring palsu apalagi sampe jedotin aku segala. Awas aja," batin Pio sambil mengusap kepala bagian belakang nya yang masih terasa sakit.

" di Maafin?" Tanya Alena  menghadap ke arah Pio.

" Tuh kan anjir. Jadi tadi beneran bohongan," batin Pio sambil mengepalkan tangan saat melihat tak ada taring ataupun warna mata merah darah pada Alena.

" Anjir ya kamu Al, yang tadi tuh nggak lucu tau. Dasar," ucap Pio yang tak bisa menahan emosinya saat ini karena tak terima di bodohi gadis cupu seperti Alena.

" Bisa bicara dengan baik terhadapku?" Tanya Alena dengan nada dingin.

Pio membulatkan matanya kala mendengar ucapan Alena. " Gila ya kamu. Kamu tuh bukannya nunduk sambil minta maaf biar nggak aku aduin ke temenku yang lain malah songong."

" Nunduk sambil minta maaf?" Ulang Alena menatap Pio yang tampak kesal.

" Iya, kuping kamu rusak? Atau tuli? Kok nggak denger aku ngomong apa,hem?" Cibir Pio membalas perkataan Alena sebelumnya.

Alena menatap Pio dingin. Lalu tak berselang lama kemudian Ia tertawa.

" Dasar cewek aneh. Udah cupu sekarang malah jadi gila. Karna habis bertengkar dengan kekasih tersayang elo," cibir Pio tak habis pikir melihat gadis di depannya ini sedang tertawa saat ini.

" Astaga. Kamu banyak bicara ya, gimana kalau aku membuat mu tak bisa bicara lagi ," ucap Alena sambil menghentikan tawanya, mata nya berubah menjadi merah darah. " Se-la-ma-nya,"

" Cih. Kamu pikir trik itu akan berguna untuk menakuti lagi,hmm? Jangan mimpi." Ucap Pio mencibir.

" Trik?" Alena menyedekapkan tangannya, menanti penjelasan Pio.

" Iya. Trik mata kamu yang tiba-tiba berubah menjadi warna merah darah. Aku udah tau kalik itu kontak lensa," Pio berceloteh dengan percaya dirinya. " Aku nggak tau ya kamu itu belinya di mana. Tapi yang jelas, barang bagus kayak gitu nggak cocok dipakek sama kamu."

" Terserah. Kamu mau bilang trik atau apa. Yang jelas, itu kata terakhir dalam hidupmu," ucap Alena sambil tersenyum hingga menampakkan taringnya.

" Apa maksud kamu?" Tanya Pio jengkel.

Alena menarik tangan Pio kencang lalu menghempaskannya ke tembok sebelah hingga kepala Pio mengeluarkan banyak darah.

Seketika Pio meringis kesakitan, menatap Alena dengan pandangannya yang memburam. Samar-samar, gadis itu----Pio mendengar ucapan Alena. " Ini yang aku maksud," begitu ucapnya sebelum benda tajam nan dingin menyentuh permukaan kulit lehernya. Seolah merobek setiap inci daging miliknya tanpa perasaan.

See You Next Chapter

Follow ig ku ya allifaaa99

12 Juli 2018

Alhamdulillah Pure Blood masuk 50 besar di genre Vampire

Terimakasih

Pure Blood (COMPLETE)Where stories live. Discover now