21👿.

1.7K 126 24
                                    

Toko Buku
👿👿👿

Fahmi mengelilingi beberapa rak buku sambil menenteng dua buku bacaan di tangan kirinya. Ia masih merasa kurang dengan buku bacaan tebal yang berada di tangannya tersebut.

Entah mengapa setiap Ia pergi ke toko buku, Fahmi rasa nya ingin membeli semua buku yang terdapat di sana dan membuat perpustakaan di rumahnya sendiri. Namun apa daya, dengan uang saku yang ada, dalam seminggu Fahmi hanya bisa setidaknya membeli tiga buah buku.

" Mana ya buku bacaan cara pengerjaan soal-soal," gumam nya pelan sambil memperhatikan lamat-lamat satu per satu judul pada setiap buku di hadapannya.

" Ah, ini di---" ucapan Fahmi terhenti kala sebuah tangan mulus menutup matanya.

" Coba tebak, gue siapa," ucap seorang gadis dengan senyum merekah nya.

Fahmi menggeram, melepas kan tangan Vanesha dari mata nya dengan  sedikit kencang.

" Ngapain di sini?" Tanya Fahmi datar.

" Tadi nya mau beli Novel yang lagi best seller, eh nggak tau nya gue tadi nggak sengaja ngelihat elo di sini," ucap Vanesha sambil mengamati wajah tampan Fahmi lamat-lamat.

" Oh," ucap Fahmi sambil mengulurkan tangannya, mengambil buku yang Ia cari tadi sebelum tangan Vanesha mengganggu nya.

" Kalo lo di sini sendiri ngapain?" Tanya Venesha memperhatikan pergerakan Fahmi.

" Nggak lihat ya?" Ucap Fahmi tanpa melirik Vanesha, " Apa nggak bisa baca judul buku yang aku beli?"

" Cuek amat sih," rengut Vanesha.

Fahmi terdiam. Tak ingin menanggapi ucapan Vanesha sama sekali. Lelaki itu malah hendak berjalan meninggalkan Vanesha.

" Tunggu," ucap Vanesha dengan nada sedikit naik, memegang lengan Fahmi erat, bermaksud menghentikan langkah kaki Fahmi.

Fahmi mendecak, " Bisa diem nggak? Suara kamu itu ngeganggu. Gara-gara kamu semua orang pada lihat ke arah sini," ucapnya kesal memandang tak suka Vanesha.

Vanesha seketika memperhatikan ke arah sekitarnya, dan benar saja, beberapa orang memandang ke arah dirinya dan Fahmi dengan tatapan penasaran.

" Ya maaf, elo sih maen pergi aja. Gue kan belum selesai ngomong, Fahmi." Ucap Vanesha sambil melepas genggaman tangannya.

" Mau ngomong apa emang?" Tanya Fahmi membalikkan badannya sepenuhnya, menghadap Vanesha yang memakai pakaian casual dengan rok selutut bewarna polkadot merah hitam di padu padankan dengan blouse lengan pendek merah maroon.

" Uhm...anu..." Vanesha tersenyum tipis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

" Cepetan. Mau ngomong apa? Aku nggak suka buang-buang waktu. Apalagi buat orang kayak kamu." Decak Fahmi memandang Vanesha dengan tatapan datar.

Mendengar ucapan Fahmi barusan membuat senyum manis di bibir Vanesha seketika lenyap entah kemana dan berganti suara gigi yang bergemeletuk menahan amarah yang ada.

" Kenapa?" Tanya Vanesha menunduk, mencengkram erat tas nya.

Fahmi mengerutkan dahinya, Ia tak mengerti apa yang baru saja gadis di hadapannya ini gumamkan barusan.

" Ngomong apaan sih. Kalau nggak jadi ngomong mending aku pulang. Kamu buang-buang waktu ku aja tau nggak," ucap Fahmi memandang Vanesha yang masih menunduk.

" Kenapa... Kenapa kamu milih pacaran sama gadis cupu dan jelek itu... Kenapa bukan aku..." ucap Vanesha mengeratkan cengkramannya pada tali tas nya, wajahnya menatap Fahmi yang memandang nya dengan tatapan datar.

" Kenapa kamu milih pacaran sama dia dan bukannya aku? Apa sih lebih nya dia dibandingkan aku?" Tanya Vanesha pelan namun penuh kebencian dan rasa yang tak bisa diungkapkan. " Dia tuh jelek. Cupu. Naif. Kuper. Gak ada satu pun hal yang lebih dari dia selain otak nya yang kuakui memang cukup pintar dalam akademik. Kenapa harus bitch itu dan bukannya aku? Kamu nggak pan---"

" Cukup." Ucap Fahmi dengan nada berat seolah menahan amarah.

" Hentikan ucapan mu. Aku nggak suka dengernya," imbuh Fahmi menatap tajam Vanesha.

Membuat Vanesha sedikit tersentak, tak pernah sebelumnya Ia melihat Fahmi tampak sebegitu marah kepada dirinya.

" Tapi," gumamnya.

" Ku bilang cukup. Apa kata-kata ku kurang jelas di telinga kamu? Apa bahasa ku selama ini susah kamu cerna baik-baik?" Tanya Fahmi dengan nada pelan namun penuh penekanan di setiap kalimatnya.

" Apa?" Vanesha menatap kedua mata Fahmi terkejut.

" Kalau kamu nggak mengerti, betapa bodohnya kamu untuk memahami ucapan ku yang sudah kubuat simple selama ini," ucap Fahmi memberi jeda sesaat, menghembuskan nafas berat karena menghadapi Vanesha.

" Tolong jauhi aku. Dan tolong jangan campuri hubungan ku dengan Alena. Bukan kah itu hal yang mudah? Bukan kah ucapan ku barusan sudah sangat jelas, Vanesha?" Lanjut Fahmi.

Vanesha mengeratkan gigi nya saat mendengar ucapan Fahmi, " Nggak, gue nggak rela jika kamu sama bitch itu,"

" Hentikan," ucap Fahmi yang sudah tak kuasa menahan kekesalannya pada gadis di hadapannya ini. " Jangan pernah kamu mengatakan Alena seperti itu lagi. Aku bener-bener nggak suka denger kamu ngehina Alena seperti itu dihadapanku. Apalagi dengan pemilihan kata yang tak pantas seperti itu."

" Kenapa? Kenapa kamu belain dia? Padahal selama ini kamu selalu diam." Tanya Vanesha tak suka.

" Karena kamu sudah kelewatan. Kamu sudah tak tahu mana batasan," Fahmi mengeratkan giginya.

Sebelum Vanesha bertanya apa maksud Fahmi sebenarnya, lelaki itu Fahmi, sudah mengangkat ponselnya, " Kelakuan mu waktu itu benar-benar membuatku sakit melihatnya. Aku nggak tau kalau kamu sebegitu nggak beretika nya. Semua perlakuan mu dan teman-teman mu saat membully Alena tempo hari itu... terekam semua di ponsel ku,"

" Apa?" Vanesha kaget seketika mendengar pernyataan Fahmi.

" Jangan pikir aku nggak tau apa yang kamu lakukan waktu itu terhadap Alena," ucap Fahmi memandang datar Vanesha. " Aku tau semuanya, karena aku melihat tak jauh dari gerbang dan merekam semuanya. Kamu tau kan artinya apa?"

" Jika kamu cukup pintar, hidup lah tanpa menganggu ku dan Alena. Sungguh, dua tahun ini aku sudah berusaha bersabar. Namun, semakin hari sikap mu semakin membuat ku muak Vanesha. Berhenti mengejarku, karena itu membuatku tak nyaman." Imbuh Fahmi sebelum meninggalkan Vanesha.

Vanesha terdiam di tempatnya. Merasa terpukul seketika atas kekalahan yang Ia terima. Matanya tak lepas pada punggung Fahmi yang terlihat semakin menjauh, " Fahmi... Alena... awas aja kalian... gue nggak terima kekalahan ini," gumamnya sambil mencengkram erat tasnya, untuk melampiaskan kemarahannya.

See You Next Chapter

06 Juli 2018

Jangan lupa tinggalkan jejak

Baca karya ku yang lain juga ya

Follow ig ku allifaaa99

Terimakasih




Pure Blood (COMPLETE)Where stories live. Discover now