27👿

1.3K 114 38
                                    

Bertemu denganmu
💑

Alena menatap sekitar, mengusap matanya yang terasa berat, " Aku kok tertidur di sini?" Gumam Alena sambil menatap lorong perpustakaan yang sepi.

" Fahmi... Iya ya, tadi aku nyari Fahmi." Gumam Alena sambil berlari melesat menelusuri satu persatu rak buku.

Ia, Alena terlalu fokus untuk segera mencari Fahmi hingga tak sadar bahwa tak jauh dari tempat Ia terbangun dari tidurnya terdapat tubuh Pio yang sudah tak berdaya. Warna merah darah melumuri seragam bewarna putih gadis tersebut. Tubuhnya pucat dan suhu tubuhnya dingin. Dan dibelakang tubuhnya, terdapat tembok bewarna hijau yang menyisakkan bercak darah.

" Kok nggak ada sih, apa dia udah balik ke kelas ya? Ugh. Kenapa aku pakek ketiduran segala sih." Gerutu Alena sambil mendengus sebal, sambil membalikkan tubuhnya.

" Eh," ucap Alena tanpa sadar saat tanpa sengaja Ia menabrak dada bidang seseorang.

Di dongakkan nya kepalanya sedikit ke atas, hendak melihat siapa orang yang baru saja Ia tabrak.

" Fahmi!" Teriak Alena dengan senyuman lebar saat matanya bertemu mata elang milik Fahmi.

" Sssst! Jangan teriak astaga," ucap Fahmi sambil membekap bibir Alena dengan tangannya cepat.

Alena terkekeh pelan, " Hehe. Iya-iya maaf,"

" Eh kamu habis dari mana? Perasaan tadi nggak ada kamu deh," Tanya Alena penasaran, mata nya memperhatikan Fahmi yang duduk di salah satu meja yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

" Toilet," jawab Fahmi datar tanpa memandang Alena.

" Owhhh," ucap Alena sambil mengambil tempat duduk di depan Fahmi.

" Alena, kamu nggak merasa bersalah soal ta---" Perkataan Fahmi terhenti kala wajah Alena terlampau dekat dengan wajahnya, bahkan hingga hembusan nafas gadis itu pun terasa di pipi nya.

" Ya?" Ucap Alena sambil masih memperhatikan raut detail wajah Fahmi dari dekat.

" Tampan," batinnya.

" Kamu ngapain?" Tanya Fahmi sambil mendorong pelan wajah Alena agar tak terlalu dekat.

" Mandangin wajah kamu lah. Apalagi?" Jawab Alena tanpa dosa dengan pandangan polos karena tak tau efek atau akibat dari ucapannya itu.

Efek yang membuat Fahmi membulatkan mata dan bahkan hampir tersedak oleh saliva nya sendiri kala perkataan tersebut meluncur bebas dari bibir Alena tanpa peringatan.

" Apa?" Tanya Fahmi memandang Alena kaget.

" Kamu barusan ngomong apa Al?" Suruh Fahmi kepada Alena untuk mengulangi perkataannya tadi.

Sungguh, demi buku fisika yang sering Ia baca yang tebalnya tiga senti, apa pendengaran Fahmi mulai rusak atau Ia berkhayal tak jelas di siang hari yang sama sekali tak ada faedah nya.

" Hm? Mandangin wajah kamu. Kenapa?" Tanya Alena bingung.

" Kamu panas?" Tanya Fahmi sambil memegang jidat Alena.

" Shhh. Nggak kok. Malah dingin banget. Kamu sakit ya?" Lanjut Fahmi sambil menarik tangannya kembali.

" Apa sih? Nggak jelas banget deh kamu," gerutu Alena.

Fahmi menarik nafas dalam lalu menghembuskannya, " Hah... Yang nggak jelas itu kamu Al... Kamu kenapa sih dari tadi pagi? Aneh banget tau nggak. Kayak bukan kamu aja,"

" Aneh gimana?" Tanya Alena sambil menyangga wajahnya.

" Ya aneh. Sikap kamu. Gaya kamu. Ucapan kamu... Aku kayak berhadapan sama orang lain tau nggak," jelas Fahmi yang mengingat semua tindak tanduk Alena sedari kecil yang sudah Ia hapal di luar otaknya.

" Perasaan kamu aja kali... Kamu nya aja yang berlebihan Fahmi," ucap Alena datar.

Alena memandang Fahmi dalam. Bingung. Biasanya Alena nggak berani atau nggak bakalan jawab balik kalau Fahmi menuturi gadis itu. Atau singkatnya, gadis dihadapan Fahmi adalah tipe yang tidak membantah ucapan Fahmi. Tapi sekarang? Seolah Alena punya berbagai jawaban untuk setiap perkataan Fahmi.

" Alena... Kamu kenapa sih? Kamu ada masalah di rumah?" Tanya Fahmi menatap dalam mata Alena.

" Tsk. Astaga, kamu lebay deh. Aku nggak ada masalah di rumah," jelas Alena sambil menghela nafas berat. " Emang salah ya kalau aku mandangin wajah kamu?"

" Bukan seperti itu Al--" ucap Fahmi.

" Yaudah. Trus apa yang musti dipermasalahin,hmm?" Sela Alena.

" Tapi, Aluna kamu tuh nggak---" Fahmi mencoba menjelaskan maksudnya.

" Iya aku tau. Lagian, kan nggak ada yang aneh kan kalau aku mandangin kamu. Kamu kan pacar ku," ucap Alena menyela lagi dengavn penuh penekanan di bagian terakhir.

" Alena. Bisa nggak kalau orang lagi ngomong itu jangan di sela?" Tanya Fahmi penuh penegasan.

" Huh. Iya-iya maaf," gerutu Alena sambil mengerucutkan bibirnya kesal.

" Tunggu, coba sini lihat," ucap Fahmi sambil memegang dagu Alena, mengangkatnya sedikit agar tampak jelas bagian sudut bibir gadis itu.

" Bibir kamu kenapa? Kok ada darah nya? Sariawan?" Tanya Fahmi sambil mengusap pelan darah di sudut bibir Alena yang sudah mengering.

" Darah?" Tanya Alena sambil mengerutkan alisnya. " Nggak lah. Aku nggak sariawan kok. Lagian kalo aku sariawan nggak akan sampe ngeluarin darah juga kali."

" Trus?" Tanya Fahmi.

" Oh, mungkin ini mungkin karena bekas sisa minuman yang dikasih Kak Alaric tadi pagi," ucap Alena menebak.

" Minuman?" Ulang Fahmi.

" Iya. Jadi tadi pagi Kak Alaric ngasih aku minuman gitu. Warnanya merah. Enak banget tau nggak. Manis. Tapi aku nggak tau itu minuman apa," Alena bercerita dengan mata berbinar.

" Kok nggak tau. Kamu gimana sih? Masak langsung minum aja" Tanya Fahmi menatap tajam Alena.

" Apa sih. Jangan natap aku kayak gitu deh. Bukan yang aneh-aneh kok yang jelas. Nggak mungkin lah kakak sepupu aku mau ngeracunin aku atau ngasih minuman nggak jelas ke aku." Bela Alena tak suka kala Fahmi seolah curiga ke Alaric.

" Trus kamu nggak nanya ke dia itu minuman apa?" Fahmi bertanya lagi, penasaran.

" Nanya sih. Tapi dia mah bilang darah. Ada-ada aja kakak sepupu ku itu. Masak becandanya begitu. Garing banget," ucap Alena terkekeh pelan. " Ya kan?"

" Hmm. Ya," jawab Fahmi datar karena di bagian dalam hatinya sejak pertama bertemu dengan sepupu Alena yang bernama Alaric itu, Fahmi sedikit mempunyai rasa tak suka dengannya.

" Eh, tapi bukannya tadi pagi nggak ada ya?" Batin Fahmi teringat sambil memandang wajah Alena yang menatap kearah nya. " Apa mungkin aku yang nggak terlalu memperhatikan wajahnya aja ya tadi pagi. Mangkanya nggak tau,"

See You Next Chapter

Sudah kan Anda meninggalkan jejak pada cerita ini dan tidak menjadi silent readers :)?

Jangan lupa baca karya ku yang lain ya

13 juli 2018

Terimakasih


Pure Blood (COMPLETE)Where stories live. Discover now