37👿

1.1K 113 21
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak ya saat membaca cerita pure blood.

Keributan di kantin

Fahmi meraup wajahnya kasar, lalu dengan pandangannya yang tajam menatap kantin dengan kondisi penuh nan berdesakkan. Lenguhan kesal terdengar dari pria itu tak lama kemudian.

" Oke, jelasin sekali lagi kenapa kamu nyeret aku dari perpus sampe sini." Ucap Fahmi menatap gadis di hadapannya saat ini yang tersenyum tanpa dosa.

" Laper," jawab Alena.

" Iya tau, maksud aku bukan itu. Kenapa kamu mesti nyeret aku kesini, Alena Shafira," tanya Fahmi berusaha tenang.

" Ya biar nggak sendiri lah. Minta temenin sama kamu," jawab Alena sambil mengambil garpu dan sendok yang ada di meja.

" Emang nggak bisa kesini sendiri ya,hmm?" Fahmi menatap Alena yang fokus pada mie ayam di hadapannya.

" Bisa sih, cuma nggak enak aja kalo sendiri. Mangkanya aku ajak kamu, biar ada yang nemenin," jawab Alena sambil membalas tatapan Fahmi.

" Kan ada anak kelas yang laen. Yang nganggur. Kamu tau sendiri kan aku musti belajar Al..." Ucap Fahmi sambil menghela nafas berat, mengambil jeda sesaat sebelum melanjutkan ucapannya." Lagian, kenapa sih kamu akhir-akhir ini jadi pemalas,hmm?"

" Sikap mu mulai beda, oke, masih bisa sedikit kupahami apa alasannya kalau kamu mau hubungan kita selangkah lebih maju dan nggak stuck ditempat. Tapi, kenapa kamu juga jadi orang yang nggak rajin, malas, dan nggak menghiraukan penjelasan guru,hmm? Udah ngerasa kalo kamu pinter dan nggak perlu belajar?" Imbuh Fahmi membuat Alena yang tadinya hendak menyantap mie ayam pun tak jadi.

Alena menarik nafas dalam, menatap Fahmi kesal akan ucapan lelaki itu, " Kamu tau nggak sih, kamu itu perhatian. Tapi cuma perhatian masalah masa depanku doang. Dan bukan apa yang ada sekarang,"

" Jujur aku seneng kamu perhatian kek gitu. Tapi, bisa nggak, kamu juga perhatian sama aku yang ada di hadapanmu sekarang ini? Di waktu sekarang. Di momen sekarang dan bukan masa depan. Hmm?" Imbuh Alena sambil mengangkat tangannya yang memegang sendok berisikan mie ayam yang sudah Ia potong kecil-kecil agar mudah dikunyah.

" Ya?" Ucap Alena mengarahkan sendok tersebut ke bibir Fahmi, dengan tatapan matanya, Alena menyuruh agar lelaki itu membuka bibirnya dan menerima suapan yang Ia berikan.

Fahmi terdiam, menatap sekitar, terdapat beberapa murid yang melihat ke arahnya, " Kamu lagi ngapain sih, dilihatin murid-murid loh itu," ucap Fahmi tanpa suara.

" Maka dari itu, jangan bikin aku malu. Pilih makan atau aku teriak minta peluk," jawab Alena dengan seringai yang entah mengapa bagaikan hipnotis seolah adalah perintah mutlak yang tak bisa Fahmi tolak. Sehingga tanpa sadar, lelaki itu pun membuka mulutnya agar sendok suapan Alena bisa masuk kemulutnya.

" Nah gitu dong," Alena tersenyum puas.

Fahmi mengerjapkan matanya, seolah Ia baru sadar apa yang terjadi. Tak berselang lama kemudian, pandangan matanya beralih pada Alena yang sedang fokus melahap mie ayam.

" Mau kemana?" Tanya Alena kala menyadari terdapat pergerakan kursi yang bergeser.

" Ke kelas," jawab Fahmi.

Belum sempat, Alena berkata-kata lagi, Fahmi sudah berlalu dari hadapannya. Membuat Alena menghembuskan nafas kesal sembari menatap punggung pria itu.

" Tsk. Yasudah lah," gumam Alena sambil memasang wajah pasrah.

" Tapi, ngomong-ngomong ini mie ayam apaan sih. Nggak enak banget. Hambar. Padahal udah kukasih sambal banyak." Batin Alena sambil menatap semangkuk mie ayam yang kuah nya kini bewarna kemerahan karena sudah Ia masukkan hampir sepuluh sendok sambal.

" Seneng ya berduaan sama Fahmi," ucap seseorang sembari menggebrak meja, membuat Alena tersenyum sambil menelan makanannya.

" Seneng lah. Kenapa enggak coba?" Ucap Alena sembari mengalih kan pandangannya pada Vanesha.

" Oh... Udah berani jawab ya sekarang, hmm?" Tangan Vanesha terjulur mencengkram dagu Alena.

" Sikat aja dia Van," ucap Jessi, teman Vanesha yang berkacamata sambil tersenyum seringai.

" Iya. Ajarin dia biar nggak belagu lagi. Sok cantik sih," timpal Resa yang kesal karena murid di kelas sejak tadi pagi memperbincangkan Alena.

" Hah. Iya ya, eh cupu, jangan sok cantik dan keganjenan sama Fahmi deh. Mentang-mentang hari ini tampilan kamu beda dari biasanya bukan berarti cupu kayak kamu bisa jadi cantik. Nggak sama sekali," ucap Vanesha semakin mengeratkan lagi cengkramannya.

Alena memegang tangan Vanesha erat, mencengkramnya kuat membuat Vanesha menjerit kesakitan. " Dengar ya, ada tiga kesalahan di sini. Pertama, aku nggak sok cantik. Aku sekedar memoles wajah aja. Kalo ada yang bilang cantik itu pendapat mereka tentang penampilanku." Ucapnya sembari menghentak tangan Vanesha.

" Kedua, yang cupu itu kamu, Vanesha. Kamu sok berani tapi bawa bodyguard segala. Sok berkuasa padahal status juga sesama murid SMA," lanjut Alena sambil memandang Jessie dan Resa bergantian.

" K---kau," ucap Vanesha sembari melayangkan tangannya, berniat menampar wajah Alena.

Namun sayang, tangan Alena sudah terlebih dahulu menghentikan pergerakan tangan Vanesha tersebut. Dengan sekali hentak, Alena menarik Vanesha mendekat ke arahnya dengan tangannya masih mencengkram kuat tangan gadis tersebut. " Dan yang terakhir, aku nggak keganjenan sama Fahmi, cerdas. Fahmi itu PACARKU. Jadi, orang cerdas kayak kamu harus nya paham dong. Yang ganjen itu siapa, kamu atau aku," ucap Alena dengan tatapan tajam.

Setelah mengatakan hal tersebut, Alena segera pergi berlalu dari hadapan Vanesha cs. Meninggalkan berbagai riuh percakapan yang ada di kantin kala melihat pertengkaran antara Vanesha cs dan Alena.

" Apa kalian lihat-lihat hah!" Teriak Vanesha menatap sekitar dengan rasa marah, membuat semua murid yang tadinya menatap ke arahnya seketika berbalik. Seolah berpura-pura tidak tau apa yang terjadi.

" Alena... Sialan... gadis itu," geram Vanesha sambil menatap punggung Alena yang menjauh, dengan tangan yang masih terus mengusap pergelangan tangannya yang kini tampak membiru.

See You Next Chapter

Apakah anda sudah meninggalkan jejak?

29 juli 2018

Terimakasih

Pure Blood (COMPLETE)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu