30👿

1.3K 100 23
                                    

Kelas
♤♤♤♤

" Seriusan? Kok bisa sih?" Tanya Alena sambil memandang Fahmi yang tengah membaca buku di hadapannya.

Fahmi mengendikkan bahu nya tak tahu. Sambil memandang satu persatu murid yang keluar kelas karena lonceng pertanda jam istirahat semenjak tiga menit yang lalu. Dan beberapa masih setia menetap di kelas sambil menangis karena harus kehilangan salah satu kehilangan teman mereka yang tidak lain adalah...Pio.

" Kamu nggak nanya ke dia?" Tanya Alena penasaran kala mendengar cerita Fahmi.

Cerita yang menceritakan soal kenapa tadi pagi murid-murid berkerumun di depan ruang UKS bahkan terdapat satuan polisi juga di sana.

Kata Fahmi setelah lelaki itu bertanya-tanya kepada beberapa kerumunan tadi pagi, bahwa Levina, ketua kelas sebelah yang datang pagi-pagi karena hendak mengembalikan buku yang Ia pinjam dari perpustakaan minggu lalu berteriak kencang saat mendapati seseorang tergeletak mengenaskan dengan darah yang melumuri baju nya dan bahkan terdapat bekas darah yang terlihat di atas lantai tengah berceceran. Ditambah terdapat bau anyir darah yang sangat  pekat membuat Ia hampir tak bisa berkata-kata.

" Kamu dari tadi mikirin cerita mulu Alena, bukannya kamu sudah janji kalau aku ijinin kamu nyeret aku ke perpustakaan dan menceritakan apa yang kutahu, kamu akan diam dan mempelajari fisika yang tidak kamu kuasai itu," peringat Fahmi tanpa menoleh namun dengan nada menyiratkan seolah berkata, " Jangan ingkar janji. Aku gak suka orang seperti itu,"

" Ah elah kamu mah. Cuek ada batasnya kali, temen kita kehilangan nyawanya di sekolah kita loh, di perpustakaan, tempat yang biasa kita kunjungi, dia kehilangan nyawanya dengan kondisi mengenaskan." Ucap Alena sambil menarik buku fisika miliknya, mau tak mau Ia pun akan memelajari buku yang entah sejak kapan Ia benci itu agar Fahmi tak menggerutu dan marah," Kamu mah, cuek juga ada batas nya kali,"

Mendengar ucapan Alena yang seperti itu, Fahmi menghentikan bacaannya sejenak lalu menatap gadis di hadapannya saat ini yang sedang memabaca daftar isi, bagian mana yang belum Ia baca,

" Aku tau Alena, tapi, kita emang bisa apa? Biar polisi aja yang mecahin kasus nya ya. Kamu pun bukan detektif yang bisa nyelidikin kenapa dan apa, jadi fokus aja sama yang ada di depan mu ya," ucap Fahmi mencoba memberi pengertian agar Alena tak terus membahas kejadian tadi pagi.

Sungguh, di dalam hatinya yang terdalam, Fahmi tak ingin terlalu memusingkan masalah Pio ini. Toh, Alena tak ada hubungannya sama sekali dengan gadis itu. Teman pun juga bukan, bahkan Alena kadang dicibir oleh Pio semenjak MOS karena masalah sepele. Yakni, Alena waktu itu tak sengaja menumpahkan minuman di kaos putih milik Pio, menyebabkan gadis itu mendapat teguran oleh kakak kelas.

Ya, mungkin orang lain melihat Fahmi merupakan seorang pacar yang cuek dan membosankan untuk Alena. Atau lebih parah dari pada itu. Namun, satu hal yang pasti, Fahmi menginginkan Alena mempunyai masa depan yang baik dan terhindar dari orang munafik. Maka dari itu, Fahmi akan menjaga harapannya pada Alena dengan cara nya sendiri.

" O--oke. Oke deh, yuk belajar aja," ucap Alena setelah terdiam beberapa saat karena mendengar ucapan Fahmi yang begitu lembut yang jarang Ia jumpai di seumur hidupnya.

" Astaga, mimpi apa aku semalem," batin Alena sambil menunduk kesenangan, rasanya Ia ingin berteriak kencang saat ini.

Fahmi tersenyum tipis kala Alena mau mendengar kan ucapannya dan menurut, bahkan saat ini gadis itu sedang tampak menggores bukunya dengan stabilo. Mencoba menandai bagian yang penting.

Namun, sayangnya, senyum Fahmi harus pudar seketika kala ada seorang laki-laki yang baru pertama kali Ia lihat tengah berteriak kencang di pinggiran pintu masuk dengan mengucapkan, " Selamat pagi Alena Sayanggg!"

Dan hal itu membuat seluruh mata menjadi tertuju pada Jayden yang sedang menampakkan senyum tanpa dosa nya dan berjalan santai menuju ke arah Alena dan Fahmi berada.

" Kamu siapa? Dateng-dateng teriak, kayak nggak punya sopan santun," ucap Fahmi memandang Jayden tegas kala lelaki itu sudah berdiri tepat di hadapannya.

" Aku? Jayden. Kenapa? Masalah?" Jawab Jayden memandang Fahmi dengan tatapan menantang.

" Alena, pagi," sapa Jayden sesaat kemudian sembari memandang wajah Alena yang terlihat terganggu akan kehadirannya.

" Udah siang. Pinteran dikit napa," ketus Alena.

Membuat wajah Fahmi seketika menatap Jayden dan Alena bergantian, " Sejak kapan Alena bisa ketus?"

" Galak banget sih, aku kan cuma mau nyapa calon pacar aja," ucap Jayden sambil menaik turunkan alisnya.

Mendengar hal itu Alena memandang Jayden seolah berkata, "Dih". Beda hal nya dengan Fahmi yang seketika langsung memandang Alena, meminta penjelasan terhadap gadis itu.

Alena yang untungnya saat ini cukup peka pun segera menatap Fahmi dengan menarik tangan lelaki itu untuk Ia genggam. " Jangan dengerin omongan dia. Aku juga gak tau dia siapa. Aku taunya dia murid baru. Udah itu aja,"

" Apa sih, pegang-pegang," dengus Jayden sambil memisahkan tangan Fahmi dan Alena.

" Tolong ya, jaga sikap. Aku nggak peduli kamu murid baru atau bukan, tapi rasanya tidak sopan jika kamu bersikap demikian," tegur Fahmi dengan tegas.

" Bla bla bla... membosankan. Emang kamu siapa sih,hmm? Cuma pacar kan? Pacar yang bentar lagi bakalan putus," ucap Jayden di sertai senyuman miring.

" Wah, kamu berbicara seperti sudah bisa memprediksi masa depan. Hebat," ucap Fahmi datar.

" Cih, ku kasih info ya. Jauh sebelum kamu mengenal Alena, aku udah mengenal dia. Ya kan Alena?" Ucap Jayden sambil memandang Alena yang membulatkan mata seketika.

" Apaan sih, gak jelas banget. Ngelantur," cibir Alena.

" Dengar kan jawaban Alena? Boleh sekarang kamu pergi dari sini?" Tanya Fahmi sambil menunjuk pintu keluar, " Karena kehadiran kamu hanya membuat heboh kelas ini saat kelas ini tengah dirundung sedih,"

" Ya ya ya, aku akan pergi. Tapi ingat satu hal, kamu nggak akan bisa bersama Alena selamanya? Karena kenapa? Dia milikku. Dari dulu, hingga sekarang," ucap Jayden memandang tajam Fahmi dengan jarak dekat ditambah matanya yang sekilas berubah warna menjadi merah darah.

" Inget itu," imbuh Jayden sambil menjauhkan diri dari Fahmi dan menuju keluar kelas.

" Itu tadi apa?" Batin Fahmi sambil menatap lantai dengan rasa sedikit gemetar.

See You Next Chapter

Ikuti terus kisah pure blood

Jangan lupa tinggalkan jejak

17 Juli 2018

Pure Blood (COMPLETE)Where stories live. Discover now