50👿.

1.1K 107 10
                                    


Jangan lupa tinggalkan jejak ya readers. Sebagai bentuk apresiasi sebagai penulis :)). Ngevomment gak akan bikin kuota kalian tiba-tiba mendadak sekarat kok :) . Kan nggak sampai 5 menit.

Selamat, tinggal
👿👿👿

Alena melirik Alaric yang masuk ke dalam rumah kembali, pergi untuk berganti pakaian agar dapat menarik live stock yang dengan mudah.

Awalnya ide tak jelas Alena itu tak di setujui Alaric, karena lelaki itu berpikir, ' Untuk apa susah payah begitu. Bukankah itu hanya memakan waktu saja?'

Tapi apa daya, Alena ngotot agar Alaric menjadi umpan perburuan livestock saat ini. Karena Alena ingin melihat bagaimana reaksi saat orang yang Alaric rayu pada akhirnya akan berakhir mati tak berdaya kehabisan darah karena ulah Alena dan Alaric yang tak akan segan untuk meminum seluruh pasokan darah manusia tersebut hingga tetes terakhir.

" Argh," erang Alena tiba-tiba sambil memegangi dadanya yang terasa sakit.

Meski kejadian itu hanya sesaat, karena tak berselang lama kemudian, Alena mengeluarkan sedikit darah dari sudut bibirnya. " Waktu ku akan segera habis." Ucapnya sambil mengusap darah tersebut dan menatap rumah Fahmi yang berada di seberang jalan.

Linangan air mata yang terasa deras menetes di pipi Alena diiringi langkah cepatnya yang berlari menuju rumah Fahmi, membuat Alaric terdiam di dalam rumah----memandangi Alena dari kaca jendela yang ada di lantai dua. Ruangan yang tepat berada di sebelah kamar Alena.

" Fahmi..." gumam Alena sambil terus menekan bel setiba nya di rumah Fahmi.

Meski sudah hampir sepuluh kali, bel rumah telah berbunyi dan tak ada satu pun tanda bahwa sang pemilik rumah akan keluar. Alena tak berhenti begitu saja, harapannya untuk bertemu Fahmi detik ini juga tak dapat tergoyah kan.

Gadis itu pun mencari kerikil kecil di sekitar, mengambil kerikil tersebut lalu melemparkan ke kaca balkon kamar Fahmi. Dalam hati berharap agar lemparannya tepat mengenai sasaran dan juga Fahmi segera keluar dari kamar untuk melihatnya sebelum kaca jendela rumah lelaki tersebut pecah ataupun menyebabkan keributan di tengah malam.

Dengan senyum merekah disertai rintik air mata bahagia, Alena menyambut sosok Fahmi yang tampak mengantuk dan sesekali menguap---melihat ke arah Alena tepat di netra nya.

" Kamu ngapain sih---" kesal Fahmi sesekali sambil mengusap matanya yang terasa berat.

" Fahmi, cepat turun kesini. Aku pengen bicara sama kamu," ucap Alena memandang Fahmi penuh rindu. Seolah, sedang merekam setiap detail gerak gerik Fahmi dalam memori ingatannya.

" Ngapain? Gak tau jam apa?" Tanya Fahmi kesal sambil memerhatikan gadis yang kini tengah terbatuk di tengah malam itu, tapi dengan senyum yang masih terhias di sudut bibirnya.

Terdiam. Fahmi memandang Alena lekat. Ia terpaku pada siluet Alena yang tampak tersenyum ke arah nya. Senyum yang entah mengapa terasa menyakitkan namun menimbulkan rasa rindu di dalam hati Fahmi.

Hingga detik selanjutnya saat Fahmi menyadari, tanpa pikir panjang Fahmi pun langsung loncat dari balkon kamarnya. Membuat Alena yang melihat kejadian itu menjerit tertahan lalu berlari mendekati Fahmi yang tersungkur kesakitan.

" Alena...Alena...Kamu masih hidup? Maafin aku...Aku---" ucap Fahmi saat Alena berada tepat di hadapannya.

Dengan rasa sakit yang mendera tenggorokannya, Alena mencoba menahan nafsu jiwa lain di dalam dirinya yang memaksa bangkit kembali saat darah segar mengalir di lutut dan siku tangan Fahmi. " Aku udah maafin kamu." Ucapnya dengan masih tersenyum, seolah meyakinkan Fahmi bahwa tak ada yang perlu di khawatirkan.

" Syukurlah. Alena...please, jangan pergi lagi. Aku janji sama kamu, aku akan lebih memerhatikan kamu mulai sekarang..." ucap Fahmi sambil meraih tangan Alena.

Alena terbatuk darah lagi, melepaskan tangannya dari genggaman tangan Fahmi lalu menyeka darah di sudut bibirnya. " Maaf..."

" Hei, kamu kenapa?" Tanya Fahmi dengan nada khawatir sambil memegang dagu Alena, mengarahkan wajah gadis itu sepenuhnya ke arah dirinya.

" Waktu aku hampir habis." Ucap Alena memegang tangan Fahmi yang ada di wajahnya.

" Apa maksud kamu? Kamu jangan bicara aneh-aneh Alena. Kamu harus janji sama aku, kamu nggak boleh pergi ninggalin aku sendiri." Ucap Fahmi terdengar semakin khawatir.

" Maaf... Tapi, aku nggak bisa janjikan hal itu... Karena, aku menggunakan seluruh energi kehidupanku untuk menemuimu saat ini...uhuk...dan setelah energi kehidupanku benar-benar habis...di tubuh ini hanya akan ada jiwa Alena Rousseau sepenuhnya..." jelas Alena semakin terbatuk dan kesadarannya hampir menghilang.

" Alena...Rousseau? Bagaimana kamu tahu si vampir brengsek itu.. Bagaimana---" ucap Fahmi penuh amarah namun terhenti dengan tangan Alena yang membekapnya.

" Sejak kapan kamu menggunakan kosa kata itu..." ucap Alena dengan senyuman.

" Fahmi...Mungkin dia jahat di mata kamu... Tapi, menurutku, dia bersikap seperti itu karena hal yang dialaminya selama ini. Aku nggak tahu kamu sudah tahu bahwa Alena Rousseau punya seluruh ingatan dan perasaan rasa sakitku, yang artinya dengan takdir yang mengikat ini...uhuk...aku juga punya seluruh ingatan Alena Rousseau selama ini." Jelas Alena panjang lebar.

Fahmi memandang Alena khawatir kala kulit Alena yang Ia pegang semakin dingin dan wajah Alena semakin pucat. " Udah. Cukup ya...Kamu nggak perlu jelasin panjang lebar tentang dia... Kamu harus menyimpan energi kamu."

Alena tersenyum. " Jangan benci dia. Dia tak menyakitiku sama sekali. Aku bersyukur karena dia...yang merupakan seorang Ratu dengan banyak bawahan...mewujudkan keinginan terkelamku yang tak pernah tercapai."

" Alena...apa maksudmu? Mimpi keinginan terkelam?" Tanya Fahmi menautkan alisnya, bingung.

" Tak perlu kamu pikirkan...Yang jelas, aku punya pesan untukmu... uhuk... Dan ini akan menjadi pesan terakhirku," ucap Alena sambil mengusap air mata Fahmi kala mendengar ucapannya.

" Jaga dirimu baik-baik dan jalani hidupmu dengan baik. Fahmi, kamu masih muda, kamu punya mimpi yanh harus di capai----" ucap Alena tersenyum sedih, karena merasakan bahwa Ia tak bisa tahan lebih dari ini.

" Alena...aku---"sela Fahmi tak terima.

" Sssst. Biarkan aku melanjutkan ucapanku," ucap Alena. " Percaya lah, meski aku tidak ada di dunia ini, aku selalu akan hadir. Saat kamu memikirkan aku. Jadi, jangan merasa kesepian atas kepergianku." Imbuhnya sambil tersenyum dan menangis secara bersamaan.

Tepat setelah mengatakan hal tersebut Alena terbatuk hebat, lalu tak sadarkan diri. Dan Fahmi pun dengan teriakan yang hebat, mencoba membangunkan Alena, memeluk gadis itu erat di dalam pangkuannya. Hingga, suara decakan terdengar membuat Fahmi terdiam membeku.

" Hei, kau melemparkan dirimu sendiri,hmm? Jarak mu dan aku terlalu dekat. Apalagi kau sedang terluka dan aku sedang lapar..." ucap Alena dengan seringaian miring saat Fahmi menatap wajahnya. " Ingin jadi makanan pembuka ku?"

👿👿👿

See You Next Chapter

Sudahkah anda meninggalkan jejak di cerita ini?

26 Agustus 2018

Follow ig ku allifaaa99

Author Sangat menerima kritik dan saran yang membangun :)

Terimakasih


Pure Blood (COMPLETE)Where stories live. Discover now