Kesombongan

613 51 0
                                    

Aku duduk santai di sofa ruang tamu rumahku.
Kurebahkan sejenak tubuhku sambil memandang langit-langit.
Ku tarik nafas perlahan mencoba menikmati setiap serapan udara segar yang memenuhi paru-paruku, kemudian kuhembuskan perlahan.

Rasanya luar biasa aku bisa menikmati saat sesantai ini.
Merasakan setiap anggota tubuhku yang pasrah terbaring di sofa dengan permukaan yang sedikit dingin ini.

Sejenak aku berpikir tentang keadaan diriku yang akhir-akhir ini berubah.
Aku masih bertanya-tanya dalam hatiku.
Apakah semua ini nyata? Apakah semua ini baik bagiku?

Bertemu dengan Michael memang hal yang di luar nalar bagiku.
Sebuah kebahagiaan ajaib yang bahkan tak pernah sebersit pun terlintas dalam otakku.
Ia datang padaku tiba-tiba dan melenyapkan rasa sakit yang tanpa alasan selalu datang padaku.

Ia mengajarkan hal-hal baru padaku.
Ia pun menjadi manusia yang bisa dikatakan manusia kelas atas dengan semua kekayaan yang ia miliki.
Harta dunia yang selama ini aku impi-impikan.
Dulu aku sempat berkhayal bagaimana rasanya menjadi manusia kelas atas.

Semua yang aku mau ia bisa dapatkan untukku.
Makanan, barang mewah dan lain sebagainya yang hanya bisa didapatkan dengan uang bisa terwujud hanya dengan ucapan kata.
Tempat-tempat berkelas dan mewah pun bisa aku datangi.
Bahkan aku bisa mendapatkan pandangan orang lain yang tak lagi merendahkanku.

Tapi,

Tiba-tiba air mataku menggenang dan membuat kabur pandanganku.
Aku memang sempat bahagia dengan semua itu hingga datang rasa lain yang lebih menyakitkan daripada rasa sakit yang dulu pernah aku rasakan.
Rasa itu adalah rasa hampa yang disebabkan oleh hilangnya mimpi dan harapan dalam hidupku.

Dulu aku mempunyai banyak harapan dan impian yang membuatku sangat hidup.
Saat aku tak memiliki apapun, saat aku ingin merasakan hal-hal yang tak bisa kugapai, saat aku hanya bisa menahan diri untuk menanti sambil berjuang untuk mendapatkannya.

Aku merindukan semua harapan itu.
Aku begitu merindukan semua mimpi-mimpi itu.
Aku merindukan saat aku berkata seandainya.

Setetes air mataku memecah dari sudut mataku dan mengalir pelan melintasi pelipisku lalu menghilang dalam lebatnya rambut coklatku.

Hatiku kini menjadi kosong.
Seakan cahaya harapan benar-benar redup dalam hidupku.
Tak ada lagi keasyikan hidup yang aku rasakan.
Tak ada lagi kenikmatan hidup yang aku dapatkan.

Aku pun mencibir sinis pada diriku sendiri.

"Jadi kali ini aku telah terlarut dalam kesombongan dunia ya?"

Aku menoleh ke arah jendela kaca yang terletak dekat dengan tempatku terbaring.
Dari sini aku bisa melihat langit yang sepenuhnya berselimutkan awan putih.
Aku menatap langit penuh penyesalan.

"Maafkan aku Tuhan."

Michael (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang