Rasa Sakit

453 25 0
                                    

Michael kecil, begitulah aku menyebutnya.
Ia tinggal bersama kak Mark.
Aku pun sering datang ke rumahnya untuk bermain dengan Michael kecil.

"Chiellyn apakah kau mau ice cream?" tanya Mark.

"Iya kak. Ice cream coklat ya." ujarku lembut.

"Hahaha...sama seperti Michael ya." ujar Mark lirih sambil membuka pintu kulkas dan mengambil dua cup ice cream cokelat.

Aku bermain dengan Michael kecil di taman dekat kolam renang.
Kami bermain lempar bola.
Michael kecil sangat senang mengambil bola yang kulempar dan mengembalikannya lagi padaku.

Mark duduk di dekat kolam renang sambil memperhatikanku bermain dengan Michael kecil.
Aku senang bermain dengannya, karena ia nampak sangat lucu dan menggemaskan.
Aku pun berdiri hendak melempar bola hijau di tanganku itu.
Michael kecil sudah menunggu kedatangan bola yang akan kulempar.

Entah mengapa tiba-tiba aku merasakan sakit yang luar biasa di perut kananku.
Bola itu terlepas dari tanganku.
Aku menekan perutku mencoba menahan rasa sakit.
Tanpa sadar pun aku terbungkuk menahan perih.

Michael kecil menggonggong padaku seakan khawatir padaku.
Mark melihatku dan ia langsung berlari ke arahku.

"Chiellyn!!" panggilnya sambil menghampiriku.

"Kau kenapa?" tanya Mark khawatir sambil memegangi tubuhku yang hampir lemah.

Wajahku menjadi pucat.
Aku bahkan tak bisa mengatakan apa-apa.
Mark pun menuntunku perlahan ke mobil putihnya dan kami pun melaju cepat ke rumah sakit.
Felix langsung menanganiku dan mengurus beberapa test yang harus aku jalani.

Hari itu juga aku pun langsung menjalani operasi saat hasil test ku keluar.
Kak Mark menunggu dengan gelisah di luar ruang operasi sambil berharap semua akan baik-baik saja.
Ia nampak begitu risau.
Ia pautkan kedua tangannya dan ia buat sandaran keningnya sambil bergumam dalam doa supaya semuanya berjalan dengan lancar.
Ia terus berdoa dalam hatinya supaya aku baik-baik saja.

Beberapa jam kemudian pintu operasi pun dibuka.
Beberapa dokter bedah keluar dari ruangan itu termasuk Felix.
Beberapa lainnya mendorong ranjangku dimana aku masih terbaring lemah dan masih dalam pengaruh obat bius.
Mark langsung menghampiriku cepat.
Ia membelai lembut kepalaku sambil menatapku cemas.

Lalu ia berbalik menghampiri Felix.
Felix melepas masker hijau dari wajahnya dan kedua sarung tangan putihnya lalu menghembuskan nafas panjang.
Ia pun mengajak Mark untuk berbicara empat mata di ruang pribadinya.
Sedangkan aku dibawa ke sebuah ruang kamar lain untuk beristirahat.

"Keadaan Chiellyn makin memburuk.
Sepertinya belakangan ini ia terus menyembunyikan rasa sakitnya.
Ada sayatan tak kasat mata yang terdapat di ulu hatinya.
Dimana waktu kejadian ia pernah tertusuk oleh belati.
Sekarang sayatan itu bertambah panjang dan menyebabkan pendarahan di rongga perutnya.
Kami sudah mencoba melakukan yang terbaik." ujar Felix.

Mark hanya menggelengkan kepala tak percaya.

"Tak adakah lagi yang bisa kalian lakukan?" tanya Mark lirih.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menutupi luka itu juga membersihkan gumpalan darah di ulu hatinya dan sekitar rongga perutnya.
Namun kenyataannya untuk memulihkan diri dengan sobekan ulu hati sepanjang itu sangat sulit.
Hanya keajaiban jika ia bisa sembuh dari luka itu." ujar Felix.

Kedua kelopak mata Mark tiba-tiba menghangat.
Entah sejak kapan genangan air mata sudah memenuhi kedua bola matanya dan membuat pandangannya nampak samar.
Tanpa ia bisa kendalikan pula, tetesan-tetesan air mata langsung melesat cepat menyusuri pipi putihnya dan jatuh tepat di dadanya.

Mark langsung menghapus cepat aliran air mata itu dengan punggung tangannya.
Ia langsung beranjak dari ruangan itu menuju ruang kamarku.
Ia masuk ke ruang kamarku dan melihatku masih tertidur pulas karena pengaruh obat bius.
Mark menghembuskan nafas panjang sambil terus menatapku.

"Maafkan aku Lyn.
Bahkan sudah sebaik mungkin aku berusaha kau masih juga berkelut dalam rasa sakit tanpa aku bisa melakukan apa-apa untukmu.
Maafkan aku." ujar Mark sedih.

Michael (The End)Where stories live. Discover now