Awan Tua

1K 96 0
                                    

Aku, Mark dan Michael pergi menjemput dua orang anak kecil yang tak lain adalah Chrieristnya Mark yaitu Boy dan Leo.

"Hai, nama kalian siapa?" tanyaku lembut pada anak-anak itu.

"Aku Boy dan ini adikku Leo." jawab Boy sambil tersenyum dengan manisnya.

"Nama kakak Chiellyn." ujarku sambil membalas senyuman Boy.

"Gak tanya tuh!" ujar Mark sinis.

"Cih...
Dasar sakit!" gerutuku kesal sambil sedikit melirik Mark.

"Kak Chiellyn siapanya kak Mark dan kak Michael?" tanya Boy polos.

"Aku ini kawan baiknya kak Michael dan idolanya kak Mark." ujarku sambil terkekeh.

"Cih...siapa juga yang ngidolain gadis aneh macam kamu." gerutu Mark kesal.

"Udah, jujur aja deh." ujarku sambil tersenyum jahil.

"Aissshhh..." desis Mark kesal.

Michael yang melihat kami ikut tertawa renyah begitu juga dengan Boy dan Leo.

Tak lama setelah itu kami pun sampai di sebuah tempat khusus piknik untuk keluarga.
Tempat yang merupakan padang rumput luas dan beberapa pohon pinus menjulang menghiasi kepolosan padang itu.

Michael, Mark dan aku mempersiapkan tempat piknik kami.
Michael memasang kain hitam bermotif kotak-kotak berwarna merah dan membentangkannya di dekat sebuah pohon pinus yang teduh.

Mark dan aku menata berbagai macam makanan di atas kain tersebut.
Boy dan Leo berlarian di sekeliling kami mengelilingi padang rumput tersebut.

Setelah semua selesai disiapkan, kami semua pun duduk santai bersama sambil menikmati semua makanan dan minuman yang ada.

Setelah semuanya merasa kenyang, Mark pun memutuskan bermain dengan Boy dan Leo.
Sedangkan aku duduk santai berdampingan dengan Michael.

"Jadi siapa Chrieristnya Mark? Boy atau Leo?" tanyaku.

"Boy." jawab Michael singkat.

"Oh..." ujarku mengerti.

"Hari yang indah kan." ujar Michael lantang sambil merebahkan dirinya di sampingku.

Aku juga ikut merebahkan diriku bersanding dengan Michael.
Kami bersama-sama menatap langit biru siang itu.
Dengan berbagai macam model awan putih halus menghiasinya.

"Langit yang cantik." ujarku.

"Ya kau benar.
Hei,  apa kau tahu cerita tentang awan tua?" tanya Michael.

"Awan tua?" tanyaku penasaran.

"Iya, awan tua." kata Michael.

"Apa awan itu penuh dengan keriput?" tanyaku polos.

"Hahahaha...bukan tua yang seperti itu.
Ia tua karena waktu." ujar Michael sambil terkekeh dan terus memandang langit.

"Dimulai dari sebuah awan kecil." ujar Michael memulai ceritanya.

"Ada sebuah awan kecil yang tak kunjung menemukan awan besar untuk ia jadikan sandaran.
Ia ingin sekali menjadi hujan.
Tapi Tuhan punya rencana lain baginya.

Meskipun ada badai bahkan tornado sekalipun, awan itu tak diijinkan Tuhan bertemu dengan awan lainnya yang ia harap-harapkan selama ini.
Ia tetap menjadi awan kecil yang melayang sendiri di langit biru.

Terkadang ia berbicara dengan bulan bahkan matahari.
Mengapa ia tak juga bertemu dengan awan besar dan bersatu dengan mereka untuk menjadi hujan.
Ia selalu melayang dengan kesedihan dan harapan suatu hari nanti ia akan bertemu awan besar dan bisa menyatu dengan mereka.

Suatu hari ia memberanikan diri bertanya pada Tuhan.

"Tuhan mengapa aku hanya menjadi seperti ini dan tak bisa menyatu dengan awan besar lainnya untuk menjadi hujan?"

"Belum waktunya.
Aku punya rencana yang lebih indah dari harapanmu." kata Tuhan pada awan kecil itu.

Awan itu pun bersabar hingga suatu hari ia terhenti di atas samudera yang sangat luas.
Di sanalah Tuhan menunjukkan rencana-Nya yang besar.

Terik matahari siang itu mampu menguapkan air samudera dengan jumlah yang sangat banyak dan uapan itu mengelilingi awan kecil itu.
Tanpa ia sadari, ia pun menjadi awan besar yang indah.

Tanpa harus bertemu dan mencoba bersandar dengan awan besar lainnya. Ia pun sudah di buat besar oleh rencana-Nya." ujar Michael mengakhiri ceritanya sambil tersenyum lembut.

Michael (The End)Where stories live. Discover now