Senja

342 27 0
                                    

Aku dan Michael menyusul Mark masuk ke dalam kamar Boy.
Saat melihat Boy yang hanya terbaring diam seketika tangisku pun meledak.
Michael juga ikut menangis sedih melihat tubuh Boy yang sudah membiru dan Mark yang sudah terduduk di lantai sambil mengerang keras dalam tangisnya.
Kepalaku jatuh ke dada Michael dan Michael pun merengkuhku erat.
Aku membenamkan wajahku semakin dalam ke dadanya mencoba menyembunyikan suara tangisku.

...

Acara pemakaman berjalan dengan suasana kelam.
Dedaunan dari sebuah pohon besar rontok berjatuhan bersama angin seakan ikut menangis tanpa air mata.
Angin dingin pagi itu berhembus lirih.
Keramaian pemakaman itu pun sejenak memudar oleh alunan waktu.

Mark menatap makam yang masih meninggi itu dengan tatapan kosong.
Ratusan kelopak bunga putih bertebaran penuh di atas makam.
Setetes air mata hangat jatuh dari pelupuk mata Mark ke atas makam itu.
Wajahnya masih nampak memerah menahan rasa sedih, kecewa juga kehilangannya.

Ia masih melihat ukiran nama Boy yang tertulis indah di nisan salib putih yang berdiri tegak di ujung atas makam.
Kedua tangan Mark mengepal kuat menandakan kemarahannya.
Ia pun mengusap cepat kedua matanya yang basah dengan salah satu punggung tangannya.
Ia pun segera berbalik dan berjalan cepat penuh amarah.

"Hei Mark! Kau mau kemana?" tanya Michael cemas sambil menarik tangan Mark.

"Lepaskan tanganku!
Akan kubuat Evil brengsek itu membayar semua yang telah ia lakukan padaku dan Chrieristku!" ujar Mark dengan nada tinggi.

"Apa kau bodoh hahh!!
Dimana kau akan mencarinya?
Karena kejadian waktu itu semua perusahaan Evil telah di ambil alih oleh pihak kita dan semua transaksi juga produksi ilegalnya telah dibekukan oleh Eric.
Sejak pertempuran waktu itu Evil telah menghilang tanpa jejak.
Memangnya kemana kau akan mencarinya?" tanya Michael dengan suara keras.

Aku hanya bisa berdiri menatap mereka sedih sambil terus beruraian air mata.
Mark hanya bisa terdiam saat mendengar penjelasan Michael.
Secara sedikit logika nya masih berfungsi dan mampu menstabilkan emosinya.

"Ayo kita pulang!" ajak Michael.

"Pulanglah dulu.
Aku masih ingin di sini bersama Boy." ucap Mark lirih.

Michael pun mengangguk pelan mengerti.
Ia kemudian menoleh ke arahku dan mengulurkan tangannya kepadaku.

"Ayo kita pulang." ajak Michael.

Aku mengangguk sambil menyambut uluran tangan Michael.
Saat aku melewati Mark aku memutuskan berhenti sejenak untuk membisikkan sebuah kalimat kepadanya.

"Hingga akhirnya yang menjadi musuhmu sebenarnya kali ini adalah dirimu sendiri kak."

Mark menoleh pelan ke arahku dan menatapku dengan tatapan bingung.
Aku tersenyum kepadanya dan mengangguk pamit kemudian berjalan menjauhinya.
Mark masih bersikukuh dalam diamnya terus berdiri di samping makam Boy tanpa mempedulikan waktu telah membawa senja kepadanya.

Michael (The End)Where stories live. Discover now