Kisah Lama (3)

317 28 0
                                    

"Bagaimana Chel?" tanya Markhiel yang tak sengaja berpapasan dengan Michael.

"Para penyusup sudah berhasil kami usir dari gerbang Surga.
Kau mau kemana Mark?" tanya Michael saat hendak melangkah pergi.

"Gangguan kecil saja ya.
Aku hendak bertemu dengan pemimpin Surga." ujar Markhiel.

"Apakah ia memanggilmu? Memangnya ada apa? Apa ia akan mengutusmu dan pasukanmu ke perkara lain?" tanya Michael penasaran.

"Hahaha...entahlah.
Kita lihat saja nanti." ujar Markhiel sambil tertawa renyah.

"Menjadi seorang pemimpin memang sedikit rumit ya." ujar Michael.

"Ya...kau benar.
Baiklah kalau begitu, aku tak mau pemimpin Surga menungguku terlalu lama." ujar Markhiel.

"Oke.
Sampai jumpa besok kawan." ujar Michael.

Esoknya tersebarlah kabar bahwa Markhiel telah berhenti menjabat sebagai Captain dan mendapat tugas ke dunia untuk menjadi penjaga seorang Chrierist.

"Apa maksud semua ini Mark? Bukankah kau sudah berusaha keras selama ini untuk menjadi seorang pemimpin?" tanya Michael tak percaya.

"Pernah aku bilang padamu waktu kecil dulu bahwa impianku sebenarnya adalah bukan menjadi seorang pemimpin bukan? Aku ingin menjadi malaikat yang baik hati, setia kawan dan tidak sombong." ujar Markhiel.

"Lalu apa hubungannya dengan semua ini? Bukan berarti menjadi pemimpin membuatmu sombong bukan?" tanya Michael heran.

"Aku memutuskan semua ini karena kepedulianku terhadap Ekhziel.
Aku akan menemaninya di dunia selagi ia menjaga Chrieristnya.
Bagaimanapun ia adalah kawan kita.
Ingatkah kau betapa ia begitu bahagia saat ia menyampaikan impiannya menjadi seorang Captain?" ujar Markhiel.

"Aku juga memikirkannya namun belum berani berbuat sejauh yang kau lakukan seperti saat ini.
Aku hanya mencoba membujuk para pemimpin Surga untuk mengangkat Ekhziel menjadi seorang Captain.
Namun mereka bilang, jika hati dan pikiran Ekhziel belum bisa menjadikannya seorang pemimpin.
Masih ada terlalu banyak ego dalam hatinya." ujar Michael.

"Begitu ya." ujar Markhiel sedih.

"Apa menurutmu aku juga harus mengundurkan diri dari posisi ini?" tanya Michael serius.

"Jangan! Bagaimanapun salah satu dari kita harus menjadi seorang pemimpin.
Kau tak boleh mundur dari posisimu sekarang Chel.
Buat kami bangga menjadi sahabatmu." ujar Markhiel.

"Tapi Mark, aku juga peduli pada Ekhziel dan juga dirimu." ujar Michael.

"Kepedulianmu pada kami bukan dengan cara menghancurkan impianmu bukan.
Aku juga Ekhziel, suatu hari kami pasti akan membuatmu tersenyum bangga pada kami.
Tunggulah waktu itu Chel." ujar Markhiel sambil tersenyum tulus.

"Aku bangga memiliki sahabat seperti kalian.
Jikalau itu memang maumu, sampaikan salam kasihku pada Ekhziel.
Bilang padanya aku sangat merindukannya." ujar Michael.

"Tentu saja.
Aku pasti akan menyampaikannya." ujar Markhiel.

...

"Kau boleh tak percaya pada kata-kataku.
Namun nyatanya bahkan Surga saja membencimu bukan, sehingga kau dibuang di dunia ini hanya untuk menjaga seorang nenek tua renta yang akan mati.
Setelah ia mati pun, apakah Surga akan menerimamu kembali di sana?
Jika iya, tetap saja kau tak akan bisa menjadi pemimpin seperti para kawanmu bukan.
Malah kemungkinan saat kau kembali ke Surga mereka akan menghinamu dan memandangmu rendah karena posisi mereka yang lebih tinggi darimu." ujar Mammonth sambil tersenyum sinis.

"Tidak! Mereka adalah sahabatku.
Tak mungkin mereka melakukan itu padaku." ujar Ekhziel bersikukuh.

"Kalau begitu, sudah berapa lama kau di dunia ini dan adakah salah satu dari mereka memikirkanmu?
Menanyakan bagaimana kabarmu?
Atau hanya sekedar menyapa melihatmu?
Adakah salah satu dari yang kau sebut sahabat itu datang ke sini hanya untuk sekedar mengunjungimu?" tanya Mammonth.

"Be..belum.
Tapi mereka pasti datang.
Mereka tak akan pernah melupakanku." ujar Ekhziel sedikit ragu.

"Atau sekarang mereka sedang berpesta tanpamu karena mereka sudah menjadi para pemimpin Agung di Surga." hasut Mammonth.

"Tak mungkin." ujar Ekhziel yang semakin melonggarkan genggaman pedangnya.

"Apa kau sudah dengar kabar bahwa Michael dan Markhiel kini sudah semakin berkuasa saja di Surga.
Pasukan mereka bertambah banyak.
Tapi tak ada waktu sedikitpun mereka memikirkanmu bukan?" ujar Mammonth.

"Tidak mungkin.
Tidak mungkin mereka melupakanku." ujar Ekhziel penuh keraguan.

Melihat lubang kecil di hati malaikat rapuh itu, Mammonth semakin bersemangat menghasutnya.

"Aku bisa menjadikanmu pemimpin.
Kau bisa menjadi salah satu dari pangeran neraka dan memperbudak para iblis mengikuti maumu.
Bahkan kau juga bisa berkuasa di dunia ini dan membuat pasukanmu sendiri." rayu Mammonth.

"Pemimpin? Berkuasa?" tanya Ekhziel sedikit tertarik.

"Ya tentu saja.
Surga toh juga sudah membuangmu.
Kau bukan apa-apa di sana.
Tapi kau bisa menjadi pemimpin kuat di dunia ini dan di neraka.
Pasukanmu akan mengalahkan pasukan musuhmu.
Kau juga akan kuberi kekuatan yang lebih kuat bahkan dari pemimpin Surga sekalipun.
Kau tak usah lagi menjadi budak manusia dan menjaga mereka.
Melainkan kau bisa memperbudak mereka dan buat mereka menjagamu." ujar Mammonth.

"Benarkah itu?" tanya Ekhziel yang sedikit tertarik dengan tawaran Mammonth.

"Tentu saja itu benar.
Kau akan dapat kekuatan itu sekarang juga kalau kau mau.
Kau juga bisa menjadi salah satu pemimpin neraka sekarang juga jika itu maumu." ujar Mammonth.

"Pemimpin neraka?
Tidak.
Tidak akan.
Kau mencoba menghasutku.
Pergi kau Iblis!
Aku tak akan tertarik pada tawaranmu itu!" bentak Ekhziel yang mencoba menyadarkan diri dari hasutan iblis.

"Terserahlah hai kau malaikat rapuh.
Kau sudah kehilangan Surga dan para sahabatmu.
Tawaranku ini masih berlaku untukmu karena di mataku kau berbakat menjadi seorang pemimpin.
Sebut saja namaku maka aku akan datang.
Namaku Mammonth." ujar iblis itu yang kemudian menghilang di balik kabut hitam.

Michael (The End)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant