Sang Chrierist

1.9K 183 3
                                    

Michael berjalan ke arah Mark yang saat itu sedang duduk santai di sofa ruang tamu.
Mark mengamatinya.
Ia pun melihat penampilan Michael dari bawah ke atas.

"Boleh juga penampilan kamu.
Jadi sekarang kamu sudah bisa beradaptasi di dunia manusia masa kini," ujar Mark.

Michael duduk di samping Mark.
Rambut Michael berubah menjadi coklat tua dan sedikit pendek.
Kedua matanya pun berubah dengan warna senada.
Ia memakai jaket abu-abu dan celana jeans hitam dipadukan dengan sepatu sneakers hitam putih.

"Yach.. kurasa begitu," ujar Michael malas.

"Jadi? Kapan kau akan bertemu Chrieristmu?" tanya Mark penasaran.

"Entahlah, aku pun tak tahu waktunya.
Oh ya Mark, aku punya pertanyaan untukmu," ujar Michael sambil menatap Mark dalam-dalam.

"Soal apa?" tanya Mark penasaran.

"Soal benda kecil yang berbentuk kotak tipis dan berwarna hitam yang sering kau gunakan jika kita menginginkan sesuatu untuk dimiliki.
Apa aku bisa memiliki seperti itu juga?" tanya Michael.

Mark menatap Michael diam.
Ia mulai menaikkan sudut bibirnya, lalu mulai memunculkan sederetan gigi putihnya.
Ia pun mulai tertawa terbahak bahak.
Michael menatapnya heran.

Tiba-tiba Mark menghentikan tawanya dan menatap Michael tegas.

"Tidak boleh!" ujar Mark sambil menatap Michael tajam.

Michael pun menaikkan salah satu sudut bibirnya.
Ia mulai menampakkan sederetan gigi putihnya yang rata.
Dan ia mulai sedikit tersenyum renyah.

Siang itu, di suatu tempat perbelanjaan terbesar di kota itu.
Michael berjalan santai menuju sebuah ruangan yang tak lain adalah sebuah bank.
Didampingi oleh beberapa anak buah Mark, Michael hendak membuat sebuah kartu debit.
Mark sengaja menyuruh beberapa anak buahnya untuk mengajari Michael membuka rekening.

Michael duduk dengan gugup di depan barisan para teller. Tiba-tiba ia mendengar suara nyaring tepat di belakangnya.
Ia langsung menoleh cepat melihat sumber suara itu.

Aku begitu terburu-buru masuk ke sebuah bank supaya tidak sampai terlambat.

"Huh.. syukurlah," ucapku lega saat aku mengetahui masih sempat untukku mengejar sang waktu.

Tak lama kemudian, handphone ku berbunyi nyaring.

"Halo?" jawabku pelan.

"Dimana?"

"Di bank," jawabku.

"Kalau begitu cepat setor sesuai yang saya sms kan sama kamu tadi. Paham?" tanya suara dari balik telepon.

"Iya saya pa... " kata-kataku terhenti saat melihat seorang pemuda menatapku dengan mata yang berbinar.

Aku sempat terpaku melihatnya namun segera aku menyadarkan diriku dan menatap ke arah lain mengingat bahwa aku sedang berurusan penting dengan atasanku.

Setelah semua urusanku selesai, aku melihat ke arah pemuda yang melihatku tadi.
Ia tak lagi melihat ke arahku.
Ia kembali menatap ke arah depan.

Sesaat kuamati, ia sangat tampan.
Meski tak tersenyum ia sudah tampak manis.
Kulit putihnya, rambut cokelat lurusnya, hidung mancung tajamnya dan juga bibir tipisnya yang memerah.

Kukerjapkan mataku dan menggelengkan kepalaku cepat.

"Sadar Lyn! Sadar! Siapa kamu lihat-lihat dia," ujarku dalam hati.

Selagi memproses setoran uang, sesekali aku melirik ke arah pemuda yang duduk di sudut ruangan.
Entah mengapa aku berpikir ia juga melirikku dari ekor matanya.

Aku tersenyum sendiri.
Lalu aku kembali mengerjapkan mata berkali-kali.

"Sadar Lyn,sadar! Dia gak mungkin liat kamu.
Siapa kamu? Cantik aja dikit.
Imutnya yang banyak.
Duh.. malah muji diri sendiri.
Udah ah," pikirku.

Setelah selesai urusanku dengan teller bank, aku pun segera keluar dari ruangan itu.

Michael mengikuti bayangan diriku sampai menghilang dari balik dinding kaca ruangan itu.
Ia menyunggingkan senyum begitu manis.

"Sinarnya benar-benar menyilaukan kedua mataku.
Jadi benar, ternyata gadis itu adalah Chrieristku," ujar Michael dalam hati.

Michael (The End)Where stories live. Discover now