Bab 93 Terhina Di Hadapan Mantan Mertua

168 5 0
                                    

Reno POV

Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah julia, aku merasa sangat canggung dan takut. Karena dia sidah berkata dengan menolak aku secara terang-terangan, akan tetapi aku tidak akan menyerah sampai situ saja. Karena sekarang di temani oleh sang ayah, kami pun sepakat akan membicaraan ini dengan kepala dingin. Sekarang aku tengah menggendong anakku, bernama—Pratama hasil dari pernikahan bersama dengan Sri—seorang asisten di kantor ketika itu.

Akan tetapi kami sudah berpisah, dan kabarnya sekarang Sri akan menikah lagi dengan lelaki yang lebih kaya dan masih berondong. Aku tidak peduli akan hal itu, karena yang aku mau adalah hanya keturunan saja sebagai pemilik dari jiwa dan raga ini. Sekarang tanpa ucap akh dan ayah akan bergerak langsung ke rumah Julia, karena kemarin malam kami datang sudah tak ada siapa pun selain ayahnya.

Sementara ayahnya tak mau memberikan keterangan perihal ke mana Julia pergi. Dan kali ini kami harus bertemu, aku yang menarik napas panjang berulang kali, kemudian memasuki gang rumah paling depan kompleks, sekarang kami menuju jalan utama di perumahan, dan banyak orang lalu lalang ke jalan utama ini. Akhirnya dalam waktu beberapa menit, tibalah kami di depan halaman rumah Julia.

Akan tetapi di sana tengah ada mobil yang berhenti, berwarna silver dan lumayan mahal juga. Mereka berdua, ada seorang wanita paruh baya akan tetapi berambut pirang, dan ada juga anak laki-laki tampan berbadan gemoy, aku menarik napas panjang, karena kami tak dapat masuk ke dalam sana. Akhirnya ayah pun berhenti di depan gerbang, dan tidak mengahalangi jalan siapa pun.

Akhirnya mereka ke luar dari perkarangan rumah, aku pun menoleh nomor plat polisi yang ada di kendaraan roda empatnya. Lalu, mobil itu pun pergi dengan sendirinya. Barulah aku menatap ayah, kami saling tukar tatap satu sama lain dengan ayah. Dia menoleh begitu saja, dan tiba-tiba Julia pun ada di depan teras bersama dengan ayahnya di kursi roda.

"Apakah kau tahu itu mobil siapa?" tanya sang ayah padaku.

"Gak tahu, yah, aku gak tahu dia siapa," jawabku dengan sangat jelas.

"Aku pun baru kali ini melihat dia, kalau memang dia gaj ada kepentingan gak masalah, takutnya dia ke sini karena ada kepentingan yang menjadi alasan kenapa kita tidak bisa masuk ke dalam kehidupan Julia," papar ayah.

Beberapa menit setelahnya, kami pun bergerak masuk ke dalam perkarangan rumah. Julia yang ada di depan teras kemudian menutup pintu, dan tak berapa lama akhirnya mereka ke luar kembali. Tatapan mereka sangat heran, karena memang saat ini aku sengaja memakai mobil yang berbeda dari biasanya. Agar Julia tak kabur lagi saat melihat kami datang.

"Sekarang kau ke luar, karena aku takut kalau Julia akan pergi," paparku menjelaskan.

"Ba-baik ayah, aku akan ke luar lebih dulu," jawabku terbata-bata.

Kali ini yang ke luar dari dalam mobil adalah aku, dan pertemuan di antara kami ini di sambut dengan Julia dan Ayahnya yang juga sudah menduga kalau kami datang lagi. Namun, kali ini aku membawa Pratama—anakku, sehingga Julia pun tercengang ke arah gendongan itu. Ayah baru ke luar beberapa saat, dia melepas kacamatannya dan kami saling tukar tatap.

Lalu ayah mengangguk dan seperti memberikan isyarat kalau kami harus masuk ke dalam, akan tetapi Julia hanya menatap tanpa menyambut kami kali ini. Aku tiba di hadapan Pak Hendri, kemudian aku memasukkan kedua tangan di kantong celana panjang. Dia memerhatikan kami berdua, dan dalam situasi saat ini tak ada yang mampu berkata lagi.

Lalu pak Hendri bertanya, "apa yang bisa kami bantu tuan-tuan?" tanya lelaki itu.

"Kami hanya ingin bertemu dengan Pak Hendri dan Julia, Pak, apakah benar ini adalah rumahnya," paparku menjelaskan.

"Iya benar, kenapa mencari anak saya lagi? Bukannya ... saudara-saudara sudah mencampakkan anak saya?" pungkas sang ayah dengan nada suara sangat kesal.

Aku dan ayah hanya bisa diam, tanpa mampu berkata sama sekali. Ini adalah jawaban yang paling menohok dari lelaki itu, karena sebelumnya dia hanya diam dan tak mau banyak berkata. Namun, sekarang dia telah tunjukkan siapa dirinya di dalam percakapan ini. Aku terdiam seribu bahasa, dan kemudian Pak Hendri memegang lengan anaknya.

"Julia, sekarang kita masuk, aku gak mau menerima tamu seperti mereka," ucap pak Hendri.

Kemudian Julia menjawab, "i-iya, Yah, kita masuk ke rumah," jawab Julia mendukung ayahnya, bahwa kami tidak di perkenankan masuk ke dalam.

Kemudian aku pun berjalan menuju mereka, dan memberanikan diri untuk meminta kesempatan kedua, karena aku sangat butuh berkata pada mereka lagi. Seperti yang pernah aku lakukan dulu, kalau aku telah mempersunting Julia dalam pernikahan. Walau pun aku melakukan kesalahan, dengan membiarkan perceraian itu terjadi.

"Pak, aku mohon ... jangan pergi, kami datang ke sini baik-baik Pak, apakah bapak udah gak mau lagi kenal sama aku?" tanyaku memberhentikan mereka berjalan.

Lelaki paruh baya itu memutarkan kursi rodanya. "Kamu adalah lelaki yang tak pantas lagi datang ke sini, karena kamu itu kejam. Aku gak pernah menyangka kalau kau sejahat itu, sampai-sampai berselingkuh dan selalu mensia-siakan anakku. Dari awal kamu menjalin hubungan serius bersama dia aku katakan, kalau kau sudah tidak cinta lagi sama dia, kau kembalikan saja dia padaku!"

"Pak ... aku minta maaf, ini adalah kesalahan aku. Dan sekarang, aku menyesal dan ingin kembali lagi sama Julia Pak ...," rengekku dengan menitihkan air mata.

"Tidak! Aku katakan tidak, aku bukan seorang Nabi yang bisa sempurna. Kalau Allah bisa memberikan kesempatan kedua, sebaiknya kau bertobat banyak-banyak, pikirkan salahmu dan tanya hatimu. Kalau untuk meminta kesempatan kedua padaku, percuma. Aku gak akan membiarkan anak aku jatuh ke tangan lelaki yang salah sepertimu!" pungkas sang mantan mertua.

Lalu aku menoleh ke belakang, ayah pun diam tanpa mampu memberikan kesaksian atau membela aku. Padahal perjanjian ketika di rumah, aku akan membawa dia bertemu dengan Julia, dia mau berkata paling tidak memberikan kata-kata manis darinya. Tak berapa lama, Julia pun masuk ke dalam rumah bersama pak Hendri. Aku juga berjalan masuk ke rumah, lalu di ikuti dengan ayah.

Setibanya di ruang tengah rumah, kemudian Julia pun berjalan menuju dapur dan meninggalkan ayahnya. Pak hendri tak mempersilakan kami duduk, akan tetapi aku pun duduk di kursi yang pernah aku duduki dahulu. Ayah pun juga duduk, akhirnya kami berbincang empat mata pada pak Hendri. Walau pun dia tetap tak mau memberikan kesempatan, aku terus merayunya. Lalu, Julia datang lagi dari arah dapur memberikan minuman hangat.

"Julia, sekarang duduk di sini, kami ingin mendengar ucapan kamu langsung Nak!" seru ayahnya.

"Ba-baik, Yah," jawab Julia, dia langsung duduk di hadapan aku. Lalu, Julia menatap dan beralih ke samping kanan seperti tidak mau memandang.

"Gimana Julia, apakah kamu mau kembali dengan mantan suami kamu ini, Nak? Sekarang kau katakan saja, berdasarkan hatimu dan berdasakan kejujuranmu?" tanya ayah.

Dan Julia pun diam, dia menatap lantai seraya mengunci ucapan itu. Tak berapa lama, dia menatap aku dan tidak mau berkata juga.

"Gimana, Julia, apakah kamu mau menerima aku lagi?" tanyaku dengan banyak pertanyaan yang sama.

Bersambung ...

3 Miliyar Sekali EntotWhere stories live. Discover now