Bab 63 Sang Penguasa

319 5 0
                                    

'Itu seperti mirip ponsel Reno, yang dulu pernah beli bareng aku di mall. Apakah tadi dia ke ponsel ini, ya, untuk menjual ponsel pada orang tersebut?' tanyaku dalam hati.

Kemudian aku pun sangat kepo dengan apa yang terjadi, pasalnya seorang pemilik konter telah menegang ponsel warna merah limited edition dengan logo yang sangat branded di belakang ponsel itu. Aku pun membelinya juga sekitar satu tahun lalu, ketika Reno menikah dan itu adalah hadiahnya.

Namun, kenapa malah sekarang di pegang oleh seorang penjaga ponsel. Awalnya aku telah kejar-kejaran pada sang anak beberapa menit yang lalu, di depan kafe tadi. Karena dia berlari ke arah gang ini, kemungkinan hendak menjual ponselnya. Tetapi yang aku herankan, kenapa dia bisa jauh-jauh ada di sini. Padahal, rumah ketika dia menikahi wanita itu sudah sangat jauh.

Berjuta pertanyaan datang begitu saja, ini kebetulan atau sekadar imajinasiku saja. Kalau memang benar ini hanya ilusi semata, tidak mungkin ketika aku berteriak tadi Reno malah berlari. Harunya dia santai saja, karenaaku hanya sekadar memastikan itu benar-benar dia atau bukan. Tak berapa lama, pemilik toko pun masuk ke dalam rumah. Aku melirik ponsel tersebut yang dia letakkan di atas sebuah steling transparan.

Seraya menunggu penjaga itu datang lagi dari dalam rumah, aku memegang ponsel tersebut dan membolak-balikkan ponsel mahal itu. Dengan menatap secara saksama, kemudian aku melihat seseorang datang dari arah yang sama. Ternyata dia adalah pemilik toko ini, mendapati akan hal tersebut dia mengernyit. Sepertinya dia merasa kalau aku akan mencuri ponsel ini.

"Pak, kenapa pegang-pegang ponsel saya?" tanyanya, dengan nada keras.

"Eng-enggak, aku hanya kenal sama ponsel ini. Apakah ini adalah ponsel bapak, atau ada yang menjualnya pada Bapak ya?" tanyaku sangat kepo.

"Ya ... ini memang ada yang jual tadi, Pak. Mohon maaf, orangnya juga mirip sama Bapak," katanya menjelaskan.

Kemudian aku pun tak salah lagi ketika menebak, dengan menarik napas panjang ini adalah benar ponsel milik Reno. Kemudian aku menelan ludah, kemungkinan dia sudah tak memiliki uang lagi, karena tak tahu caranya bekerja. Selama ini dia hanya hidup dengan uangku, tidak tahu caranya mendiri. Karena sangat kasihan, aku pun menatap kembali ponsel tersebut.

"Pak, apakah ponsel itu enggak di jual lagi? Kalau anda jual, aku mau membelinya, dua kali lipat pun tak masalah," ketusku sangat penuh harap.

Sang pemilik toko terdiam seribu bahasa, tampaknya dia berpikir keras akan penawaranku ini. Bagaimana pun juga, ponsel tersebut yang membeli adalah aku di masa lalu. Kalau harus terjual, aku tidak terima dan dengan berapa pun harganya akan aku beli kembali. Pemilik itu seperti berat untuk menjawab, lalu diri ini hanya menatap saja.

"Bagaimana, Pak, apakah di jual kembali atau tidak?" tanyaku sedikit melas.

"Gimana, ya, Pak, saya udah senang banget sama ponsel ini. Aku belinya dengan harga yang murah, tetapi kalau ini adalah milik anak Bapak, atau saudara Bapak okelah aku akan lepaskan. Mungkin belum rezeki saya," jelasnya menberikan ponsel itu padaku.

Dengan menerima ponsel tersebut, aku pun hampir menjatuhkan air mata. Dengan sangat terharu, ternyata pemilik ponsel ini berhati mulia. Sangat jarang di era sekarang ada orang seperti dia, dan aku mencium ponsel ini.

"Berapa nomor BRI LINK, Pak, biar saya TF aja uangnya," kataku sambil mengambil ponsel di kantong celana.

"TF aja segini, Pak, karena ini baru saja aku beli beberapa menit. Tidak mau ambil untung, anggap aja ini penebusan dari penggadaian," katanya.

Tak berapa lama, aku mendapatkan notifikasi kalau ternyata uang sudah di terima dengan baik tanpa gangguan jaringan. Sebenarnya aku masih sangat sayang pada Reno, anakku. Bagaimana pun juga, dia adalah darah dagingku satu-satunya di dunia ini. Terlepas dari kesalahannya yang fatal itu, akan memafkannya.

Tetapi kalau dia hendak kembali pada Julia, tidak terima. Karena Julia adalah perempuan tulus, dia berhak bahagia tidak bersama Reno. Entah siapa pun suaminya kelak, aku akan doakan agar dia dapat suami yang lebih baik lagi. Kali ini tugasku sudah selesai, dan saatnya akan kembali pulang. Udah sangat lama aku berada di sini, tak bertemu Julia malah bertemu Reno.

Lain kali aku akan datang lagi, mungkin besok atau lusa. Karena aku sangat penasaran, akan menu sayur bening yang katanya viral itu. Entah siapa yang memasak, aku akan mengingat kembali perihal kebaikan Julia yang pernah ada. Seraya membangkitkan badan, kemudian aku pun menatap sang pemilik ponsel.

Dia pun menatap ponsel miliknya, dan tercengang dengan apa yang sudah masuk barusan.

"Pak, kalau begitu saya mau permisi dulu," ucapku pada sang pemilik ponsel.

"Pak, bentar-bentar. Kenapa kamu kirim sangat banyak, ini lebih dari cukup. Kan, saya bilang tadi sesuai dengan harga saja kenapa malah banyak begini?" tanyanya heran, dia pun menarik napas panjang.

"Gak masalah, karena kamu udah mau ikhlas dengan apa yang sudah aku pinta. Terima kasih, ya, kalau begitu aku akan kembali," jawabku seraya meninggalkan penjual tersebut.

"Te-terima kasih, Pak," jawabnya terbata-bata.

Tanpa menjawab, aku langsung pergi meninggalkannya begitu saja. Di sepanjang perjalanan, aku tak henti-hentinya menatap ponsel sang anak di tangan. Kali ini apa yang aku inginkan sudah kembali padaku. Termasuk rumah yang telah di sita oleh pihak BANK, aku pun sudah tebus dengan harga 3M malam itu.

Sekarang apa yang di jual satu persatu aku miliki, hanya tinggal mobil pribadi yang kabarnya telah datang ke showroom ternama. Pemiliknya adalah sahabatku, dia paham kalau mobil itu juga punyaku, karena yang membelikan untuk Reno dahulu juga aku.

Semua fasilitas kembali padaku, apa pun itu. Tidak ada yang boleh macam-macam dengan aku. Sekali pun dia adalah anak kandung sendiri, karena akan kembali pada diri ini apa pun yang terjadi. Selagi aku yang memegang perusahaan terkaya di kota ini, semua akan aku miliki. Namun, ada satu yang tak bisa aku paksakan, dia adalah Julia.

Biarkan berdasarkan pikiran dan hati kecilnya saja yang menentukan. Bukan tipe Adiwijaya memaksa seorang wanita, karena semua perempuan akan takhluk padaku, tanpa terkecuali. Dengan menaiki mobil, aku pun melaju melalui jalan lintas. Ini sudah malam, dan akhirnya aku memutuskan hendak pulang.

Kalau sudah malam menyupir, aku tidak lihai lagi. Demi kesehatan diri sendiri, aku harus memastikan kalau diri ini akan baik-baik saja. Beberapa menit setelahnya, ponsel milikku pun berdering. Dengan sangat mantap, aku menatap layarnya. Ternyata salah, yang berdering bukan ponselku. Kemungkinan. Kalau itu adalah suara ponsel Reno.

Lalu, aku menatap panggilan yang datang dari Sri—dia adalah istri baru Reno yang sekarang. Belum sempat aku angkat, sudah mati begitu saja. Dan tak berapa lama, chat datang masuk dari ponsel ini, kemungkinan kalau Reno belum mencabut nomornya. Ketika aku aktifkan, semua chat datang begitu saja menyerangku.

Tanpa mampu membalas, aku hanya sekadar tersenyum. Ada juga sebuah nomor baru yang masuk, dia langsung mengajak aku untuk membalas chatnya. Namun, aku hanya diam seraya memerhatikan. Kemudian, aku pun menyetir lagi. Kali ini aku memasang foto seorang wanita di ponsel ini, yang memang ada di galeri penyimpanan.

Kemungkinan akan membuat Sri akan bertanya-tanya, akan siapa wanita di dalam ponsel sang suaminya. Dengan menunggu beberapa menit, aku pun tiba di depan rumah dan masuk dengan segera.

'Akhirnya udah sampai juga ... sekarang saatnya masuk rumah dan mandi, badan aku udah bau keringat seharian gak tahu jalan pulang. Besok saja di lanjutkan cari alamat, barangkali akan bertemu dengan Julia,' kataku dalam hati.

Bersambung ...

3 Miliyar Sekali EntotWhere stories live. Discover now