Bab 73 Kecanduan Lelaki Lajang

299 3 0
                                    

Dengan memegang tangan Mas Deni, aku pun menemukan pilihan pada cincin dengan permata biru di atasnya. Kelihatan sangat elegan, dan ada yang untuk pria akan tetapi tak memiliki permata di atasnya. Ini adalah perhiasan mahal akan tetapi nampak sangat sederhana, aku sangat suka warnanya yang tak mencolok. Sepertinya Mas Deni juga sepaham dengan pilihanku kali ini, dia tampak semringah.

Ini adalah kali pertama aku melihat senyum manis Mas Deni, tak pernah sebelumnya aku melihat dia se bahagia ini. Mungkin mood-nya yang sangat mendukung, di tambah lagi kami membeli barang ini dengan persetujuan dan pilihan dariku. Seraya menarik napas panjang, kemudian Mas Deni memakai cincin itu dan mendekatkan di jemari manis milikku.

"Gimana, Julia? Bagus banget, kan?" tanyanya seraya menoleh, wajahnya sangat memperlihatkan lelaki perkasa.

Aku pun mengangguk, tak lama kemudian aku menjawab, "i-iya, Mas, aku suka banget warnanya. Enggak terlalu norak, dan sangat elegan."

Mendengar ucapan itu, kemudian Mas Deni melepas cincin yang dia pakai. Begitupun dengan aku, lalu dia memberikan cincin tersebut pada penjual untuk di bungkus. Tak berapa lama, Mas Deni menarik lengan ini dan akan membawaku menuju ke sebuah tempat. Ternyata benar, kalau dia membawa aku ke ruangan untuk memilih pakaian pengantin.

Sudah terlalu jauh sikapnya, membuat diri ini merasa sangat terharu. Ini adalah kencan pertama, dia sudah membuat aku bahagia. Lalu, kami memilih dan memilah baju pengantin. Tetapi, kedua mataku hanya menatap dan melirik ke baju adat Sunda itu. Sangat elegan, dan sederhana. Motifnya juga tak banyak, kali ini aku terdiam di baju tersebut.

Mas Deni datang menghampiri, dia melihat baju yang aku idamkan ini. Kemudian lelaki itu memegang bahan kain yang sangat lembut itu, dan dia pun mengambilnya seraya menyodorkan di dada ini. Ukuran busana itu sangat pas padaku, memiliki bentuk dan sangat ramping semampai untuk aku yang memang tidak gemoy. Hanya saja, jas untuk pria masih sedikit kecil.

Kalau ukuran jas, di sini menawarkan banyak ukuran dan dapat memilih yang mana saja seperti ukuran pas. Tak berapa lama, Mas Deni memberikan gaun itu padaku tepat di kedua tangan ini. Dengan sangat lembut, lalu aku mengambil baju tersebut dan menatap calon suami yang kemungkinan akan mempersunting aku. Meskipun belum ada ikatan sama sekali, kalau aku berharap tidak salah juga.

"Ya, udah kamu cobain aja bajunya di dalam. Aku mau lihat kamu pakai baju ini, cocok atau enggak," ucap Mas Deni.

"I-iya, Mas, aku akan ganti baju ke dalam. Kamu jagain di sini, biar gak ada yang masuk," jawabku seraya membawa baju itu ke dalam ruangan ganti.

Setibanya di ruangan ganti, aku pun langsung memakai baju yang sudah ada di tangan ini. Dengan bantuan cermin di depan, terlihat semua motif dan sangat bagus sekali kating ke seluruh badan. Ini adalah baju dengan model fashion masa kini, membuat aku sangat percaya diri dan tampil cantik. Sembari memutat badan ke depan dan belakang, akhirnya apa yang aku lihat dapat terlaksana.

Terlepas ini baju bukan untukku, akan tetapi aku sudah merasakan gaun indah ini menempel pertama kali di badan. Dengan sangat penuh semangat, akhirnya aku mencoba sepatu yang memiliki hels tinggi. Sepatu bawaan dari gaun, dan membuat tubuh ini begitu profosional. Tingkat lercaya diriku seketika melonjak jauh, dan perasaan gemetar pun mengiringi tangan ini.

Sekujur tubuhku merasa sangat gemetar, sememtara kaki pun terasa sangat dingin bagai hujan salju. Seraya menapak ke luar, aku menyibak gorden penutup ruangan itu. Dari arah depan, Mas Deni pun hanya memerhatikan sejurus saja tanpa tahu kalau aku sudah ada di ambang pintu.

Orang-orang yang ada di sekitar ruangan menatap mantap ke arahku, dan mereka memerhatikan penampilan ini secara saksama. Kemudian aku hanya diam, dan menunggu sampai Mas Deni menoleh. Untuk menyentuhnya, aku malu karena kami belum ada ikatan apa pun. Saking herannya orang-orang di dalam ruangan ini, kemudian lelaki di hadapanku menoleh.

Tatapan tajam kedua matanya mengarah ke ujung kakiku, di mulai dari sendal dan langsung naik ke kepala. Aku pun sangat malu, apalagi Mas Deni memerhatikan sangat tajam seperti itu. Kali ini, kedua bola mata lawan bicara seperti merasa kagum. Namun, aku malah merasa aneh pada diri sendiri akibat penglihatan yang di lakukan itu.

"Sempurna, kau bagaikan ratu malam ini," ucap Mas Deni sangat merayu.

"Ah, kamu gombal aja tau enggak. Aku jadi malu kalau gini. Apa yang salah dari diriku, Mas? Kamu jangan bohong, dong!" kataku sedikit meminta saran.

"Bagi aku kamu adalah perempuan paling cantik. Gimana sama bajunya, kamu suka enggak, Jul?" tanyanya sangat serius.

Dengan anggukan, kemudian aku menjawab, "suka, Mas. Malah ... aku suka banget," paparku lagi.

"Okelah, aku akan membeli baju ini dan cincinya, sekarang kamu ganti lagi, gih. Biar kita bayar di kasir," ajaknya.

Seraya memasuki ruang ganti, aku segera melepas gaun pengantin itu. Dan perasaan ini sangat senang, karena bukan hanya aku yang akan bahagia, akan tetapi ayah pasti akan bahagia kalau lelaki yang mengajak serius seperti Mas Deni. Kemudian aku ke luar lagi dari ruang ganti dan langsung memberikan baju tersebut.

Kami berdua berjalan menuju ke kasir pembayaran, lalu aku pun menuju ke samping Mas Deni dan mendengarkan nominal yang sangat mahal untuk cincin dan gaun itu. Lelaki di samping pun menoleh ke arahku, dia tersenyum sambil mengelurkan kartu ATM dari donpetnya.

Sambil membalas senyuman itu, aku pun merasa tersanjung malam ini. Tak berapa lama, ponsel milikku berdering. Panggilan tak di kenal pun datang, membuat aku penasaran akan siapa orang yang sudah menghubungi itu. Karena penasaran, akhirnya aku permisi dari samping Mas Deni dan langsung mengangkat ponsel itu.

[Hallo ... ini siapa, ya? Kamu kenapa bisa dapat nomor aku?] tanyaku sangat penasaran.

[Julia ... apakah kamu lupa sama aku, suara aku, dan apakah kamu benar-benar lupa sama aku Julia?] tanyanya balik, membuat diri ini mendadak diam.

Seketika aku berpikir lagi, kalau suara ini sama seperti Mas Reno—mantan suamiku yang sudah memiliki istri baru. Namun, kenapa malam ini dia menghubungi lagi. Apalagi sekarang dia sudah bahagia, bahkan dulu saja kalau menelepon selalu membentak. Sekarang terdengar sangat lembut bagai sebuah rayuan.

[Apakah benar kalai kamu adalah Mas Reno?] tanyaku lagi memastikan.

[Iya, ini aku Reno. Hmm ... kamu lagi sibuk atau enggak, Julia?] Mas Reno benar-benar berubah dari segi ucapannya.

[Ak-aku ... aku lagi pilih baju pengantin, cincin pernikahan, Mas!] sergahku sangat spontan.

Seketika Mas Reno diam, dia tak berkata sama sekali sampai aku bingung hendak berkata apa lagi. Sementara Mas Deni, sedang duduk menunggu aku tengah menelepon, tampak sangat sabar dan dia main ponsel sebagai penghilang rasa suntuk.

[Julia, apakah kamu akan menikah lagi? Secepat itu, Julia? Kamu udah lupa sama kenangan kita dulu?] tanyanya bertubi-tubi,

[Udahlah, Mas, aku gak mau membahas masa lalu. Anggap aja semua itu mimpi buruk buat kita, karena sekarang kamu udah punya istri baru, kan. Aku ikhlas, dan gak akan masuk lagi ke dalam rumah tangga kamu.]

[Bagaimana pun, aku adalah mantan suami kamu. Kalau aku nantinya gak lama sama Sri, apakah kamu mau menikah dengan aku lagi, Julia?] tanya Mas Reno.

Seraya menarik napas panjang, aku menjawab, [gak mungkin, Mas. Aku gak akan mengulangi sakit hatiku sama kamu, karena aku udah cukup menderita di selingkuhi sama kamu.]

[Kemarin itu aku salah, dan khilaf. Semua orang punya kesempatan kedua, Julia. Apakah kamu gak mau memberikan kesempatan itu. Tuhan aja pemaaf, kenapa kamu tidak. Yang pasti, besok aku akan temui kamu di kafe baru kamu itu. Sepertinya kamu kerja di sana, kan, Julia?]

Secara spontan aku mematikan ponsel. 'Kamu gak boleh datang, Mas, aku gak mau kalau kamu merusak lagi kehidupan aku. Udahlah, sekarang aku harus tenang dan fokus masa depan,' kataku dalam hati.

Bersambung ...

3 Miliyar Sekali EntotWhere stories live. Discover now