Bab 62 Ayam Kampung

408 5 0
                                    

"Julia ... ternyata ini adalah kamu. Aku udah mencari kamu ke mana-mana, ternyata aku ada di sini juga. Sekarang aku gak akan memerlukan orang lain lagi dalam mencarimu, karena aku udah sangat sayang sama kamu Julia," kataku sendiri.

Bersamaan dengan hal ini, aku pun membalas chat dari Alex yang berhasil mengambil gambar keberadaan Julia. Kemudian aku bertanya padanya di mana Julia berada, orang suruhan pun mengirimkan sebuah lokasi yang merupakan sebuah tempat perbelanjaan. Tanpa berpikir pajang, kemudian aku pun bergerak dan langsung menuju ke parkiran mobil lagi.

Ya, demi menemui Julia sang mantan menatu. Mungkin kalau aku yang membujuknya untuk datang ke rumah, dia akan mau karena sudah tak ada sangkut pautnya pada sang suami. Bahkan kalau dia mau di persunting, aku mau menikahinya dengan berbagai cara. Ini adalah hal yang aku namakan sebagai pucuk di cinta ulam pun tiba, tidak dapat gadisnya akan tetapi jandanya pun tak masalah.

Wanita yang aku menilai sangat baik, dan memiliki kesopanan luar biasa. Aku tertarik kalau mempersunting Julia menjadi Ratu dalam hidup ini. Berawal dari rasa benci, sekarang berubah dan tumbuh mejadi cinta. Mungkin karma tetap berjalan, aku pun berusaha memperbaiki apa yang seharunya aku perbaiki. Dalam kata hati ini, aku pun selalu terbayang akan cinta dan sikap yang di milikinya.

Setibanya di parkiran mobil, kemudian aku masuk ke dalam kendaraan dan segera melajukan kendaraan menuju lokasi yang sudah di kirimkan. Tanpa menunggu lama, dan tidak menunggu besok. Karena yang tertera di dalam lokasi itu, aku akan membutuhkan waktu sekitar beberapa menit. Namun, memang aku tak pernah ke wilayah tersebut.

Dengan rasa senang dalam jiwa, kali ini aku pun berkata-kata dalam hati. Semoga saja nanti dapat bertemu dengan Julia, karena kami sudah lama tak bertemu. Ini merupakan sebuah anugerah terbesar yang aku inginkan, terjadi di saat malam Minggu. Di kala semua orang hendak memadu kasih, dan aura lajangku pun meronta-ronta. Kalau saja aku gagal dalam hal ini, kemungkinan aku tak akan menemui wanita sepertinya lagi.

Di sepanjang perjalanan, aku pun tak henti-hentinya bersenandung. Ya, saking senangnya dan kali ini aku terfokus pada alunan musik yanb indah. Musik ini merupakan klasikal dari bintang luar negeri, yang cantiknya sama dengan Julia. Beberapa menit setelahnya, tibalah aku di depan sebuah perbelanjaan. Dan aku memberhentikan kendaraan dan menemui lokasi itu.

Sangat tepat dan benar, kalau di sini adalah lokasi yang sangat aku cari. Namun, Julia tak terlihat sama sekali. Entah ke mana dia pergi, yang ada hanyalah warung kecil di pinggir jalan. Kemudian aku pun duduk di sebuah warung itu, dan mata ini sangat stereo menoleh kanan dan kiri. Lalu, aku menatap menu yang ada di kafe setengah warung tersebut.

Pelayan wanita datang menemui aku setelahnya, dia membawa buku menu dan catatan kecil. Tenda merah yang aku datangi ini tak memerlihatkan Julia sama sekali, kemudian wanita itu menatap ke arah wajahku secara saksama.

"Mau pesan apa, Om?" tanyanya, dia siap untuk mencatat menu yang akan aku beli.

"Aku mau pesan kapucino aja dulu, Mbak," jawabku seraya menunjuk sebuah minuman.

"Makannya enggak, Om?" tanyanya lagi.

"Enggak dulu, kalau nanti aku lapar akan pesan. Kebetulan tadi baru makan di mall," jawabku, wanita itu mengangguk.

"Bentar, ya, Om, aku akan ambilkan menu yang di pesan," katanya, lalu dia pergi begitu saja.

Ketika duduk di sini beberapa menit, aku tak melihat tanda-tanda akan kehadiran Julia. Bahkan gerak-geriknya pun tidak terlihats sama sekali. Namun, ini adalah lokasi yang di tujukan oleh sebuah maps. Tidak mungkin salah, karena aku sudah tak asing dengan wilayah ini. Kemudian aku memandang ponsel, hendak bertanya pada Alex yang setengah jam lalu baru sampai sini.

Seraya mengambil foto, aku pun bertanya padanya akan penampakan Julia di sini. Tanpa menunggu lama, kalau sang sahabat pun menyatakan kalau lokasi ini benar. Mungkin aku yang tak sabar hendak bertemu, sampai-sampai tak ada rasa kesabaraan untuk menunggu lagi. Beberapa menit setelah duduk, pelayan wanita pun datang menemui.

Dia meletakkan sebuah kapucino hangat yang sangat sederhana. Seperti dengan nama warungnya, kafe sederhana. Lalu, aku meneguk dan rasanya tak buruk. Sama persis dengan rasa minuman kafe yang ada di kota. Lalu, aku tertarik dengan sayur bening yang di hadirkan. Masakan kampun dengan ayam kampung juga, aku sangat tertarik mau beli.

Kemudiana ku melambaikan tangan, dan pelayan tadi pun datang menemui. "Mau pesan apa lagi, Om?" tanyanya sangat serius.

"Saya mau pesan sayur bening ini, dong. Kelihatannya segar banget sore-sore makan ini," kataku menunjuk menu.

"Oh, maaf sekali, Om. Sayur bening ini walau pun sederhana sudah habis sejak siang. Besok baru akan tersedia lagi, tapi di jam siang ya Om," katanya.

"Lah, emang gak buat banyak sampai kehabisan?" tanyaku lagi, pelayan itu hanya tersenyum. "Ya, udah, deh kalau gak ada aku beli ati ampela aja. Di sambal pedas manis pun gak masalah," jawabku lagi.

"Baik, Om, akan segera tiba ...," jawabnya.

Setelah melihat sayur bening ini, aku malah teringat dengan Julia. Karena dia sempat membawakan menu tersebut untuk membuat aku mau makan, makanya sekarang aku ingin makan lagi. Kebetulan tidak ada, aku akan kembali besok, kata pelayan kalau menu itu terlaris di sini. Barangkali aku suka dan bisa jadi langganan, kali ini aku menahan selera hendak membelinya.

Beberapa menit telah berlalu, Julia tidak terlihat sama sekali. Kadang aku berpikir, kalau wanita itu adalah orang yang mirip saja dengan Julia, atau dia adalah orang yang berbelanja di pasar ini. Karena dekat dengan perbelanjaan, dan wajah seperti Julia tak cuma satu. Saking berambisi, aku pun tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk menemukannya.

Dari luar kafe, aku melihat seorang pria yang tak asing bagiku. Ya, dia adalah seperti Reno—anakku, pasalnya dia tengah berjalan dan seperti hendak masuk ke dalam kafe ini. Namun, yang membuat aku tercengang bukan kehadirannya saja, akan tetapi penampilannya yang begitu asing.

Bagaimana tidak, dia yang selama ini aku lihat mengenakan jas rapi dan mahal, dilengkapi sepatu malah berpenampilan sangat cupu dengan baju yang sangat lusuh, kemudian aku pun berdiri dan hendak mengerjarnya. Tepat di depan kafe, lelaki itu sepertinya paham kalau aku sedang memperhatikannya. Lalu, diri ini pun berjalan ke luar.

Lelaki itu pergi begitu saja, meninggalkan kafe tempat aku makan sekarang. Dia berlari sangat laju, dan menuju ke sebuag gang. Karena aku belum bayar, kemudian diri ini langsung menemui kasir.

"Berapa semuanya, Mbak?" tanyaku sangat cepat.

"Semuanya hanya lima puluh ribu, Om," jawabnya.

Kemudian aku mengambil uang dan langsung membayar, tanpa menunggu kembalian, aku pun berlari ke arah yang sama dengan Reno. Ya, kali ini aku mulai melambatkan langkah karena dia sudah tak terlihat lagi. Lalu, aku melintasi sebuah konter ponsel. Dari dalam sana, seperti tengah ada transaksi.

Lalu aku hendak mengisi paket yang mendadak habis, kali ini aku pun mendudukkan badan di depan konter. Penjual yang merupakan suku Cindo pun menemui aku sangat ramah, "selamat malam Bapak, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.

"Saya mau isi paket data, apakah bisa?" tanyaku seraya mengambil ponsel dari kantong jas.

"Oh, bisa sekali Om, ada nomornya? Mau yang berapa?" tanyanya lagi.

"Aku mau yang 100 GB ada Mas?" tanyaku lagi, dan dia membuka ponsel miliknya.

Bersambung ...

3 Miliyar Sekali EntotWhere stories live. Discover now