Bab 59 Dihantui Masa Lalu

177 1 0
                                    

Setibanya di dalam rumah, kemudian aku berjalan memasuki ruang tengah. Baju yang tadinya sudah basah kuyup, dan aku mengganti. Malah sekarang basah lagi, belum beberapa menit berlalu. Kemudian aku memasuki kamar dan meletakkan sate hangat itu di atas meja. Terlihat di atas dipan, kalau sang istri sedang tertidur pulas. Sedang makanan ini masih saja aku beli beberapa menit yang lalu.

Karena Sri tidak bisa menghargai aku lagi sekarang, dia hanya suka menyuruh tanpa berpikir kalau di luar rumah sedang hujan lebat. Kemudian aku menyentuh lengannya, dan dia pun menolak bangun. Akibat apa yang di lakukan oleh Sri, akhirnya aku pun tetap membiarkan makanan itu ada di dalam kamar. Sementara yang satu bungkusnya lagi ada di dapur, karena itu buat mertua.

Entah di makan atau tidak olehnya, yang pasti aku sudah membelikan keduanya dalam keadaan yang baik. Besok aku akan pergi cari kerjaan di sekitar sini, apa pun itu yang penting halal. Mengingat kalau sebentar lagi istriku akan lahiran, kami tak punya uang sama sekali untuk perobatan. Sepintas aku mengingat sang ayah, yang selalu memberikan uang kapan pun.

Namun, kartu kreditku sudah dia block dan tabungannya telah di alihkan. Sampai saat ini aku tak punya apa pun, selain celana yang aku pakai dan si Joni yang selalu bergerak tak tentu arah ini. Semenjak Sri mengandung, aku sudah tak pernah mendapatkan jatah malam lagi. Dan pembantu yang aku jadikan bahan juga tak tahu ada di mana, sehingga aku harus menahan semuanya sampai benar-benar bisa.

Akhirnya malam pun telah tiba, aku merebahkan kedua sayap di atas dipan bersebelahan dengan sang istri. Sejak mengandung, Sri tak pernah aku belai sama sekali, dia lebih memilih tidur sendirian dan tak mau mendapatkan apa pun dariku. Tanpa peduli akan sikapnya itu, aku memejamkan mata secara bersama-sama. Dengan harapan kalau besok akan kembali lebih indah di bandingkan sekarang.

Ketika aku menutup mata, terlihat pula seorang wanita yang sedang berdiri di depan sana. Dia sangat cantik, berambut panjang dan aku terheran dengan kehadirannya yang secara tiba-tiba. Kemudian dengan langkah lebar aku menemuinya, dan kami pun berdekatan. Kali ini, wanita itu membawa sebuah burung yang sangat cantik. Warnanya hitam, dan di sebelahnya adalah putih.

Aku tahu kalau burung yang dia bawa adalah sepasang dari burung merpati. Karena sangat khas dan tidak mau terbang dari wanita itu. Kemudian dia menatap aku secara saksama, kami saling tukar tatap satu sama lain. Tak berapa lama, wanita itu mengambil sebuah makanan untuk si burung tadi. Dan aku memerhatikan dia yang enggan berkata sama sekali.

Dalam hatiku pun bertanda tanya besar, akan siapa wanita itu dengan senyum manis menutup wajahnya dengan topi caping yang sangat lebar berbentuk bulat. Saking penasarannya, aku pun menoleh ke bawah agar dapat melihat wajah di balik kerudung itu.

"Hai, kamu siapa nona?" tanyaku dalam kesempatan kali ini.

Akan tetapi dia tak mau menjawab sama sekali, kemudian dia malah asyik dengan memberikan makan burung.

"Apakah kamu gak mau berkata padaku, Nona?" tanyaku lagi, kali ini dengan nada suara yang sedikit parau.

"Aku tidak mau kenal pada seorang pria. Bagiku pria adalah manusia paling kejam di bumi ini," katanya lagi.

Mendengar akan hal itu, aku tak bisa berkata selain hanya memerhatikan. Aku telah merasa lewat kata-katanya barusan yang terdapat di diriku. Mungkin dia tahu kalau aku adalah lelaki yang dia maksud, sampai-sampai dia tak mau mengenal aku atau pun sekadar berkenalan.

Kemudian aku duduk di sampingnya, sambil memerhatikan apa yang sedang dia lakukan sekarang. Tanpa berkata, kami hanya diam satu sama lain. Kali ini aku tak akan bertanya apa pun, karena dia tampak tak menganggap aku ada dalam sekitarnya. Lalu, wanita itu pun mendekat dan duduk di samping.

Kami yang telah berdiam sejak awal, lalu membuat lawan bicara menoleh ke arahku yang sedang memerhatikannya secara saksama. Kalau dilihat-lihat, dia mirip dengan wanita yang kenal padaku, ya, akan tetapi tidak terlihat jelas wajahnya seperti apa. Kemudian aku pun memekik, dan mencoba memintanya membuka topi itu.

3 Miliyar Sekali EntotOù les histoires vivent. Découvrez maintenant