Bab 44 Mengintai Pembantu Rumah Tangga

674 5 0
                                    

"Kalian sudah salah dalam menilai kami. Hmm ... kenapa, sih, saya itu selalu saja buruk di mata kalian. Kan, aaya adalah orang yang ramah dan baik hati," puji diri sendiri, mendengar ucapan itu Julia pun tersenyum malu.

"Iyain aja, biar cepat," bisik Ferdi pada sahabatnya—Dimas.

"Lalu, kalian mau ngapain ada di sini lagi? Sekarang kembali ke kantor, kan, masih banyak pekerjaan yang belum kalian selesaikan," jelas Adiwijaya.

Kemudian kedua laki-laki itu hormat seperti sedang melaksanakan yang namanya ucapara bendera. "Siap, Bos, kami akan laksanakan semua tugas. Semoga saja, bulan ini bisa gajian tepat waktu!" kata Ferdi meledek.

Mendengar ucapan candaan dari para bawahannya, Adiwijaya pun tersenyum. Lelaki yang kalau menebarkan pesona selalu pelit, bagai ngirit kuota itu pun tampak sangat menghargai apa yang di ucapkan para karyawan. Dia pun memenuhi sepenuhnya, kalau pekerja di perusahaan adalah jantung dan harus di hargai juga.

Tak berapa lama, Adiwijaya pun menerima pesan singkat dari sebuah aplikasi warna hijau. Pasalnya, pesan itu dia dapat dari pelacakan orang yang sengaja menjadi suruhan dari beberapa oknum. Untuk mengintai pergerakan dari Reno, anaknya yang sekarang tidak tahu ada di mana. Mereka pun memberikan sebuah informasi kalau keberadaan sang anak sudah di ketahui.

Oleh karena itu, Adiwijaya pun ingin menemui Reno dan berkata tentang kesanggupannya dalam memimpin perusahaan. Dari chat pribadi itu terlihat jelas kalau lelaki yang dia tuju sedang berada di tempat yang sangat jauh, akan tetapi masih berada dalam satu kabupaten. Dan Adiwijaya pun pernah ke sana pada suatu saat.

Sang CEO berjas hitam itu pun berniat ingin menyusul agar dia melihat secara langsung apa yang sedang terjadi belakangan ini pada putranya yang sangat mengacuhkan Julia dan sebagainya. Dalam kepergain tersebut, Adi hanya ingin sendiri. Karena kalau ada hal yang tak di inginkan, sang anak akan mendapatkan sebuah perbuatan setimpal tanpa takut ada yang melerai.

Setelah menuruni kursi putar warna hitam, kemudian Adiwijaya pun berjalan meninggalkan Julia yang masih menatap ponsel. Dia pun seakan tak peduli pada wanita itu, karena lukanya sudah di sembuhkan. Untuk membongkar kebusukan sang anak, Adiwijaya pun harus bertindak lebih cepat.

Belum lama berjalan, tepat di ambang pintu, suara teriakak terdengar. "Pah," panggil Julia, kemudian Adi berhenti dan dia menoleh ke arah belakang.

Ini adalah hal yang di takutkan oleh Adiwijaya kalau nantinya sang menantu hendak ikut padanya. Terlebih kalau ini adalah sikap yang fatal, akan ada emosi berlebihan untuk menyadarkan. Namun, karena Julia pun turut berjalan menemui, wanita itu berjalan ke ambang pintu.

"Mau pergi ke mana, Pah? Kan, lukamu belum sembuh?" tanya Julia bertubi-tubi.

"Aku mau pergi ke suatu tempat yang lumayan jauh. Kau tak perlu ikut, di sini aja. Kalau pulang, aku akan minta Ferdi mengantar," jelas sang mertua.

"Apakah kepergian ini ada hubungannya pada suamiku, Pah?" Secara spontan, pertanyaan itu datang dari Julia. Ternyata insting seorang istri lebih hebat dari pelacakan sebuah pengintai, dan sekarang telah di akui oleh Adiwijaya.

"Ti-tidak, aku hanya ingin menemui seseorang di luar sana. Dan kamu gak perlu tahu siapa orangnya," titah lelaki berjas itu, dengan nada suara sangat takut.

"Sudahlah, Pah, ini pasti ada hubungannya dengan suamiku. Kenapa, sih, Papa gak pernah bisa jujur sama aku. Kalau memang ini tentang Mas Reno, setidaknya aku juga ingin tahu apa yang dia lakukan di luar sana." Julia memekik, dia pun merasa sedang di permainkan oleh sang waktu.

Dengan berpikir panjang, kemudian Adiwijaya pun menarik napas panjang. Dia hanya bisa diam dan tak tahu harus berkata apa. Di sisi lain, Adi tak mau kalau sampai Julia tahu sebenarnya kegiatan dari Reno sedang apa, otomatis dia akan lemah. Namun, di sisi lain dia juga harus tahu kebusukan dari anaknya sendiri di belakang sana.

3 Miliyar Sekali EntotDove le storie prendono vita. Scoprilo ora